Smart Emotion RadioTalk

HR Excellency.

ELT,PLT Trainers Meet

MWS Indonesia.

with Abdul and the Coffee Theory

Seminar Kecerdasan Emosi bersama Suara Pembaruan.

Great Trainer in Action

ELT Certification Workshop.

Rabu, 31 Oktober 2012


Smart Emotion Radiotalk Kamis, 1 November 2012 jam 7.00 – 8.00

Cracking The “Un-Emotionally Intelligent Organization”

 

Betul! Ada perusahaan yang cerdas emosinya, ada pula yang tidak cerdas emosinya.

Di atas papan slogan, semua perusahaan pasti mengatakan bahwa mereka menghargai karyawan maupun customernya. Tetapi, kita tahu…tidak semua sungguh melakukannya.

Bahkan belakangan ini, muncul hate group, atau kelompok pembenci yang berisi mantan lulusan dari perusahaan tertentu yang rajin berkumpul dan membicarakan soal keburukan organisasinya.
Mereka mengkritik, menjelekkan bahkan punya dendam kesumat kepada organisasi dimana mereka dulunya pernah bekerja.

Pertanyaan kita: “kok sampai segitu-gitunya? Begitu parahnyakah organisasi itu?”
Nah, dalam perbincangan radiotalk yang menarik soal Kecerdasan Emosional kali ini , Bp. Anthony Dio Martin, The Best EQ Trainer Indonesia akan mengupas dan menginspirasi Anda soal: 7 Tanda-tanda perusahaan yang kurang cerdas emosinya.

Apakah simtom-simtomnya itu?
Kenalilah dan hindarilah organisasi Anda dari praktek-praktek kecerdasan emosional yang lemah ini.

Dengarkan dan ikutilah hanya di Smart Emotion Radiotalk Kamis ini tgl 1 November 2012, jam 7.00 sd 8.00 wib. Hanya di SmartFM

Selasa, 30 Oktober 2012

Can You Really Relax?


Orang mengatakan, “Sangat tidak gampang untuk menjadi orang yang sibuk”. Tetapi, kenyataannya seringkali terbalik: sangatlah tidak gampang untuk menjadi orang yang relaks. Makanya, dalam berbagai tulisan tentang Zen dikatakan, hal paling sulit adalah menenangkan diri, diam serta menikmati apa yang ada disekitar kita saat ini. Mindfulness, itu istilahnya.

Saya suka gambar kartun ini, karena mengejek banyak orang termasuk mengejek saya pula (bener lho!), yang terkadang pergi piknik bersama keluarga, masih memboyong laptop dan kerjaan. Dan beberapa kali terjadi dalam masa liburku, ketika anak-anak mulai tertidur, maka saya pun mulai membuka laptop dan bekerja. Padahal, sehari-harinya, waktu mereka telah saya ambil tatkala seharusnya saya bersama dengan mereka, tetapi ada meeting, ada training, ada pertemuan dengan klien, sehingga kepentingan mereka diabaikan.

Ada prinsip menarik dari orang Jepang yang saya kenal “Work hard, play harder”. Ketika kerja, mereka serius tapi ketika mereka harus beristirahat, mereka sungguh menikmatinya. Pelejaran kali ini sebenarnya sederhana, belajarlah menikmati liburan dan saat rileks kita. Banyak orang disekitar kita yang tampak stress, nggak rileks dan sulit untuk santai. Apakah Anda termasuk yang mudah rileks ataukah justru stress ketika diminta untuk rileks (actually, saya menuliskan hal ini untuk mengingatkan diri saya sendiri pula). Karena, terus terang, saya pun orang yang kadangkala tidak terbebas sepenuhnya dari dosa “sulit untuk bersantai” ini.
When You Are “BUSY”, Do You “PRODUKSI”?

Semutpun sibuk!
 
Sorry banget. Kalimat diatas memang mengacaukan bahasa Indonesia dan Inggris! Again…so sorry! Tapi berhubung tulisan ini, bukan untuk mendapatkan nilai 10 dari guru Bahasa Indonesia atu Inggris, jadi semoga saja sah-sah untuk dilakukan.

Balik ke inti masalahnya. Banyak orang sibuk, kelihatan banyak kerjaan, tetapi apa yang dihasilkan betul-betul nyaris tidak ada. Mereka tampaknya sibuk sampai-sampai nggak punya waktu untuk keluarga maupun dirinya sendiri, boro-boro untuk sosialisasi. Tapi pertanyaannya: sibuk ngapain? Apa hasilnya?

Seperti pepatah dalam gambar ini: semutpun sibuk!! Tapi masih mending, semut sibuk dan bisa mengumpulkan gula, juga makanan. Kesibukan mereka beralasan. Tapi, banyak dari kita yang datang ke kantor, sibuk dengan berbagai urusan, tapi tidak punya rencana dan tidak tahu mau ngapain.

 Saya ingat sekali, konon…katanya ada tulisan yang ada di depan pintunya Thomas Alva Edison: “Anda yang tidak tahu mengenai apa yang mesti Anda kerjakan hari ini, mestinya masuk dan membantu saya!”. Jadi, ayo kita pikirkan nasib kita. Apakah kita mengatakan kita kerja, sibuk, tetapi sesungguhnya nggak punya gambaran kita sebenarnya sedang membawakan nasib kita bergerak kemana?
INDONESIAN MAID….NOW ON SALE? ASTAGA!!

TKI (Tenaga Kerja Indonesia) bener-bener suatu hal yang dilematis!

Di dalam neegri nggak ada kerjaan, kerjaan kurang ataupun penghasilannya kurang. Sementara, di luar negeri, orang-orang kaya butuh pebantu atau tenaga pembantu, Terjadilah hukum supply-demand. Maka, berbondong-bondonglah TKI kita kabur ke luar. Paling sering kita dengar adalah di Arab serta Malaysia.

Tapi, berita dan berbagai kejadian pun silih berganti terjadi. Dan hal yang paling bikin miris adalah baru-baru ini saya membaca berita di suratkabar yang memuat berita bagaimana TKI Indonesia diperdagangkan. Bahkan, muncul headlines di surat kabar “Indonesia Maid: Sale!”. Ini kambing kurban atau barang belanjaan? Coba simak, perhatikan baik-baik iklan di bawah ini!

 


Salah siapa dong? Indonesia mengungkapkan rasa marahnya. Tetapi, sebenarnya sebelum buru-buru menyalahkan pihak Malaysia, kita pun punya Pe-eR penting. Urgent: Bereskan sistem ketenagakerjaan kita! Memang, kita meraup banyak dinar, dollar dan ringgit dari pengiriman TKI keluar. Katanya, pahlawan devisa! Tapi, melihat berita di TV dan koran terus bermunculan: TKI yang disiksa, TKI yang akan dihukum gantung, TKI yan terlibat prostitusi, TKI yang mati, dll. Kita pun perlu memikirkan secara serius? Kita senang mendapatkan devisa dari mereka, tapi uang mereka dibayar dengan taruhan yang mahal. Dan siapakah yang sungguh paham bagaimana nasib mereka disana? Mengharap pemerintah luar negeri yang akan melindungi TKI kita, sebenarnya rada berlebihan. Kenapa? Lha mereka sendiri punya banyak urusan dalam negeri yang harus diurus. Kalaupun masuk agenda mereka, pastilah agenda yang kesekian. Nggak terlalu prioritas buat mereka! Terbukti kan…kita terus-menerus mendengar isu-isu terkait TKI kita, dan ke depannya akan terus terulang lagi dan lagi….  

Saya memang bukan pemerintah dan saya memang tidak berniat cuma mengkritik tanpa kasih solusi. Tapi, ide mengirimkan TKI keluar seperti sekarang dengan bargaining position yang lemah, sungguh ironis. Lihat saja beritanya. TKI dihukum mati, gara-gara membunuh majikannya. Padahal, kalau ditelusuri penyiksaan yang diterima sungguh luar biasa. Itu bentuk perlawanan (meskipun tetap tidak bisa kita benarkan sih!). Lha, masalahnya kalau terus-menerus disiksa begitu oleh majikannya, bisa-bisa yang pulang ke tanah air adalah mayat TKI itu. Itu pun sering terjadi. Entah bagaimana nasib majikannya yang menyiksa sampai mati. Paling-paling cuma hukum penjara beberapa tahun. Betul kan….betapa lemahnya bargaining position bangsa kita dengan mengirim TKI ini?

Pemerintah….ayo, ke depannya bukanlah hal yang membanggakan dengan mengirimkan TKI. Para TKI kita pun rata-rata berpendidikan rendah yang ingin berjuang demi kehidupan lebih baik. Sebagian besar dari mereka adalah manusia Indonesia yang punya pendidikan terbatas, yang demi mengejar kehidupan yang lebih baik (demi untuk keluarga, demi untuk masa depannya) mencoba peruntungan di negeri orang yang entah berantah kondisinya. Pemerintah, stop korupsi….jadi uang pajak bisa dipakai untuk perbaikan bangsa, termasuk buka lapangan kerja. Stop pungli, sehingga lebih banyak investor yang tertarik membangun lapangan kerja di Indonesia. Sungguh, kalau kita lihat dalam skala besarnya….TKI adalah produk kegagalan bangsa kita untuk menciptakan lapangan kerja yang layak dan berkualitas. Nah, sementara kita belum bisa menuntaskan Pe-eR dalam negri ini, pemerintah, berjuanglah untuk masa depan TKI kita. Lindungi mereka. Betapa mengenaskan setiap tahun kita mendengar dengan hati miris….TKI yang disiksa, digantung….dilecehkan…dianiaya…dijual (seperti iklan tadi). Oh TKI kita!

 

Senin, 29 Oktober 2012

PELAJARAN MANAJEMEN DARI BUKU: “INSIDE COCA COLA”!

Ketika seorang CEO mundur dari jabatannya. Salah satu warisan berharganya adalah pelajaran kehidupannya yang bisa dipetik pula oleh orang lain. Dalam buku ini, Neville Isdell, mantan CEO Coca Cola 2004-2009, mensharingkans secara blak-blakan jatuh bangun yang dialaminya dalam membangun kembali raksasa Coca Cola. Pembelajaran yang berharga!

 
Dari Acara Bedah Buku…..
 
Tgl 29 Oktober 2012, saya diajak untuk melakukan acara bedah buku di SmartFM, membahas buku “INSIDE COCA COLA: Cerita Kehidupan Seorang CEO dalam Membangun Brand Paling Terkemuka di Dunia”. Siang itu, saya hadir bersama Mas Rizal Pahlevi (Customer Relations Coordinatornya) Penerbit Erlangga serta Andrew Hallatu (Media Relations Manager) Coca Cola Indonesia.

Nah, inilah soal buku karangan Neville Isdell, mantan CEO Coca Cola yang memimpin antara 2004-2009. Terus terang, buku ini baru saya baca sehari sebelum acara talkshow Bedah Buku ini, karena baru diperoleh. Dalam waktu beberapa jam saja, buku ini habis saya selesaikan dan kesannya? Wow! Sampai-sampai saya mengatakan, “Kalau buku ini dikasih skala 0 sd 10 soal isi dan kualitas kisahnya, maka saya akan memberikan nilai 15!”. Terus terang inilah kisah yang bagus untuk belajar dari hal praktis bagaimana seorang CEO membangun “kembali” kerajaan bisnisnya. Buku wajib baca para praktisi dan kalangan bisnis. Di buku ini kita belajar soal strategic bisnis, soal kepemimpinan dan juga soal…kecerdasan emosional.

Buku ini menarik. Bahkan, yang kasih pengantar di depan, bukanlah orang hebat dan terkenal yang ia pernah ketemu (bahkan Neville Isdell telah beberapa kali bertemu dengan beberapa Presiden di dunia mulai dari Clinton, Bush, Nelson Mandela, Lech Walesa, dll). Namun, yang ia minta tulisannya di kata pengantar adalah….istrinya sendiri. Dan komentar yang menarik soal Neville Isdell menurut istrinya adalah: Pertama, Sesibuk-sibuknya mengurus Coca Cola, Neville selalu meluangkan waktu berlibur dengan keluarganya setiap tahun. Kedua, waktu turun th 2009, istrinya sempat takut Neville akan mengalami post power syndrome, tapi nyatanya itu dilepas dengan rela. Hal itu ternyata terjawab di dua bab terakhirnya dimana Neville tidak mau mengulang kesalahan yang banyak terjadi di perusahaan sukses dimana CEO-nya sukses, tapi setelah CEO turun, terjadilah malapetaka. Jadi, sebelum turun Neville sudah menyiapkan Muhtar Kent, yang akan jadi penggantinya.

 

Baru Tahu Lho!
Dalam buku ini ada beberapa fakta soal Coca Cola yang saya baru tahu:

·        Ternyata, Coca Cola awalnya dirancang sebagai obat hangover dan pusing, diracik pertama kali di bulan Mei 1886 oleh seorang ahli farmasi, John Pamberton

·        Coca Cola dijual di seluruh dunia kecuali: Korea Utara, Kuba sama Myanmar

·        Sign board komersil pertama yang menandai dibukanya Rusia setelah Perestroika adalah sign boardnya Coca Cola, dan waktu dipasangpun begitu takutnya kalau sign borad itu akan terlepas

·        Hanya beberapa orag yang tahu formula rahasianya Coca Coal, bahkan CEO-nya sendiri pun nggak tahu

 

5 Lesson from Neville Isdell

1.       Pemimpin Harus Paling Yakin
·         Sewaktu mau dipilih jadi CEO, salah satu pesaingnya adalah mantan CEO General Electric yang terkenal Jack Welch, tapi Isdell memang punya keyakinan yang tinggi berdasarkan pengalaman lapangan. Ia yakin soal kemampuan dirinya. Ia pun sangat yakin dengan produk Coca Cola-nya. Saking yakinnya ia pernah berkata, “Saya punya kepercayaan, ketika Tuhan menciptakan dunia, ia menciptakan Coca Cola nomer satu dan Pepsi nomer dua!”. Terbukti, semangatnya ini sangat membantu memotivasi timnya, tatkala penjualannya kalah dibanding Pepsi atau untu merebut pangsa pasar yang telah diambil oleh Pepsi.

 

2.       Sehebat-hebatnya Brand, Manusialah Penentunya
·         Berulang kali, Isdell menegaskan bahw yang hebat di Coca Cola bukanlah brand-nya tapi orangnya. Bahkan, supirpun ia hargai. Pernah ia berkata, “Supirpun punya kuping lho”. Makanya, ia pun sangat peduli dengan orang-orang yang berada di gugus paling depan.

 
3.       Pemimpin Harus Turun Ke Bawah
·         Tatkala curiga soal kecurangan, ia sungguh menelitinya. Ketika di Afrika Selatan, ia sampai  menimbang botol-botol yang pecah untuk membuktinya adanya kecurangan. Ia menginspeksi sampai ke toilet karyawan untuk memastikan soal sanitasi dan kesejahtraan. Ia pun tidak suka protokoler yang tampaknya banyak menutupi kenyataan yang sesungguhnya.

 

4.       Bisnis bukan soal Profit, tapi juga soal Partner dan Planet
·         Berulang kali pula, Isdell mengajarkan kepada para pemimpin bahwa selain profit, bisnis juga harus mensejahterakan partner serta membuat planet (bumi) lebih baik. Makanya, di bab terakhir ia bicara soal Kapitalisme Terhubung (Connected Capitalism) dimana ia bicara soal pelayanan masyarakat. Bisakah perusahaan dianggap untung, sementara masyarakat sekitarnya menderita?

 

5.       Jaga Keseimbangan Keluarga dan Kerja
·         Satu hal yang hebat adalah ditengah kesibukannya, Isdell selalu punya waktu untuk keluarganya. Ia meluangkan liburan bahkan sengaja membawa serta keluarganya bersamanya.

 

 

Beberapa Quotes Menarik dari Neville Isdell!

·         “Motivasiku bukan jadi CEO, tetapi melakukan apa yang terbaik yang ada di depanku saat ini!”

·         “Jika kamu melakukan kewajibanmu dengan baik, maka hal-hal lainnya akan datang belakangan kepadamu”

·         “Sebuah perusahaan, tidak akan sukses kecuali didukung oleh karyawan” (waktu membuat Manifesto for Growth)

·         “Nasihat ayahku yangs elalu kuingat: Selalu berjuang untuk yang terbaik!”

·         “Jika Anda tidak bisa memotivasi gugus terdepan Anda, Anda tidak bisa menjadi pemimpin bisnis!”

·         “Ingat supirpun punya telinga!”

·         “Ketika Anda menaiki tangga karir Anda mungkin Anda melihat hantu dimana-mana yang mencoba menhancurkan karir Anda, padahal itu adalah imajinasi Anda yang sedang mengeluarkan yang terbaik dari diri Anda!”

·         “Seorang pemimpin tidak boleh takut pada konflik namun juga tidak boleh keras kepala untuk menerima masukan orang”

·         “Setiap anjing panti punya kutu, saat menerima anjing itu kita juga harus menerima kutunya juga”

Senin, 15 Oktober 2012

Majalah China Town dan Artikel "MOTIVATOR MUDA SEDANG NAIK DAUN"

 

 
Dalam Majalah China Town edisi Oktober 2012 baru-baru ini, dimuat profil tentang “Motivator Muda: Sedang Naik Daun”. Disitu, ada profil saya yang ditampilkan bersama dengan beberapa rekan dan sahabat motivator muda lainnya seperti: Rudy Lim, Urgyn Rinchen Sim, Bong Chandra, Merry Riana, Christian Adrianto dan Ongky Hajanto.
 
Memang, waktu itu salah seorang reporternya yang friendly yakni Mas Azis, berkunjung ke rumah untuk interview. Namun, Mas Azis tidak menyebutkan bahwa tulisannya adalah untuk profil “Motivator Muda”, sehingga jadi semacam surprised buat saya. Terus terang, andaikan waktu itu reporternya menyebutkan judul tulisan utamanya, mungkin saya akan bercandain, “Emangnya saya masih tergolong muda?” Tapi bagaimanapun, thanks ya redaksi China Town, kalau memang masih dianggap muda…..
 
Terus, komentar saya tentang artikel profil MOTIVATOR MUDA NAIK DAUN di Majalah China Town ini?
 
Pertama, saya yakin masih banyak para motivator dan para inspirator muda yang belum dimunculkan disini. Saya pribadi, tidak terlalu suka filosofi “Saya terbaik, maka yang lain adalah yang terjelek”. Bagi saya pekerjaan motivator adalah kerja mulia dimana semua orang punya panggilan khusus yakni menginspirasi kehidupan yang lebih baik. Jadi, nggak bisa dikatakan mana yang lebih bagus dan mana yang lebih buruk. Sama-sama punya tujuan yang mulia. Mungkin saja, kalau dikatakan ada lebih populer dan ada yang belum terlalu dikenal, iya! Tetapi kalau dikatakan lebih baik, hal tersebut akan melanggar nalar logika seorang motivator. Misalkan ada yang lebih suka dengan gaya motivasinya seorang Mario Teguh, ada yang lebih suka dengan gaya Andrie Wongso, ada yang lebih suka dengan Tung Desem Waringin, ada yang lebih suka James Gwee, ada pula yang suka dengan gayanya Anthony Dio Martin. Bagi saya, selama itu menginspirasi, dan membuat kehidupan orang itu lebih baik. Kepada siapapun, seharusnya tidak menjadi masalah!
 
Kedua, saya menganggap tulisan ini sebagai penghargaan atas pekerjaan motivator. Sebenarnya tidak peduli siapapun yang ditampilkan dalam majalah ini, intinya adalah penghargaan bagi pekerjaan motivator yang “SEDANG NAIK DAUN”. Saya ingat betapa sulitnya bagi saya untuk menjelaskan kepada Ibu saya tentang apa yang saya lakukan sekitar 10 tahun lalu. Akibatnya,  cukup lama Ibu saya hanya mengetahui bahwa pekerjaan saya hanyalah “seorang pengajar”. Memang sih, casingnya seorang motivator adalah pengajar, tapi ia juga seorang praktisi dan master di bidangnya. So, thanks kepada majalah China Town yang mengangkat topik pekerjaan motivator ini. Ini adalah sebuah apresiasi bagi kerja para motivator.
 
Ketiga, komentar saya mengenai majalah China Town. Terus terang, saya belum pernah dengar majalah ini hingga sang reporternya, Mas Azis meng-SMS saya. "Memangnya ada majalah China Town?" tanya saya. Tapi, setelah searching di internet, saya baru tahu kalau ada majalah China Town ini serta sudah cukup lama (jadi saya betul-betul ketinggalan soal ini). Nah, saya sendiri ketika pertama kali mendengar namanya, sempat berpikir, “Kok kesannya agak primordial (kesukuan)?”. Namun, setelah saya lihat contoh majalahnya dan artikel-artikel yang dibahasnya, saya mulai memikirkan sisi positif dari majalah komunitas seperti ini. Sebagai seorang dengan latar belakang pers, saya menilai itulah sebuah segmentasi demografis, disamping ada ada pula pers yang segmentasinya berdasarkan topik atau minat. Akhirnya, saya sendiri, sampai saya menulis di FB saya www.anthonydiomartin.com/go/facebook harapan saya bahwa majalah semacam ini bukannya menambah sekat-sekat kesukuan, tetapi justru memberikan inspirasi tentang kiprah orang-orang Tionghoa di Indonesia serta memotivasi orang-orang Tionghoa bagaimana memberikan kontribusi yang lebih banyak bagi bangsa Indonesia. Setelah membaca majalah ini, para Tionghoa di Indonesia seharusnya berpikiran “Banyak rekan-rekan Tionghoa yang sukses dan memberi kontribusi banyak bagi bangsa Indonesia, bagaimna saya dapat melakukannya?”, bukannya “Saya orang Tionghoa, memang berbeda dengan suku yang lainnya”. Kalau setelah membaca majalah ini, tidak memberikan inspirasi yang demikian bagi para Chinese di Indonesia, maka misi majalah ini gagal....
 
Akhir kata, thanks dan sukses untuk Majalah China Town dan para motivator yang ditampilkan di edisi kali ini….