Saya betul-betul kaget. Dia seorang trainer. Dia berpendidikan. Orangnya
sangat kritis, cemerlang. Dia sahabatku. Tapi ketika dengan lesu dia mengatakan
bahwa dirinya tertipu hampir 7 juta, saya nyaris tidak percaya? Modul
penipuannya gimana? Temenku mulai cerita. Awalnya dia menerima email dari
seseorang yang konon berasal dari Afrika. Konon menurut email ini, orang Afrika
iu mencari orang yang bisa menyimpan uangnya. Plus cerita lengkap dengan link kejadian
di email. Dengan data cukup meyakinkan, merekapun berkomunikasi. Awalnya, temen
trainer saya ini rada sangsi. Tapi keingintahuannya ternyata menjebaknya.
Komunikasi mereka makin mendalam dan akhirnya, temen saya ini bersedia membantu
menampung uangnya. Ia pun dijanjikan uang. Tapi, inilah kesalahan
terbesarnya…si temen saya ini harus mengirimkan uang untuk membantu memberikan
jaminan bahwa uangnya bisa ditransfer ke dia. Awalnya sekitar 3 juta. Lantas,
ternyata tidak cukup. Saat itulah, si temen saya ini cerita, dia udah mulai
curiga. Tapi kan uangnya sudah ia transfernya. Ibaratnya, udah kepalang basah.
Makanya, ia pun diminta mentransfer 4 juta lagi. Ia pun terpaksa melakukannya.
Tunggu punya tunggu, uangnya yang dijanjikan tidak pernah dikirimkan kepadanya.
Malahan, setelah 7 juta, si orang itu beralasan lagi butuh duit dari dia untuk
mengeluarkan uangnya. Kali ini, dia sudah sadar bahwa dirinya ditipu
mentah-mentah! Tapi itu sudah terlambat!
Hingga sekarang pun, saya sendiri secara personal masih sering menerima email
penipuan seperti itu. Ada lha yang mengaku dirinya berasal dari lembaga PBB,
dll. Pokoknya macam-macam. Ada pula yang yang cerita kalau dia adalah janda
yang tengah mewarisi harta kekayaan serta mencari orang untuk diberikan hartanya.
Bener lho email seperti ini, masih sering saya terima. Mungkin Anda juga
demikian? Selain email ada juga bentuk penipuan yang cukup marak di mall.
Modusnya dengan menjual sesuatu barang. Awalnya ada barang yang sedang “on sale”.
Nah, kalau kita membeli satu, kita bisa mengambil undian. Lantas, dari undian
itu, setelah dibuka isinya seperti, “Selamat Anda mendapat diskon 75%”. Dengan
pura-pura nyaris tidak percaya, si petugas akan menelpon entah kepada siapa
untuk memastikan apakah itu benar atau tidak. Lantas, terjadilah percakapan
untuk membuat scenario itu tampak meyakinkan. Setelah itu, dengan
berbinar-binar si pejaga stand akan mengatakan, “Selamat! Anda betul-betul
beruntung! Jarang lho yang bisa dapat diskon 75%”. Bahkan, beberapa penjaga
toko yang lain, ikut mendatangi dan memberi selamat. Andapun didorong untuk
segera melakukan pembelian. Ujung-ujungnya, Anda sedang ditipu mereka!
Kok Bisa-Bisanya Tertipu?
Motif untuk mendapatkan keuntungan, ataupun keserakahan, adalah motif yang
membuat orang menjadi gampang tertipu. Nah, para penipu ulang biasanya akan
menggunakan “cool button” (tombol dingin) ini untuk membuat seseorang jadi
tidak berfungsi secara logis. Orang pun mulai berandai-andai dan berharap. Saat
itulah, fungsi logika dhentikan. Disini, orang lebih digerakkan oleh nafsu
untuk menang, nafsu untuk mendapatkan keuntungan dengan mudah, nafsu cepat menjadi
kaya. Dan itulah yang membuat seseorang jadi gelap mata.
Padahal, kalau kita menggunakan logika dan akal sehat, mestinya kita bisa
berpikir dengan sederhana, bahwa sesuatu yang too good to be true, harusnya perlu dicurigai. Bayangkan saja,
mengapa orang yang dari entah berantah, negeri Afrika yang begitu luas, harus
email kamu untuk minta bantuan. Anda sendiri saja, kalau punya uang sebanyak itu
akan meminta bantuan pada saudara atau orang yang Anda kenal. Kenapa mesti
minta tolong sama orang tidak Anda kenal? Ini saja patut untuk dicuigai!
Apalagi, kalau kemudian, Anda diminta harus menyetorkan uang dahulu. Artinya,
kalau orang itu tulus melakukan sesuatu, mengapa mesti ada pengorbanan dari
Anda? Termasuk kalau yang melakukan penjualan begitu murah dan too good to be true, perlu dipertayakan:
apakah karena barangnya rusak? Ataukah karena barangnya tidak laku? Ataukah itu
barang curian?
Tulisan ini tidak mengajarkan Anda untuk curiga, tetapi menanamkan
kewaspadaan. Memang bedanya tipis. Tetapi, tatkala berhadapan dengan oarng yang
tidak dikenal dan situasi yang too good
to be true, mestinya kita mengembangkan “radar kewaspadaan” kita. Jangan membiarkan
emosi keinginan menang, kaya ataupun keserakahan lantas membuat logika kita
jadi bantu. Biasanya, tatkala logika kita buntu, disitulah kita gampang menjadi
mangsa para penipu. So again, waspadalah!
Bagaimana Mencegah Diri Supaya Tidak Tertipu?
Pertama, mindsetnya adalah waspada. Ketika seseorang menawari sesuatu yang
terlalu bagus kedengarannya, berusahalah untuk waspada. Bahkan orang yang
dikenal saja bisa menipu, apalagi yang tidak dikenal sama sekali. Lebih baik
berpikir waspada, tatapi kemudian Anda salah, karena toh bisa meminta maaf.
Daripada Anda begitu percayanya, tetapi kemudian menyesal, namun sudah
terlambat!
Kedua, jangan langsung merespon dengan melakukan apa yang diminta.
Biasanya, dalam istilah kecerdasan emosional, logika kita sedang terbajak.
Jadi, ambil jeda waktu untuk memikirkan dan merenungkan apa yang ditawarkan
kepada Anda.
Tiga, bicara dan ngobrol dengan orang. Kadangkala, kalau sesuatu itu too good to be true, orang lain bisa
menasihati kita karena mereka punya sudut pandang yang berbeda. Malahan,
kadangkala orang lain bisa berpikir lebih jernih karena mereka dalam posisi
sebagai orang ketiga, yang tidak punya “kelekatan emosional” dengan situasi
itu. Malah, terkadang ada orang lain yang mungkin pernha tertipu ataupun pernah
mengalami situasi tersebut, justru bisa memberikan “peringatan” kepada kita.
Empat, kalau sempat cek latar belakang orang itu. Jadi, janganlah
terburu-buru percaya. Kalau ada kesempatan, lakukan cek baik melalui telepon,
melalui email ataupun internet. Misalkan saja, saat ini muncul juga jenis
peniupan dengan modus undian berhadiah. Tiba-tiba dikatakan Anda dapat undian
berhadiah. Cobalah cek ke perusahaan dan nomer kontak resminya, apakah betul
memang Anda mendapatkan hadiah. Jangan mengecek melalui no telpon ataupun email
yang diberikan orang yang mengatakan Anda mendapatkan hadiah, karena biasanya
mereka kongkalikong. Coba cari nomer lain yang resmi! Cek sejenak, agak
merepotkan tetapi ini akan menyelamatkan nasib Anda supaya tidak ditipu orang!
Lima, kaau perlu lakukan test sederhana. Pasti dong ada bedanya antara
orang yang jujur dengan orang yang tujuannya menipu kita. Orang yang jujur,
biasanya tidak akan keberatan untuk berkorban atau melakukan sesuatu yang kita
butuhkan karena memang niatnya untuk membantu kita. Dan kalaupu kita
menolaknya, biasanya mereka nggak akan tersinggung. Jadi, cobalah berani untuk
test mereka. Misalkan saja, kalau memang niatnya mau minta bantuan kita untuk
menyimpan uangnya, tanyakan saja apakah berani mereka yang mengirimkan Anda
uangnya. Atau, kalaupun undian berhadiah itu benar, mintalah hadiahnya dikirim
dulu ke rumah Anda. Tantanglah mereka. Biasanya mereka akan sangat marah dan
jengkel, ketika Anda bereaksi tidak percaya kepada mereka. Kalau sudah bersikap
demikian, bisanya kemungkinan besar mereka ini mau menipu Anda!
So, kesimpulannya: “Lebih baik
waspada, daripada menyesal belakangan”
***
Anthony Dio Martin
"Best
EQ trainer Indonesia", direktur HR Excellency, ahli psikologi, speaker,
penulis buku-buku best seller, host program Smart Emotion di radio SmartFM
Jakarta dan host di TV Excellent, kolomnis rubrik Spirit di harian Bisnis
Indonesia. Twitter: @anthony_dmartin dan fanpage: www.anthonydiomartin.com/go/facebook,
website: www.hrexcellency.com)
0 komentar:
Posting Komentar