Haruskah Memaafkan Di Hari Yang
Fitri?
Pagi-pagi ini, saya
terbangun. Suasana agak sepi karena semalam terdengar begitu meriahnya suara
beduk takbiran serta petasan dan kembang api dimana-mana. Hening. Rata-rata
masih tertidur tapi sebagian mungkin sedang bersiap-siap untuk shalat Ied. Iya..ini
adalah hari Lebaran! Lantas, saya membuka BB, penuh dengan pesan ucapan Minal
Aidin plus ucapan permohonan maaf lahir dan batin. Ada yang terbaca begitu
tulus, tapi ada yang mungkin sekedar mengikuti tradisi saja.
Tulus atau tidak, hari
ini kita diajak merenung soal tradisi serta kewajiban maaf memaafkan ini. Dalam radiotalk saya yang terakhir di SmartFM
(23/7/2-14), saya membahas detil soal makna psikologis dari berpuasa dan
memaafkan. Kalau ketinggalan, dan berminat mendengarkan ataupun download isi obrolan
seru itu, ini dia linknya:
Bersyukur juga pada kesempatan
Idul Fitri ini, kita semua diberikan tuntutan yang tidak mudah…memaafkan.
Memang sih lebih gampang menngucapkan ataupun menuliskan kata-katanya, tetapi
pertanyaannya benarkah kita bisa betul-betul memaafkan.
Belajar dari pengalaman
pribadi. Saya butuh waktu beberapa tahun pula untuk sungguh melupakan dan
memaafkan salah seorang partner bisnis yang sangat melukai bisnis kami. Waktu
itu perasaan saya cukup disakiti dan saya sempat bertanya, “Saya tidak pernah menipu dan mencuranginy. I have been treating him so
wel, but why? Mengapa saya harus dibalas dengan cara seperti ini?” Tapi,
dengan berjalannya waktu saya belajar, mencoba memahami dan berempati dalam
kondisinya. Lambat laun, saya bisa memaafkannya bahkan mulai perlahan saya bisa
melupakan apa yang pernah dilakukannya itu.
4 Tipe Orang Memaafkan!
Bicara soal memaafkan,
ada tipe orang yang sulit memaafkan, dan juga sulit melupakan. Jadi tatkala
ditanya kamu maafkan aku ya? Jawabnya? “No Way! Tiada maaf buatmu”. Ini orang
yang penuh dendam.
Tapi, ada juga yang
tipenya, dia mencoba melupakan, tapi nggak memaafkan. Ngomongnya sih memaafkan.
Kalau di SMS dan email, termasuk bertatap muka, kalimatnya sih “Saya maafin
kamu!”. Tetapi dari hati terdalamnya, rasa sakit hati itu masih muncul. Dan setiap
kali terungkit, makan rasa sakit hati itu akan muncul lagi.
Dan soal tipe ketiga,
saya pun teringat kisah ini. Ada sebuah obrolan manarik antara suami dan istri,
suatu ketika seorang istri bicara dngan suaminya. "Pak-pak, ingat nggak kesalahan papi sepuluh tahun
lalu? Suaminya bertanya,"Lho,bukannya
kamu udah maapin. Iya, sih. Mami cuma mau ingatin, sepuluh tahun lalu papi pernah
salah!". Nah, menurut Anda, udah maapin atau belum ya?
Nah, yang
susah adalah yang tipe terakhir, memaafkan dan melupakan. Mungkin karena perintah
agama, kita belajar untuk memaafkan. Mungkin maaf kitapun tulus. Tetapi untuk
bisa betul-betul melupakan, bukanlah suatu hal mudah. Lagipula, kecenderungan
pikiran kita adalah terus-menerus memutar kembali „film“ kesalahan atau
kejahatan yang pernah dilakukan orang itu di kepala kita.
Jadi, dengan
mengacu pada keempat tipe itu, tatkala kita mengatakan MEMAAFKAN, di tipe
manakah kita? Jangan-jangan kita hanya di tipe yang cuma sekedar ngomong tetapi
tidak pernah bisa memaafkan secara sungguh-sungguh!
Bagaimana
Cara Pikir Orang Yang bisa Memaafkan?
Fred
Luskin dalam bukuya yang menarik, “Forgive for Good” mengajarkan kepada kita
mindset orang yang betul-betul bisa memaafkan sampai tuntas. Saya sendiri
sampai sekarang masih berusaha belajar bagaimana memaafkan secara penuh. Tapi
ini pembelajaran kemaangan mental yang kita butuhkan. Berikut ini adalah kesimpulan
penting dari mindset orang-orang yang akhirnya mampu memaafkan. Ayo, kita
belajar dari mereka di hari yang Fitri ini.
Tiga
mindset penting mereka bisa memaafkan sampai tuntas. Apakah itu?
Pertama,
Mereka dapat memberikan suatu penjelasan
rasional tertentu terhadap sikap orang lain yang telah membuat diri mereka
tersinggung. Meskipun kedengarannya hanya sebuah “excuse” tapi mencoba
memahami, dan mencoba melihat niat orang dibalik kesalahan yang dilakukan,
ternyata membantu. Memang, menurut Fred Luskin, bukan berarti orang yang
memaafkan itu selalu setuju dengan tindakan orang yang bersalah itu, tetapi
mereka mencoba untuk menerima bahwa orang bisa bisa berbuat salah, karena cara
berpikirnya yang keliru dan terbatas…mungkin juga karena kekurangan dan
pengalaman mereka yang dulunya bermasalah. Jadi, mereka mencoba memahaminya.
Dua,
mereka tahu bahwa menyimpan rasa marah
dan dan dendam justru merusak orang yang menyimpannnnya (kesehatan). Fred
Luskin mewawancarai dan menyimpulkan secara kesehatan, orang yang menyimpan
dendam ternyata lebih sering sakit dan bermasalah secara kesehatan. Bahkan, ada
beberapa penyakit hingga dalam bentuk fisik seperti kanker yang penyebabnya
terkait dengan dendam berkepanjangan.
Ketiga,
merekapun percaya bahwa kemarahan dan rasa benci menyimpan enegri negatif
yang menolak dan membuat berbagai berkat dan anugrah Tuhan tidak bisa hadir.
Ini penjelasan yang agak spiritual. Intinya, mereka yang memaafkan percaya
bahwa mereka sendiri tidak lepas dari dosan dan salah, jadi mereka pun berusaha
memaafkan. Mereka percaya, dengan mau memaafkan, maka merekapun di maafkan
Tuhan. Dan dengan demikian, mereka percaya pula, berkat yang melimpah dari
Tuhan, tidak tertahan oleh hambatan pikiran mereka yang tidak mau memaafkan.
Dan menurut saya, ketiga pikiran itu menarik untuk kita cerna dan benchmark,
atau kita tiru.
Tapi saya sendiri meyakini satu hal penting. Bahwa jalan kehidupan
yang masih akan lewati, jangan sampai dibuat terseret-seret gara-gara terus
membawa beban “batu-batu” masalah berupa kesalahan dan kebencian kita kepada
masa lalu ataupun orang yang pernah melukai kita. Apalagi kalau orang itu telah
tidak ada dan orang itu mungkin entah pergi kemana. Sementara, orang itu
mungkin telah hidup bersuka cita dan bersenang-senang atau sudah entah kemana,
lantas mengapa kita terus menyiksa diri kita?
So, haruskah kita belajar memaafkan di hari yang Fitri ini?
Jawabnya…harus. Dan ini moment yang bagus, dimana kita diingatkan kembali!
Selamat Idul Fitri!
Salam
Antusias,
Anthony Dio
Martin
Facebookku:
www.anthonydiomartin.com/go/facebook
Twitterku:
anthony_dmartin
Websiteku:
www.anthonydiomartin.com
0 komentar:
Posting Komentar