Jumat, 21 Agustus 2015

FENOMENA RIBUAN SARJANA JADI GOJEK: PILIH HARGA DIRI ATAU UANG?





Ada fenomena yang menarik tatkala dibuka lowongan menjadi Go-Jek. Go-Jek? Itu lho! Ojek yang bisa dipanggil dengan cara smartphone. Apalagi, dalam lowongan itu dijanjikan gaji sekitar 5-6jt. Dan bagi sebagian besar yang bekerja di kantor, uang itu lumayan. Hanya perlu rajin “narik” motor, nggak perlu besusah-susah di kantor. Bisa dapat penghasilan yang lumayan. Begitulah janjinya.

Tak mengherankan ketika lowongan Go-Jek dibuka orang pun berduyun-duyun kesana. Yang mencengangkan adalah ketika salah satu harian membuat headline menarik keesokan harinya, “RIBUAN SARJANA DAFTAR JADI GO-JEK”.


Go-Jek ataupun Grabbike memang sedang fenomenal. Itu menjadi jawab kondisi yang macet, serta butuh transportasi cepat untuk berbagai keperluan untuk kota besar seperti Jakarta. Ternyata, munculnya Go-Jek menjadi ide yang sangat brilian. Smart phone, rata-rata dimiliki setiap orang. Sementara, layanan transportasi cepat memang sedang dibutuhkan. Makanya, Go-Jek dianggap fenomenal. Dan yang lebih fenomenal itu tentunya, sarjana-sarjana memilih jadi pengendara Go-Jek saja. Alasannya: uang! Rata-rata para sarjana ini berkomentar, “Tak perlu gengsi, yang penting uangnya halal!”.

Mempermalukan Siapa?
Para sarjana yang melamar pekerjaan tidaklah salah. Mereka mencari alternatif pilihan hidup yang lebih baik. Makanya, ketika Go-Jek buka lowongan dengan peluang gaji 5-6jt. Merekapun berbondong-bondong mengajukan dirinya.

Tentu saja, kita pun ingin melihat kehidupan mereka juga menjadi lebih baik. Tapi, tetap saja, hati ini rasanya miris. Bayangkan, dengan susah payah 4 tahun kuliah dan belajar lantas kemudian menjadi ojek sepeda motor?

Siapa yang perlu jadi malu? Bukanlah para sarjana ini! Tetapi yang perlu malu dan berpikir keras adalah para pendidik serta orang-orang yang berkecimpung dalam hal mendidik para sarjana kita.

Jelas-jelas pendidikan kita masih banyak yang kurang kualitasnya. Pendidikan kita yang tidak membuat para sarjana kita bisa bekerja dengan kualitas bagus sehingga karirnya di perusahaan bisa lebih maju. Pendidikan kita tidak melatih sarjana yang bisa punya karir baik yang akhirnya bisa membuat mereka tidak perlu tengok kiri dan ke kanan, mencari lowongan. Kenyataannya tidaklah demikian. Banyak lulusan sarjana yang kondisinya serba tanggung. Nggak siap. Juga sebenarnya nggak punya “hati” dengan pilihan studinya. Makanya, tak heran banyak sarjana yang tidak tertarik menghidupi bidang yang sesuai dengan studinya.

Rasanya, ini juga mempermalukan perusahaan. Artinya, fenomena ini juga bisa dilihat bahwa perusahaan banyak yang tidak mampu memberikan kepastian karir dan kebanggan kepada karyawannya. Bayangkan, tatkala ada sarjana yang mengatakan begini, “Sudah nggak bangga bekerja di perusahaan, karir tidak jelas, juga gajinya juga nggak besar-besar amat!”. Jadilah kerja di perusahaan dirasakan tidak punya added value. Makanya, tak mengherankan pula jika banyak sarjana ini yang memilih langkah praktis, kerja jadi ojek ajalah.

Salut Tapi Juga Pantas Dipertanyakan!
Memang kita salut akan adanya sarjana yang bersedia jadi Go-jek. Bagi mereka, “Tidak apa-apa jadi Go-jek, karena duitnya lebih banyak. Asalkan rejekinya hahal”. Disisi inilah kita perlu acungkan jempol karena mereka bersedia jadi apapun, tidak lagi “gengsi” meski sudah berlabel sarjana.

Tapi, kalau kita ingin analisa lebih mendalam. Tetap saja, fenomena ini jadi pertanyaan. “Inikah wajah generasi yang akan melakukan apapun, asalkan bisa dapat uang?”. Memang sih uangnya adalah uang halal. Tapi, pertanyaannya sekali lagi, akankah semua hal dilakoni kalau uangya halal.

Sayapun teringat dengan sebuah fakta menarik soal pengemis. Tahukah Anda? Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan pernah mengungkapkan fakta yang mencengangkan. Coba tebak, berapa uang yang bisa dihasilkan para pengemis sehari. Faktanya, jika wajahnya sangat memelas dan bikin “sangat-sangat kasihan”, penghasilannya Rp750rb hingga 1jt PER HARI! Namun, kalau wajahnya standard aja, penghasilan antara Rp 300rb hingga Rp500. Bayangkan kalau angka itu dikali 30 hari. Berarti, gajinya minimal bisa 15jt. Wow! Itulah gaji pengemis! Sekali lagi, pengemis!!!

Dengan kondisi para sarjana yang mencari “uang banyak asal halal”. Bisa-bisa, kelak kita mulai akan menemukan fenomena para sarjana yang jadi “peminta-minta”. Bisakah terjadi? Bisa saja! Kan uangnya halal juga!

Wajah Bopeng Pendidikan
Sekarang, ijinkanlah saya melihat dari sisi sebagai orang yang lama berkecimpung dalam dunia HRD dan juga sebagai seorang pebisnis.

Bagi seorang praktisi seperti saya, pendidikan seharusnya melatih dua hal penting. Pertama, kompetensi dari bidang keilmuannya. Kedua, karakter ataupun harga diri karena keilmuannya.

Harapan kita tentang seorang sarjana yang lulus tentu saja ia bisa bekerja sesuai dengan keilmuannya. Kedua, ia bangga dan mempunyai karakter sebagai seorang sarjana dengan keilmuannya. Nyatanya? Banyak perusahaan mengeluh. Banyak sarjana yang tidak tahu apa-apa, bahkan tidak “siap latih”, apalagi “siap pakai”. Lantas, banyak pula sarjana yang karakternya tidak mencerminkan karakter seorang sarjana yang dianggap sudah punya pendidikan tinggi.

Ditambah lagi sekarang ini, banyak pendidikan yang menawarkan cara cepat menjadi sarjana (Ini belum terhitung para sarjana yang mendapatkan kesarjanaannya dengan cara membeli, ataupun curang). Kuliah semester dan tugas-tugas yang ringan. Dosen-dosen yang kurang kualitasnya. Lantas, dari situlah para sarjana ini muncul. Para sarjana inipun senang karena punya gelar di belakang namanya (S.Kom, S. Psi, S.H atau apapun gelar kesarjanaannya). Gelarnya sarjana, tapi kualitasnya tidaklah sarjana. Itulah yang terjadi. Akibatnya, tatkala betul-betul bersaing di dunia kerja. Inilah sarjana yang akhirnya tersisihkan (permohonan maaf sebesar-besarnya buat Anda yang sarjana yang kualitasnya memang luar biasa! Saya tahu, ada banyak sarjana yang berkualitas SANGAT-SANGAT BAGUS PULA!).

Tapi kembali ke fenomena sarjana jadi Go-Jek. Bisa jadi ini juga tamparan bahwa pendidikan kita belum bisa memberikan kualitas sarjana yang punya kompetensi serta karakter kerja yang betul-betul dicungi jempol. Makanya, ketika ada lowongan apapun, mereka akan mencarinya. Artinya, fenomena ini sedang menjadi “lampu kuning” buat indikator kualitas pendidikan kita!

So, Praktisnya?
Langkah praktisnya? Saatnya kita benahi pendidikan sarjana. Jangan bangga punya banyak sarjana. Buat apa punya banyak sarjana, tapi tidak kompeten di bidang ilmunya. Jangan juga sembarangan mendirikan dan memberi ijin membangun pendidikan tinggi. Apalagi kualitas dan idealismenya nggak jelas. Jangan hanya gara-gara dapat uang suap, lantas dikasih ijinlah kesempatan bikin perguruan tinggi, akademi atau apapun. Stop juga fenomena mencari gelar dengan “tidak halal”. Ini harus dibasmi mulai dari Wakil Rakyat kita! Bagi saya, seoarang anak yang tidak lulus sekolah, lebih terhormat dari Wakil Rakyat yang dapat gelarnya dengan dibeli. Paling nggak, anak ini berusaha.

Dan akhirnya.
Fenomena ribuan sarjana yang melamar jadi Go-Jek mesti membuat kita semua tertunduk malu (ataukah bangga).
Tahu nggak ketika kemarin, salah satu kenalan saya berkata begini.
“Eh, tadi waktu ke studio, saya dianter oleh Go-Jek. Tahu nggak sih pengemudi Go-Jek saya punya gelar S.Kom di belakang namanya!” Keren kan??
Kerenkah..atau perlukan kita tertunduk menangis untuk pendidikan kita?





5 komentar:

  1. Saya Sarjana Ekonomi & Driver Go-Jek Sebelum Bapak membandingkan kami Driver Gojek Dengan pengemis,Asal bapak tau saja Ngelamar kerja pake Gelar sarjana itu susah banget karena rata2 orang mencari pegawai dari Kenalan + kalaupun dapet paling Gaji UMR ditempat saya 2,5jt bapak pikir aja sendiri uang segitu cukupkah untuk bayar kos,makan ,bayar cicilan & hidup secara layak?
    Apa salah kalau kami memilih Pekerjaan yang mampu memberikan Hidup Layak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf pak , Tapi bukannya ntar kelamaan pasti naik pak ?

      Hapus
    2. Naik berapa persen dan berapa lama ? 😅

      Hapus
  2. Naik darimana kalo gak kerjo :V

    BalasHapus
  3. sarjana jdi ojek online .kalian buang waktu .pikiran .biaya . universitas enak soal nya udh dibayar tinggi sama kalian.gelar kalian SO .sarjana ojol

    BalasHapus