Smart Emotion RadioTalk

HR Excellency.

ELT,PLT Trainers Meet

MWS Indonesia.

with Abdul and the Coffee Theory

Seminar Kecerdasan Emosi bersama Suara Pembaruan.

Great Trainer in Action

ELT Certification Workshop.

Minggu, 27 Juli 2014

Haruskah Memaafkan Di Hari Yang Fitri?

Haruskah Memaafkan Di Hari Yang Fitri?
 
Pagi-pagi ini, saya terbangun. Suasana agak sepi karena semalam terdengar begitu meriahnya suara beduk takbiran serta petasan dan kembang api dimana-mana. Hening. Rata-rata masih tertidur tapi sebagian mungkin sedang bersiap-siap untuk shalat Ied. Iya..ini adalah hari Lebaran! Lantas, saya membuka BB, penuh dengan pesan ucapan Minal Aidin plus ucapan permohonan maaf lahir dan batin. Ada yang terbaca begitu tulus, tapi ada yang mungkin sekedar mengikuti tradisi saja.
 
Tulus atau tidak, hari ini kita diajak merenung soal tradisi serta kewajiban maaf memaafkan ini.  Dalam radiotalk saya yang terakhir di SmartFM (23/7/2-14), saya membahas detil soal makna psikologis dari berpuasa dan memaafkan. Kalau ketinggalan, dan berminat mendengarkan ataupun download isi obrolan seru itu, ini dia linknya:
 
 
Bersyukur juga pada kesempatan Idul Fitri ini, kita semua diberikan tuntutan yang tidak mudah…memaafkan. Memang sih lebih gampang menngucapkan ataupun menuliskan kata-katanya, tetapi pertanyaannya benarkah kita bisa betul-betul memaafkan.
 
Belajar dari pengalaman pribadi. Saya butuh waktu beberapa tahun pula untuk sungguh melupakan dan memaafkan salah seorang partner bisnis yang sangat melukai bisnis kami. Waktu itu perasaan saya cukup disakiti dan saya sempat bertanya, “Saya tidak pernah menipu dan mencuranginy. I have been treating him so wel, but why? Mengapa saya harus dibalas dengan cara seperti ini?” Tapi, dengan berjalannya waktu saya belajar, mencoba memahami dan berempati dalam kondisinya. Lambat laun, saya bisa memaafkannya bahkan mulai perlahan saya bisa melupakan apa yang pernah dilakukannya itu.
 
4 Tipe Orang Memaafkan!
Bicara soal memaafkan, ada tipe orang yang sulit memaafkan, dan juga sulit melupakan. Jadi tatkala ditanya kamu maafkan aku ya? Jawabnya? “No Way! Tiada maaf buatmu”. Ini orang yang penuh dendam.
 
Tapi, ada juga yang tipenya, dia mencoba melupakan, tapi nggak memaafkan. Ngomongnya sih memaafkan. Kalau di SMS dan email, termasuk bertatap muka, kalimatnya sih “Saya maafin kamu!”. Tetapi dari hati terdalamnya, rasa sakit hati itu masih muncul. Dan setiap kali terungkit, makan rasa sakit hati itu akan muncul lagi.
 
Dan soal tipe ketiga, saya pun teringat kisah ini. Ada sebuah obrolan manarik antara suami dan istri, suatu ketika seorang istri bicara dngan suaminya. "Pak-pak, ingat nggak kesalahan papi sepuluh tahun lalu? Suaminya bertanya,"Lho,bukannya kamu udah maapin. Iya, sih. Mami cuma mau ingatin, sepuluh tahun lalu papi pernah salah!". Nah, menurut Anda, udah maapin atau belum ya?
 
Nah, yang susah adalah yang tipe terakhir, memaafkan dan melupakan. Mungkin karena perintah agama, kita belajar untuk memaafkan. Mungkin maaf kitapun tulus. Tetapi untuk bisa betul-betul melupakan, bukanlah suatu hal mudah. Lagipula, kecenderungan pikiran kita adalah terus-menerus memutar kembali „film“ kesalahan atau kejahatan yang pernah dilakukan orang itu di kepala kita.
 
Jadi, dengan mengacu pada keempat tipe itu, tatkala kita mengatakan MEMAAFKAN, di tipe manakah kita? Jangan-jangan kita hanya di tipe yang cuma sekedar ngomong tetapi tidak pernah bisa memaafkan secara sungguh-sungguh!
 
Bagaimana Cara Pikir Orang Yang bisa Memaafkan?
Fred Luskin dalam bukuya yang menarik, “Forgive for Good” mengajarkan kepada kita mindset orang yang betul-betul bisa memaafkan sampai tuntas. Saya sendiri sampai sekarang masih berusaha belajar bagaimana memaafkan secara penuh. Tapi ini pembelajaran kemaangan mental yang kita butuhkan. Berikut ini adalah kesimpulan penting dari mindset orang-orang yang akhirnya mampu memaafkan. Ayo, kita belajar dari mereka di hari yang Fitri ini.
Tiga mindset penting mereka bisa memaafkan sampai tuntas. Apakah itu?
Pertama, Mereka dapat memberikan suatu penjelasan rasional tertentu terhadap sikap orang lain yang telah membuat diri mereka tersinggung. Meskipun kedengarannya hanya sebuah “excuse” tapi mencoba memahami, dan mencoba melihat niat orang dibalik kesalahan yang dilakukan, ternyata membantu. Memang, menurut Fred Luskin, bukan berarti orang yang memaafkan itu selalu setuju dengan tindakan orang yang bersalah itu, tetapi mereka mencoba untuk menerima bahwa orang bisa bisa berbuat salah, karena cara berpikirnya yang keliru dan terbatas…mungkin juga karena kekurangan dan pengalaman mereka yang dulunya bermasalah. Jadi, mereka mencoba memahaminya.
 
Dua, mereka tahu bahwa menyimpan rasa marah dan dan dendam justru merusak orang yang menyimpannnnya (kesehatan). Fred Luskin mewawancarai dan menyimpulkan secara kesehatan, orang yang menyimpan dendam ternyata lebih sering sakit dan bermasalah secara kesehatan. Bahkan, ada beberapa penyakit hingga dalam bentuk fisik seperti kanker yang penyebabnya terkait dengan dendam berkepanjangan.
 
Ketiga, merekapun  percaya bahwa kemarahan dan rasa benci menyimpan enegri negatif yang menolak dan membuat berbagai berkat dan anugrah Tuhan tidak bisa hadir. Ini penjelasan yang agak spiritual. Intinya, mereka yang memaafkan percaya bahwa mereka sendiri tidak lepas dari dosan dan salah, jadi mereka pun berusaha memaafkan. Mereka percaya, dengan mau memaafkan, maka merekapun di maafkan Tuhan. Dan dengan demikian, mereka percaya pula, berkat yang melimpah dari Tuhan, tidak tertahan oleh hambatan pikiran mereka yang tidak mau memaafkan.
 
Dan menurut saya, ketiga pikiran itu menarik untuk kita cerna dan benchmark, atau kita tiru.
Tapi saya sendiri meyakini satu hal penting. Bahwa jalan kehidupan yang masih akan lewati, jangan sampai dibuat terseret-seret gara-gara terus membawa beban “batu-batu” masalah berupa kesalahan dan kebencian kita kepada masa lalu ataupun orang yang pernah melukai kita. Apalagi kalau orang itu telah tidak ada dan orang itu mungkin entah pergi kemana. Sementara, orang itu mungkin telah hidup bersuka cita dan bersenang-senang atau sudah entah kemana, lantas mengapa kita terus menyiksa diri kita?
 
So, haruskah kita belajar memaafkan di hari yang Fitri ini? Jawabnya…harus. Dan ini moment yang bagus, dimana kita diingatkan kembali! Selamat Idul Fitri!
 
Salam Antusias,
Anthony Dio Martin
 
Twitterku: anthony_dmartin
 

Sabtu, 26 Juli 2014

BUKU MOCIL, MOTIVASI KECIL YANG MENYENTIL! (Tips Menulis Buku Motivasi Versimu)


BUKU MOCIL, MOTIVASI KECIL YANG MENYENTIL!

(Tips Menulis Buku Motivasi Versimu)

 




“GAGAL? Siapa yang tidak pernah gagal? Tetapi, kegagalan adalah ibarat anak tangga yang akan membawa kita kepada kesuksesan kita. Asalkan saja, kita tidak gampang menyerah atau gampang berhenti. Lihatlah maksa dari kata GAGAL itu sendiri. Tahu kamu artinya GAGAL? GAGAL = GA GAMPANG LELAH! Artinya, gagal nggak boleh membuat kita lelah adan kemudian menyerah!”


 

Itulah salah satu inspirasi yang ditulis oleh seorang sahabat saya di Bandung, Launa Rissadia. Pendek, singkat dan menyentak. Tapi  ya tulisannya sendiri nggak persis begitu itu. Lebih panjang dikit. Tapi yang jelas setiap artikel panjangnya hanya sekitar 7 hingga 12 kalimat saja. So, pendek dan ringkas kan?
 
Nah, ceritanya beberapa minggu lalu, sebenarnya tepatnya sudah sebulan, Launa mengirimkan bukunya sebagai kenang-kenangan untukku. Karena berbagai kesibukan, saya baru membacanya beberapa hari ini. Simple, sederhana tetapi menarik untuk dibaca.
 
Sebagai seorang pengumpul buku dan hobinya senang menulis, Launa, begitulah disebutkan dalam biografinya, cukup kreatif memunculkan buku motivasi kecil ini. Mengapa? Saya merasa buku motivasi kecil (meski, ukurannya nggak kecil lho), bisa menginspirasi Anda untuk belajar bagaimana membuat buku motivasi dan inspirasi versi dirimu sendiri.
 
 
Belajar dari MoCil, Bagaimana Tips Membuat Buku Motivasi Versimu?

Pertama, buku ini merupakan kumpulan artikel dan tulisan yang pendek-pendek. Ini ide yang brilian. Saya sering banget menerima di BB saya, kumpulan inspirasi yang dibuat setiap hari. Atau, mungkin Anda termasuk yang hobi bikin blog , bikin status yang agak panjang di FB. Nah, kumpulan tulisan inspirasi itu bisa lho dikumpukan untuk menjadi  sebuah buku. Malahan, saya punya seorang peserta workshop “Great Trainer in Action” di Bandung yang punya hobi menarik. Ia cerita kalau dirinya hobi mengamati apapun yang terjadi. Lantas, apa yang diamatinya ia tulis ke BBnya. Jadi di BB-nya penuh dengan tulisan pendek hasil perenungannya. Saya mencoba membaca salah satunya, ternyata isinya sangat menyentuh. Maka, saya pun mendorongnya menjadikan buku motivasi.

Kedua, buku motivasi tidak perlu panjang-panjang. Malahan semakin pendek, semakin berisi dan kita pun dilatih untuk berpikir semakin ringkas. Sebenarnya, thanks to Twitter! Kalau dirimu ingin menulis di Twitter, hanya boleh 140 karakter. Saya sempat berjuang setengah mati untuk menulis di twitter lho. Soalnya saya punya kecenderungan menulis panjang. Nah, dengan adanya twitter, kita dilatih untuk memikirkan dengan padat apa yang mau kita sampaikan. Dan kembali ke buku kecil karya sahabat saya Launa Rissadia ini, juga memberikan inspirasi untuk menulis dengan ringkas, pendek dan “bernas” apa yang mau kita sampaikan. Bahasa gampangnya, nggak bertele-tele.

Ketiga, bagaimana menerbitkannya? Buku MoCil karya Launa Rissadia ini memang diterbitkan melalui TrimKom Publishing House di Bandung. Jadi, kalau beruntung, buku motivasi versi kecilmu bisa aja diterbitkan oleh penerbit yang tertarik. Tapi, kalaupun nggak ada, yang mau menerbitkan, jangan berkecil hati!  Sekarang ini sudah banyak model self publishing, atau sekarang ini pun, sudah banyak program yang bisa membuat ebook versimu. Bahkan hamu bisa mendesain versi covermu jadi kelihatan bagus. Saya sendiri punya beberapa buku yang sekarang ini, saya terbitkan sendiri. Ada pula yang hanya saya bagikan dalam versi ebook.  Misalkan yang saya terbitkan melalui versi ebook ini:
 


 
Intinya, sekali lagi belajar dari buku MoCil, Motivasi Kecil ini, semoga menginspirasi kita juga bahwa ternyata tidak perlu dari para motivator besar, mungkin Anda pun punya banyak inspirasi hidup yang bisa Anda bagikan serta jadi berkat buat orang lain. Thanks Launa Rissadia untuk buku dan inspirasinya memuat buku MoCil ini!

 

Antusiaslah mewujudkan mimpimu!

 
Anthony Dio Martin

*tweet: @anthony_dmartin

Kamis, 24 Juli 2014

BARANG LANGKAKAH: “CANTIK DAN PINTER” ITU?

BARANG LANGKAKAH:
“CANTIK DAN PINTER” ITU?
 
Belakangan ini, dunia maya heboh dengan postingan soal atlet voli asal Kazakhstan, Sabina Altynbekova.  Ia mendadak menjadi buah bibir di dunia internet sepanjang pekan ini. Paras cantiknya Sabina jadi perbincangan di berbagai media social. Hal ini dipicu setelah salah satu user 9gag.com (situs guyonan) memposting foto-foto aksinya di lapangan. Menurut berita, paras ayu Sabina terpantau para pecinta voli setelah tampil di kejuaraan voli Asia di China Taipei, Asian Women Volleyball U-19 Championship ke-17, yang digelar pada 16-24 Juli 2014 lalu. Kini, kalau Anda mengetik namanya di mesin pencari, dengan mudahnya Anda melihat berbagai posenya  Sabina Altynbekova di lapangan maupun di luar lapangan. Wuih! Memang cantik parasnya!
 
Di salah satu group yang berisi kawan-kawan sekolah, foto Sabina pun menjadi perbincangan. Dan gara-gara itulah, saya jadi ikut-ikutan berkomentar.
 
“Psikologi Labelling”
Apa yang jadi perbincangan menarik adalah soal cantik dan pintar. Dalam hal ini, Sabina memang punya paras yang cantik. Tetapi, yang membuatnya langka adalah aksinya di lapangan voli. Tampaknya kita sedang bermain dengan stereotipe. Kayak label yang biasa kita berikan sama cewek atau cowok.
 
Misalkan gini, cowok nggak boleh ke dapur (padahal kenyataannya, banyak chef justru cowok). Atau, cewek biasanya lebih identik dengan model, bintang film atau penyanyi. Bukan di dunia olah raga.
 
Nah, dengan paras seperti Sabina, orang mungkin lebih mengkategorikan sebagai bintang film atau penyanyi, tapi bukan sebagai olah ragawan. Karna itu, mungkin kita jadi berpikir, “Kenapa dengan paras kayak begitu nggak jadi bintang film atau model ya?”
 
Ngomong-ngomong, saya kok jadi yakin, kalau setelah begitu terkenal namanya di dunia maya, sebentar lagi akan ada yang menawarinya jadi bintang iklan atau jadi model. Mungkin tak lama lagi kita akan melihatnya jadi bintang model.
 
Tapi, kembali ke soal labeling yang sering kita berikan. Kadang ada plus dan minusnya. Plusnya, kita mengarahkan seseorang sesuai dengan sex role-nya. Ada pekerjaan tertentu yang sudah dikategorikan sesuai dengan jenis kelaminnya. Itu memang mempermudah. Tapi, di sisi lain, sebenarnya ini juga, jadi amat membatasi. Saya masih ingat tatkala, masuk ke sebuah taxi dan disupiri oleh seorang wanita di Ibukota ini beberapa tahun silam. Saya sempat kaget. Soalnya, (saya mungkin ketinggalan sola ini), sungguh nggak expect akan melihat seorang supir taxi yang cewek. Tapi, ternyata malahan, setelah saya rasanya,  supir wanita justru lebih berhati-hati tatkala menjadi supir.
 
Label Bagi Wanita Cantik
Saya pun teringat waktu pelajaran psikologi sosial, ada pelajaran soal gender. Ternyata hasil penelitian menunjukkan jadi wanita cantik itu juga membawa malapetaka juga. Mereka umumnya kena dampak stereotype. Salah satu stereotype yang kental di dunai barat adalah “Blonde is stupid”. Jadi cewek-cewek yang blonde, yang banyak merias diri, biasanya otaknya pas-pasan alias bodoh. Jadi, seringkali, wanita cantik itu identik dengan bodoh, nggak bisa ngapain-ngapain. Malahan ketika sukses, orang seringkali mencibir, “Ya jelas aja sukses, pake modal tampang aja sih!”. Jadi, menjadi cantik, pintar apalagi sukses, biasanya terasa agak menentang “standar” yang diciptakan masayarakat.
 
Padahal kan sebenarnya sah-sah saja, ketika kecantikan diikuti dengan sesuatu yang mulia. Kita masih anggap langka, tatkala seorang wanita cantik jadi politisi, atau wanita cantik jadi ilmuwan atau wanita cantik jadi olahragawan. Dalam hal ini, sebenarnya pantaslah kita berdecak kagum untuk Sabina dengan mengatakan, “Hebat ya. Udah cakep, tapi pinter voli”. Dan syukur-syukur komentar ini, bisa dipakai untuk memotivasi rekan-rekan wanita yang parasnya cantik, “Ayo dong jangan cuma bergantung pada modal paras yang cantik. Tapi buktikan bahwa otak serta kemampuan kalian juga sama bagusnya!”.  
 
So, bagaimana pendapatmu tatkala orang bilang “Banyak orang cantik, tapi bodoh”? Setujukah?
 
 
Antusias mewujudkan mimpimu!
 
Anthony Dio Martin
 
*tweet: @anthony_dmartin
*fanpage: www.anthonydiomartin.com/go/facebook