Senin, 15 Oktober 2012

Majalah China Town dan Artikel "MOTIVATOR MUDA SEDANG NAIK DAUN"

 

 
Dalam Majalah China Town edisi Oktober 2012 baru-baru ini, dimuat profil tentang “Motivator Muda: Sedang Naik Daun”. Disitu, ada profil saya yang ditampilkan bersama dengan beberapa rekan dan sahabat motivator muda lainnya seperti: Rudy Lim, Urgyn Rinchen Sim, Bong Chandra, Merry Riana, Christian Adrianto dan Ongky Hajanto.
 
Memang, waktu itu salah seorang reporternya yang friendly yakni Mas Azis, berkunjung ke rumah untuk interview. Namun, Mas Azis tidak menyebutkan bahwa tulisannya adalah untuk profil “Motivator Muda”, sehingga jadi semacam surprised buat saya. Terus terang, andaikan waktu itu reporternya menyebutkan judul tulisan utamanya, mungkin saya akan bercandain, “Emangnya saya masih tergolong muda?” Tapi bagaimanapun, thanks ya redaksi China Town, kalau memang masih dianggap muda…..
 
Terus, komentar saya tentang artikel profil MOTIVATOR MUDA NAIK DAUN di Majalah China Town ini?
 
Pertama, saya yakin masih banyak para motivator dan para inspirator muda yang belum dimunculkan disini. Saya pribadi, tidak terlalu suka filosofi “Saya terbaik, maka yang lain adalah yang terjelek”. Bagi saya pekerjaan motivator adalah kerja mulia dimana semua orang punya panggilan khusus yakni menginspirasi kehidupan yang lebih baik. Jadi, nggak bisa dikatakan mana yang lebih bagus dan mana yang lebih buruk. Sama-sama punya tujuan yang mulia. Mungkin saja, kalau dikatakan ada lebih populer dan ada yang belum terlalu dikenal, iya! Tetapi kalau dikatakan lebih baik, hal tersebut akan melanggar nalar logika seorang motivator. Misalkan ada yang lebih suka dengan gaya motivasinya seorang Mario Teguh, ada yang lebih suka dengan gaya Andrie Wongso, ada yang lebih suka dengan Tung Desem Waringin, ada yang lebih suka James Gwee, ada pula yang suka dengan gayanya Anthony Dio Martin. Bagi saya, selama itu menginspirasi, dan membuat kehidupan orang itu lebih baik. Kepada siapapun, seharusnya tidak menjadi masalah!
 
Kedua, saya menganggap tulisan ini sebagai penghargaan atas pekerjaan motivator. Sebenarnya tidak peduli siapapun yang ditampilkan dalam majalah ini, intinya adalah penghargaan bagi pekerjaan motivator yang “SEDANG NAIK DAUN”. Saya ingat betapa sulitnya bagi saya untuk menjelaskan kepada Ibu saya tentang apa yang saya lakukan sekitar 10 tahun lalu. Akibatnya,  cukup lama Ibu saya hanya mengetahui bahwa pekerjaan saya hanyalah “seorang pengajar”. Memang sih, casingnya seorang motivator adalah pengajar, tapi ia juga seorang praktisi dan master di bidangnya. So, thanks kepada majalah China Town yang mengangkat topik pekerjaan motivator ini. Ini adalah sebuah apresiasi bagi kerja para motivator.
 
Ketiga, komentar saya mengenai majalah China Town. Terus terang, saya belum pernah dengar majalah ini hingga sang reporternya, Mas Azis meng-SMS saya. "Memangnya ada majalah China Town?" tanya saya. Tapi, setelah searching di internet, saya baru tahu kalau ada majalah China Town ini serta sudah cukup lama (jadi saya betul-betul ketinggalan soal ini). Nah, saya sendiri ketika pertama kali mendengar namanya, sempat berpikir, “Kok kesannya agak primordial (kesukuan)?”. Namun, setelah saya lihat contoh majalahnya dan artikel-artikel yang dibahasnya, saya mulai memikirkan sisi positif dari majalah komunitas seperti ini. Sebagai seorang dengan latar belakang pers, saya menilai itulah sebuah segmentasi demografis, disamping ada ada pula pers yang segmentasinya berdasarkan topik atau minat. Akhirnya, saya sendiri, sampai saya menulis di FB saya www.anthonydiomartin.com/go/facebook harapan saya bahwa majalah semacam ini bukannya menambah sekat-sekat kesukuan, tetapi justru memberikan inspirasi tentang kiprah orang-orang Tionghoa di Indonesia serta memotivasi orang-orang Tionghoa bagaimana memberikan kontribusi yang lebih banyak bagi bangsa Indonesia. Setelah membaca majalah ini, para Tionghoa di Indonesia seharusnya berpikiran “Banyak rekan-rekan Tionghoa yang sukses dan memberi kontribusi banyak bagi bangsa Indonesia, bagaimna saya dapat melakukannya?”, bukannya “Saya orang Tionghoa, memang berbeda dengan suku yang lainnya”. Kalau setelah membaca majalah ini, tidak memberikan inspirasi yang demikian bagi para Chinese di Indonesia, maka misi majalah ini gagal....
 
Akhir kata, thanks dan sukses untuk Majalah China Town dan para motivator yang ditampilkan di edisi kali ini….

0 komentar:

Posting Komentar