Smart Emotion RadioTalk

HR Excellency.

ELT,PLT Trainers Meet

MWS Indonesia.

with Abdul and the Coffee Theory

Seminar Kecerdasan Emosi bersama Suara Pembaruan.

Great Trainer in Action

ELT Certification Workshop.

Senin, 22 Desember 2014

“BERSEKOLAHLAH, KALAU KAMU MEMANG JANTAN!”



Puisi ini dibuat setelah saya menghadapi seorang Ibu yang punya problem dengan anaknya yang tidak mau bersekolah. Anak ini sebenarnya pandai tapi juga punya keingin tidak mau sekolah. Anak itu banyak membaca tulisan-tulisan yang mengatakan, “Nggak perlu sekolah untuk jadi orang sukses!”. Karena itulah, saya tergelitik untuk menulis puisi ini. Saya membayangkan, kalau yang tidak mau bersekolah itu adalah anak saya sendiri. Maka inilah komunikasi saya dengannya. Di satu sisi, saya ingin mengatakan kepada si orang tuanya tersebut, “Berbahagialah karena anak ibu termasuk orang yang kritis!” Sementara, banyak anak yang pergi kesekolah dan tidak pernah bertanya dan bahkan juga tidak peduli dengan kehidupannya.

Jumat, 12 Desember 2014

“KETIKA PEMAHAMAN MULAI DIPORAK-PORANDAKAN” (Trend Demistifikasi Tokoh Legenda, Superhero serta Tokoh Kitab Suci)



Ini lagi ngentrend rupanya! Holywood lagi hobi membuat film yang “mendemistifikasi” para tokoh dan legenda!

Demistifikasi itu apa sih? Penjelasan sederhananya, demistifikasi adalah berbagai upaya untuk menghilangkan sesuatu yang selama ini dianggap mitos, legenda, dll.

Sebagai contoh, sejak kecil kita mengenal sosok superhero Superman, manusa pembela kebenaran. Manusia baja yang tidak tembus peluru, bisa terbang dan punya kemampuan melihat menembus sinar. Dalam film Superman Returns di tahun 2006 digambarkan jalinan asmara Superman dengan Lois Lane yang ternyata memberinya anak. Superman ternyata punya anak? Iya, itulah yang ditunjukkan di film ini. Hasil perkawinan tanpa pernikahan, antara si alien “Superman” dengan manusia bumi bernama Lois Lane.

Sabtu, 29 November 2014

Karyawan Berprestasi: Sumber Iri atau Inspirasi?



Johan (25) adalah karyawan sukses di sebuah perusahaan multinasional di negeri ini. Perjalanan karirnya tergolong cepat. Di usia mudanya itu, ia telah jadi manager. Nyaris tiap tahun ia dipromosikan. Banyak proyek yang sukses digarapnya. Atasannya pun seringkali meminta advis dari dirinya. Dirinya tergolong aktif. Juga banyak memberikan, sekaligus mengeksekusi ide-ide yang cemerlang. Hampir tiap tahun ia mendapatkan plakat, “Best Employee of the year”.

Kamis, 27 November 2014

Cerdas Emosi Kalau Bikin Status SosMed



 Kasihan dengan Florence Sihombing! Awalnya, karna jengkel lantaran nggak bisa mengisi bensin di SPBU Lempuyangan, Yogya, si mahasiswa S2 UGM ini mulai membuat status kemarahannya. Dalam tulisan di pathnya, Florence, Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja”. Lantas ada kalimat lagi di Twitternya seperti, “Yogya sucks”, dll. Gara-gara status di media social inilah, orang-orang Yogyapun menjadi berang.

Senin, 24 November 2014

Tidur dan Kecerdasan Emosional Anda!



Di bulan Oktober 2009, dunia, khususnya di India, terkejut. Seorang pebisnis terkemuka CEO (Chief Operating Officer) perusahaan SAP terkemuka di India, Ranjan Das, meninggal dunia dalam usia yang sangat muda 42 tahun. Soal meninggal, mungkin itu sudah biasa dan mungkin saja memang sudah menjadi takdirnya. Tetapi menariknya, penyelidikan menunjukkan bahwa meninggalnya Ranjan Das ada hubungannya dengan soal tidur. Bahkan, dalam acaranya TV terkenal India yakni “Boss Day’s Out” yang masih bisa diakses hingga sekarang, Ranjan Das bercerita soal dirinya yang merasa kurang tidur. Rata-rata, ia hanya tidur sekitar 4 hingga 5 jam sehari. Padahal, Ranjan Das memperhatikan pola makan dan juga soal olah raga rutin. Dakterpun lantas, mengaitkan antara kurang tidurnya Ranjan Das dengan kematian yang dialaminya. Nah, seberapa pentingnya tidur, bagi fisik dan EQ (kecerdasan emosi Anda)? Mari kita simak!

Rabu, 05 November 2014

Aktifkan dan Optimalisasi GPS Sukses Anda !



Lack of direction, not lack of time, is the problem. We all have twenty-four hour days.” – Zig Ziglar

Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan teknologi sedang berkembang dengan sangat pesatnya. Ada salah satu teknologi yang berkembang dan saat ini mulai banyak digunakan, salah satunya di Indonesia. Teknologi itu bernama Global Positioning System (GPS). Dengan adanya teknologi ini maka tentunya siapa pun tidak akan tersesat di perjalanan, bahkan saat ini pun beberapa jenis handphone sudah terdapat aplikasi GPS, dengan sebutan Navigator.

Minggu, 24 Agustus 2014

Atlit, The Real Motivator!

(Pengalaman Motivasi Persiapan Kontingen Indonesia untuk Asian Games 2014)
“Saya percaya…
Para atlit adalah contoh motivator yang sukses!
Kalau tidak karena mereka mampu memotivasi diri mereka sendiri, tidak mungkin mereka bisa menjalankan latihan yang kreas, diet yang ketat, jadwal yang padat serta jatuh bangun mencetak prestasi hingga akhirnya bisa mewakili bangsa ke tingkat internasional!
Lagipula, tidak semua atlit nasional pun bisa berkesempatan untuk menjadi bertanding di ajang internasional.
Untuk mewakili Indonesia saja, mereka harus mengalahkan ribuan atlit lain di Indonesia, serta menjadi pemenang. Mereka ini, sebenarnya sudah menjadi motivator besar bagi diri mereka sendiri!”
 
Karena itulah, memberi motivasi bagi para atlit yang sudah menjadi “motivator” bagi dirinya sendiri itu merupakan suatu hal yang rasanya tidak gampang.
Tepatnya tanggal 17 Agustus 2014 lalu. Hari yang biasanya diawali dengan upacara. Tapi pada hari itu juga, ada tantangan memberikan “pembekalan motivasi” kepada para atlit kontingen Indonesia yang pada tanggal 19 September – 4 Oktober akan bertanding di Asian Games ke-17 di Incheon, Korea.
Terus terang, ini pemberitahuan yang dadakan. Panitianya pun menyadari.
Adalah Bp Irwan Amrun, sebagai Kasubag Psikologi Olah raga yang pertama kali approach saya dan meminta kesediaan memberikan pembekalan motivasi itu.
Ragu-ragu awalnya. Tetapi dalam hati saya muncul suara “Inilah kesempatan berkontribusi buat olah raga Indonesia yang sedang dalam sorotan, melalui apa yang bisa saya lakukan yakni motivasi. Alasan kedua, ini tantangan yang mengasyikan dan saya menyukai tantangannya!”.
Maka meski waktu persiapan hanya dua hari, sayapun mengiyakan.
 
Di tanggal 17 Agustus 2014, maka seluruh atlitpun dikumpulkan (kecuali yang sedang latih tanding ataupun sedang punya jadwal latihan di luar kota). Diawali dengan upacara, lantas dilanjutkan dengan acara berkumpul di Aula Gedung KONI Pusat. Pengarahan dimulai oleh Ketua Satlak Program Indonesia Emas (PRIMA) Bp. Suwarno. Setelah itu, acara sesi motivasipun dimulai.
 
Dari sudut pandang motivasi, menciptakan motto adalah sesuatu yang penting dan bisa menjadi “anchor” yang menyemangati. Maka, saya pun menciptakan sebuah motto selama seminar yakni: “INDONESIA: I’LL GIVE YOU MY BEST” yang diteriakkan 3 kali dengan mengepalkan tangan seperti karateka yang memukul batu bata! Eh, tapi ternyata tim Program Indonesia Emas pun telah menciptakan slogan motto yakni “INDONESIA: BISA! INDONESIA: JUARA!”. Tapi, saya pikir, semoga saja motto baru yang saya ciptakan bisa melengkapi. 
 
Seminar ini pun saya beri judul “THE WINNING FORMULA”. Intinya, untuk menjadi atlit yang sukses, selain butuh skills serta kemampuan olah raga yang memadai juga membutuhkan karakter yang kuat. Makanya, saya memperkenalkan Formula Sukses yakni: WINNING=SUKSES=VISI+IMAJINASI+AKSI+EMOSI.
 
Ada berbagai contoh dan kisah para atlit yang menginspirasi yang saya coba bawakan untuk menginspirasi peserta: kisah emosional John McEnroe vs Jimmy Connors, kisah sukses Bruce Jenner, Sergey Bubka, pelatih Vince Lombardi, kisah lucu atlit Eric Moussambani, kisah pemanah Howard Hill, dan masih banyak lagi. Dan karena bicara soal motivasi atlit, saya pun bicara dari sudut keahlian saya, soal emosi. Nah, dalam seminar 1,5 jam ini, saya menekankan perlunya atlit mengalahkan suara monster (self talk negative) serta mengalahkan emosi-emosi yang menghambat selama pertandingan.
Dan khusus di bagian ini, ada salah satu topik bahasan yang juga disukai Bp.Suwarno selaku ketua Satlak “Program Indonesia Emas” (PRIMA), yakni soal 4 tipe emosional atlit. Nah, pada kesempatan ini saya ingin sharingkan soal 4 tipe emosional atlit ini.
 

4 Tipe Emosional Atlit
 
Bicara emosi, sebenarnya kalau kita perhatikan biasanya ada 4 tipe emosional atlit yang menarik untuk dicermati. Makanya, saya menyebutnya menjadi 4 tipe emosional atlit, yakni: tipe batu bara, tipe uap panas, tipe kayu rapuh dan akhirnya tipe air yang tenang.
 
 
Tipe pertama “batu bara”, adalah atlit yang di pertandingan dia awalnya tenang. Sama seperti batu bara. Awalnya dia hitam, dingin. Tapi sejalan dengan pertandingan, ia pun jadi panas dan emosian. Khususnya, ketika ia mulai kalah, ia pun jadi panik. Mulailah menjadi emosinya menjadi tak terkendali. Serena William adalah contoh yang bagus untuk hal ini. Dunia masih mengingat kejadian dimana Serena Willaim kalah di tahun 2009 (kalah dari Kim Clijster) serta 2011 (kalah dari Samantha Stosur). Namun kekalahan ini diwarnai dengan kemarahan Serena Williams yang tiba-tiba meledak tak terkendali di lapangan. Orang lain, termasuk wasitpun menjadi sasarannya! Sampai-sampai Serena Williams pun kena denda!
 
Tipe kedua, uap panas. Inilah yang tipe atlit yang sejak masuk ke lapangan sudah panas dan emosi. Sama seperti uap panas. Ia butuh untuk dikeluarkan sesegera mungkin. Bagi si atlit, justru itulah yang dirasakan memberikan motivasi “membunuh lawan” kepadanya. Bagi saya, tingkat emosi seperti ini bisa kita lihat pada Mike Tyson. Tiap kali ia memasuki lapangan, ia ibaratkan uap panas yang siap membakar musuh-musuhnya. Memang kadang ini efektif. Tapi, karena perlu segera dikeluarkan, staminanya menjadi tidak panjang. Ketika mendapatkan musuh yang gampang berkelit dan siap dengan rally-rally yang panjang, si uap panas ini menjadi semakin frustrasi, dan makin tidak terkendali pemainannya. Ujung-ujungnya merekapun kalah!
 
Tipe ketiga, tipe kayu rapuh. Inilah atlit yang tampak tegar diluar, tapi rapuh di dalam. Tipe ini menggambarkan atlit yang emosinya penuh kecemasan dan ketakutan, juga ketidak berdayaan. Inilah atlit yang sudah kalah secara emosional sebelum bertanding. Para psikolog olah raga menyebutkan, tidak banyak atlit besar yang lahir dari tipe ini. Mereka ini sering tidak yakin, ragu-ragu dan bahkan minder. Menerapkan target yang tinggi pada orang seperti ini, hanya akan menciptakan rasa cemas yang berlebihan pada atlit semacam ini.
 
Tipe keempat, tipe air yang tenang. Inilah tipe zen master dalam mengelola emosi. Ia tenang, lebih tepatnya ia menyerang dan bertanding dengan emosi yang tenang dan cerdik. Tipe inilah yang seperti digambarkan oleh Bruce Lee, “Be water my friend, be water!” (jadilah seperti air, sahabatku!). Bruce Lee sendiri, dalam berbagai kesempatan menjadi contoh tipe emosional yang tenang, tapi “menghanyutkan”. Salah satu atlit  yang tergolong disini adalah petinju Filipina yang cukup tenang emosinya tapi mematikan di ring yakni Manny Pacquiao. Dalam pertandingan kedua, Timothy Bradley sempat mengolok-olok dan mengejek “Pacman” Pacquiao dengan kasarnya. Namun, reaksi “Pacman” tetap tenang bahkan bisa membuktikan kemenangan di pertandingan kedua April 2014 lalu.
 
Akhirnya…
Memang kalau kita perhatikan, motivasi selama 1,5 jam tidaklah terlalu lama. Dan pertanyaanya, apakah akan bermanfaat bagi para atlit. Toh, tinggal sebulan lagi waktu pertandingannya. Tetapi, kalau kita katakan, tetap saja lebih baik daripada tidak diberikan bekal motivasi sama sekali.
Di luar negeri, profesi psikologi olah raga serta para motivivator olah raga, sudah biasa. Bahkan, saya memiliki rekan trainer dan motivator di Inggris, yang tugasnya adalah mendampingi para atlit bertanding. Ada beberapa club yang ia temani. Memang sih tidak semua pertandingan pasti dimenangkan dengan adanya motivator ataupun para psikolog olah raga ini. Tapi, minimal, kalaupun mereka kalah, tidak akan membuatnya terlalu terpuruk, frustasi bahkan tidak punya nyali untuk bertanding lagi.
 
Dan saya pun percaya, kesempatan yang saya lakukan bersama dengan kontigen Indonesia untuk Asian Games ini, akan membuka kesempatan bagi para motivator lain di Indonesia, untuk membantu dan terlibat mendukung prestasi para atlit kita. Ayo, sama-sama kita buat Indonesia bergengsi karena olah raga kita yang makin maju, bukan yang sebaliknya!
 

Selasa, 19 Agustus 2014

Psikologi Penipuan: “Mengapa Orang Bisa Mudah Ditipu?”



Saya betul-betul kaget. Dia seorang trainer. Dia berpendidikan. Orangnya sangat kritis, cemerlang. Dia sahabatku. Tapi ketika dengan lesu dia mengatakan bahwa dirinya tertipu hampir 7 juta, saya nyaris tidak percaya? Modul penipuannya gimana? Temenku mulai cerita. Awalnya dia menerima email dari seseorang yang konon berasal dari Afrika. Konon menurut email ini, orang Afrika iu mencari orang yang bisa menyimpan uangnya. Plus cerita lengkap dengan link kejadian di email. Dengan data cukup meyakinkan, merekapun berkomunikasi. Awalnya, temen trainer saya ini rada sangsi. Tapi keingintahuannya ternyata menjebaknya. Komunikasi mereka makin mendalam dan akhirnya, temen saya ini bersedia membantu menampung uangnya. Ia pun dijanjikan uang. Tapi, inilah kesalahan terbesarnya…si temen saya ini harus mengirimkan uang untuk membantu memberikan jaminan bahwa uangnya bisa ditransfer ke dia. Awalnya sekitar 3 juta. Lantas, ternyata tidak cukup. Saat itulah, si temen saya ini cerita, dia udah mulai curiga. Tapi kan uangnya sudah ia transfernya. Ibaratnya, udah kepalang basah. Makanya, ia pun diminta mentransfer 4 juta lagi. Ia pun terpaksa melakukannya. Tunggu punya tunggu, uangnya yang dijanjikan tidak pernah dikirimkan kepadanya. Malahan, setelah 7 juta, si orang itu beralasan lagi butuh duit dari dia untuk mengeluarkan uangnya. Kali ini, dia sudah sadar bahwa dirinya ditipu mentah-mentah! Tapi itu sudah terlambat!
 
Hingga sekarang pun, saya sendiri secara personal masih sering menerima email penipuan seperti itu. Ada lha yang mengaku dirinya berasal dari lembaga PBB, dll. Pokoknya macam-macam. Ada pula yang yang cerita kalau dia adalah janda yang tengah mewarisi harta kekayaan serta mencari orang untuk diberikan hartanya. Bener lho email seperti ini, masih sering saya terima. Mungkin Anda juga demikian? Selain email ada juga bentuk penipuan yang cukup marak di mall. Modusnya dengan menjual sesuatu barang. Awalnya ada barang yang sedang “on sale”. Nah, kalau kita membeli satu, kita bisa mengambil undian. Lantas, dari undian itu, setelah dibuka isinya seperti, “Selamat Anda mendapat diskon 75%”. Dengan pura-pura nyaris tidak percaya, si petugas akan menelpon entah kepada siapa untuk memastikan apakah itu benar atau tidak. Lantas, terjadilah percakapan untuk membuat scenario itu tampak meyakinkan. Setelah itu, dengan berbinar-binar si pejaga stand akan mengatakan, “Selamat! Anda betul-betul beruntung! Jarang lho yang bisa dapat diskon 75%”. Bahkan, beberapa penjaga toko yang lain, ikut mendatangi dan memberi selamat. Andapun didorong untuk segera melakukan pembelian. Ujung-ujungnya, Anda sedang ditipu mereka!
 

Kok Bisa-Bisanya Tertipu?

Motif untuk mendapatkan keuntungan, ataupun keserakahan, adalah motif yang membuat orang menjadi gampang tertipu. Nah, para penipu ulang biasanya akan menggunakan “cool button” (tombol dingin) ini untuk membuat seseorang jadi tidak berfungsi secara logis. Orang pun mulai berandai-andai dan berharap. Saat itulah, fungsi logika dhentikan. Disini, orang lebih digerakkan oleh nafsu untuk menang, nafsu untuk mendapatkan keuntungan dengan mudah, nafsu cepat menjadi kaya. Dan itulah yang membuat seseorang jadi gelap mata.
 
Padahal, kalau kita menggunakan logika dan akal sehat, mestinya kita bisa berpikir dengan sederhana, bahwa sesuatu yang too good to be true, harusnya perlu dicurigai. Bayangkan saja, mengapa orang yang dari entah berantah, negeri Afrika yang begitu luas, harus email kamu untuk minta bantuan. Anda sendiri saja, kalau punya uang sebanyak itu akan meminta bantuan pada saudara atau orang yang Anda kenal. Kenapa mesti minta tolong sama orang tidak Anda kenal? Ini saja patut untuk dicuigai! Apalagi, kalau kemudian, Anda diminta harus menyetorkan uang dahulu. Artinya, kalau orang itu tulus melakukan sesuatu, mengapa mesti ada pengorbanan dari Anda? Termasuk kalau yang melakukan penjualan begitu murah dan too good to be true, perlu dipertayakan: apakah karena barangnya rusak? Ataukah karena barangnya tidak laku? Ataukah itu barang curian?
 
Tulisan ini tidak mengajarkan Anda untuk curiga, tetapi menanamkan kewaspadaan. Memang bedanya tipis. Tetapi, tatkala berhadapan dengan oarng yang tidak dikenal dan situasi yang too good to be true, mestinya kita mengembangkan “radar kewaspadaan” kita. Jangan membiarkan emosi keinginan menang, kaya ataupun keserakahan lantas membuat logika kita jadi bantu. Biasanya, tatkala logika kita buntu, disitulah kita gampang menjadi mangsa para penipu. So again, waspadalah!
 

Bagaimana Mencegah Diri Supaya Tidak Tertipu?

Pertama, mindsetnya adalah waspada. Ketika seseorang menawari sesuatu yang terlalu bagus kedengarannya, berusahalah untuk waspada. Bahkan orang yang dikenal saja bisa menipu, apalagi yang tidak dikenal sama sekali. Lebih baik berpikir waspada, tatapi kemudian Anda salah, karena toh bisa meminta maaf. Daripada Anda begitu percayanya, tetapi kemudian menyesal, namun sudah terlambat!
 
Kedua, jangan langsung merespon dengan melakukan apa yang diminta. Biasanya, dalam istilah kecerdasan emosional, logika kita sedang terbajak. Jadi, ambil jeda waktu untuk memikirkan dan merenungkan apa yang ditawarkan kepada Anda.
 
Tiga, bicara dan ngobrol dengan orang. Kadangkala, kalau sesuatu itu too good to be true, orang lain bisa menasihati kita karena mereka punya sudut pandang yang berbeda. Malahan, kadangkala orang lain bisa berpikir lebih jernih karena mereka dalam posisi sebagai orang ketiga, yang tidak punya “kelekatan emosional” dengan situasi itu. Malah, terkadang ada orang lain yang mungkin pernha tertipu ataupun pernah mengalami situasi tersebut, justru bisa memberikan “peringatan” kepada kita.
 
Empat, kalau sempat cek latar belakang orang itu. Jadi, janganlah terburu-buru percaya. Kalau ada kesempatan, lakukan cek baik melalui telepon, melalui email ataupun internet. Misalkan saja, saat ini muncul juga jenis peniupan dengan modus undian berhadiah. Tiba-tiba dikatakan Anda dapat undian berhadiah. Cobalah cek ke perusahaan dan nomer kontak resminya, apakah betul memang Anda mendapatkan hadiah. Jangan mengecek melalui no telpon ataupun email yang diberikan orang yang mengatakan Anda mendapatkan hadiah, karena biasanya mereka kongkalikong. Coba cari nomer lain yang resmi! Cek sejenak, agak merepotkan tetapi ini akan menyelamatkan nasib Anda supaya tidak ditipu orang!
 
Lima, kaau perlu lakukan test sederhana. Pasti dong ada bedanya antara orang yang jujur dengan orang yang tujuannya menipu kita. Orang yang jujur, biasanya tidak akan keberatan untuk berkorban atau melakukan sesuatu yang kita butuhkan karena memang niatnya untuk membantu kita. Dan kalaupu kita menolaknya, biasanya mereka nggak akan tersinggung. Jadi, cobalah berani untuk test mereka. Misalkan saja, kalau memang niatnya mau minta bantuan kita untuk menyimpan uangnya, tanyakan saja apakah berani mereka yang mengirimkan Anda uangnya. Atau, kalaupun undian berhadiah itu benar, mintalah hadiahnya dikirim dulu ke rumah Anda. Tantanglah mereka. Biasanya mereka akan sangat marah dan jengkel, ketika Anda bereaksi tidak percaya kepada mereka. Kalau sudah bersikap demikian, bisanya kemungkinan besar mereka ini mau menipu Anda!
 
So, kesimpulannya: “Lebih baik waspada, daripada menyesal belakangan”
 
 
 
***
 
Anthony Dio Martin
"Best EQ trainer Indonesia", direktur HR Excellency, ahli psikologi, speaker, penulis buku-buku best seller, host program Smart Emotion di radio SmartFM Jakarta dan host di TV Excellent, kolomnis rubrik Spirit di harian Bisnis Indonesia. Twitter: @anthony_dmartin dan fanpage: www.anthonydiomartin.com/go/facebook, website: www.hrexcellency.com)
 

Minggu, 27 Juli 2014

Haruskah Memaafkan Di Hari Yang Fitri?

Haruskah Memaafkan Di Hari Yang Fitri?
 
Pagi-pagi ini, saya terbangun. Suasana agak sepi karena semalam terdengar begitu meriahnya suara beduk takbiran serta petasan dan kembang api dimana-mana. Hening. Rata-rata masih tertidur tapi sebagian mungkin sedang bersiap-siap untuk shalat Ied. Iya..ini adalah hari Lebaran! Lantas, saya membuka BB, penuh dengan pesan ucapan Minal Aidin plus ucapan permohonan maaf lahir dan batin. Ada yang terbaca begitu tulus, tapi ada yang mungkin sekedar mengikuti tradisi saja.
 
Tulus atau tidak, hari ini kita diajak merenung soal tradisi serta kewajiban maaf memaafkan ini.  Dalam radiotalk saya yang terakhir di SmartFM (23/7/2-14), saya membahas detil soal makna psikologis dari berpuasa dan memaafkan. Kalau ketinggalan, dan berminat mendengarkan ataupun download isi obrolan seru itu, ini dia linknya:
 
 
Bersyukur juga pada kesempatan Idul Fitri ini, kita semua diberikan tuntutan yang tidak mudah…memaafkan. Memang sih lebih gampang menngucapkan ataupun menuliskan kata-katanya, tetapi pertanyaannya benarkah kita bisa betul-betul memaafkan.
 
Belajar dari pengalaman pribadi. Saya butuh waktu beberapa tahun pula untuk sungguh melupakan dan memaafkan salah seorang partner bisnis yang sangat melukai bisnis kami. Waktu itu perasaan saya cukup disakiti dan saya sempat bertanya, “Saya tidak pernah menipu dan mencuranginy. I have been treating him so wel, but why? Mengapa saya harus dibalas dengan cara seperti ini?” Tapi, dengan berjalannya waktu saya belajar, mencoba memahami dan berempati dalam kondisinya. Lambat laun, saya bisa memaafkannya bahkan mulai perlahan saya bisa melupakan apa yang pernah dilakukannya itu.
 
4 Tipe Orang Memaafkan!
Bicara soal memaafkan, ada tipe orang yang sulit memaafkan, dan juga sulit melupakan. Jadi tatkala ditanya kamu maafkan aku ya? Jawabnya? “No Way! Tiada maaf buatmu”. Ini orang yang penuh dendam.
 
Tapi, ada juga yang tipenya, dia mencoba melupakan, tapi nggak memaafkan. Ngomongnya sih memaafkan. Kalau di SMS dan email, termasuk bertatap muka, kalimatnya sih “Saya maafin kamu!”. Tetapi dari hati terdalamnya, rasa sakit hati itu masih muncul. Dan setiap kali terungkit, makan rasa sakit hati itu akan muncul lagi.
 
Dan soal tipe ketiga, saya pun teringat kisah ini. Ada sebuah obrolan manarik antara suami dan istri, suatu ketika seorang istri bicara dngan suaminya. "Pak-pak, ingat nggak kesalahan papi sepuluh tahun lalu? Suaminya bertanya,"Lho,bukannya kamu udah maapin. Iya, sih. Mami cuma mau ingatin, sepuluh tahun lalu papi pernah salah!". Nah, menurut Anda, udah maapin atau belum ya?
 
Nah, yang susah adalah yang tipe terakhir, memaafkan dan melupakan. Mungkin karena perintah agama, kita belajar untuk memaafkan. Mungkin maaf kitapun tulus. Tetapi untuk bisa betul-betul melupakan, bukanlah suatu hal mudah. Lagipula, kecenderungan pikiran kita adalah terus-menerus memutar kembali „film“ kesalahan atau kejahatan yang pernah dilakukan orang itu di kepala kita.
 
Jadi, dengan mengacu pada keempat tipe itu, tatkala kita mengatakan MEMAAFKAN, di tipe manakah kita? Jangan-jangan kita hanya di tipe yang cuma sekedar ngomong tetapi tidak pernah bisa memaafkan secara sungguh-sungguh!
 
Bagaimana Cara Pikir Orang Yang bisa Memaafkan?
Fred Luskin dalam bukuya yang menarik, “Forgive for Good” mengajarkan kepada kita mindset orang yang betul-betul bisa memaafkan sampai tuntas. Saya sendiri sampai sekarang masih berusaha belajar bagaimana memaafkan secara penuh. Tapi ini pembelajaran kemaangan mental yang kita butuhkan. Berikut ini adalah kesimpulan penting dari mindset orang-orang yang akhirnya mampu memaafkan. Ayo, kita belajar dari mereka di hari yang Fitri ini.
Tiga mindset penting mereka bisa memaafkan sampai tuntas. Apakah itu?
Pertama, Mereka dapat memberikan suatu penjelasan rasional tertentu terhadap sikap orang lain yang telah membuat diri mereka tersinggung. Meskipun kedengarannya hanya sebuah “excuse” tapi mencoba memahami, dan mencoba melihat niat orang dibalik kesalahan yang dilakukan, ternyata membantu. Memang, menurut Fred Luskin, bukan berarti orang yang memaafkan itu selalu setuju dengan tindakan orang yang bersalah itu, tetapi mereka mencoba untuk menerima bahwa orang bisa bisa berbuat salah, karena cara berpikirnya yang keliru dan terbatas…mungkin juga karena kekurangan dan pengalaman mereka yang dulunya bermasalah. Jadi, mereka mencoba memahaminya.
 
Dua, mereka tahu bahwa menyimpan rasa marah dan dan dendam justru merusak orang yang menyimpannnnya (kesehatan). Fred Luskin mewawancarai dan menyimpulkan secara kesehatan, orang yang menyimpan dendam ternyata lebih sering sakit dan bermasalah secara kesehatan. Bahkan, ada beberapa penyakit hingga dalam bentuk fisik seperti kanker yang penyebabnya terkait dengan dendam berkepanjangan.
 
Ketiga, merekapun  percaya bahwa kemarahan dan rasa benci menyimpan enegri negatif yang menolak dan membuat berbagai berkat dan anugrah Tuhan tidak bisa hadir. Ini penjelasan yang agak spiritual. Intinya, mereka yang memaafkan percaya bahwa mereka sendiri tidak lepas dari dosan dan salah, jadi mereka pun berusaha memaafkan. Mereka percaya, dengan mau memaafkan, maka merekapun di maafkan Tuhan. Dan dengan demikian, mereka percaya pula, berkat yang melimpah dari Tuhan, tidak tertahan oleh hambatan pikiran mereka yang tidak mau memaafkan.
 
Dan menurut saya, ketiga pikiran itu menarik untuk kita cerna dan benchmark, atau kita tiru.
Tapi saya sendiri meyakini satu hal penting. Bahwa jalan kehidupan yang masih akan lewati, jangan sampai dibuat terseret-seret gara-gara terus membawa beban “batu-batu” masalah berupa kesalahan dan kebencian kita kepada masa lalu ataupun orang yang pernah melukai kita. Apalagi kalau orang itu telah tidak ada dan orang itu mungkin entah pergi kemana. Sementara, orang itu mungkin telah hidup bersuka cita dan bersenang-senang atau sudah entah kemana, lantas mengapa kita terus menyiksa diri kita?
 
So, haruskah kita belajar memaafkan di hari yang Fitri ini? Jawabnya…harus. Dan ini moment yang bagus, dimana kita diingatkan kembali! Selamat Idul Fitri!
 
Salam Antusias,
Anthony Dio Martin
 
Twitterku: anthony_dmartin
 

Sabtu, 26 Juli 2014

BUKU MOCIL, MOTIVASI KECIL YANG MENYENTIL! (Tips Menulis Buku Motivasi Versimu)


BUKU MOCIL, MOTIVASI KECIL YANG MENYENTIL!

(Tips Menulis Buku Motivasi Versimu)

 




“GAGAL? Siapa yang tidak pernah gagal? Tetapi, kegagalan adalah ibarat anak tangga yang akan membawa kita kepada kesuksesan kita. Asalkan saja, kita tidak gampang menyerah atau gampang berhenti. Lihatlah maksa dari kata GAGAL itu sendiri. Tahu kamu artinya GAGAL? GAGAL = GA GAMPANG LELAH! Artinya, gagal nggak boleh membuat kita lelah adan kemudian menyerah!”


 

Itulah salah satu inspirasi yang ditulis oleh seorang sahabat saya di Bandung, Launa Rissadia. Pendek, singkat dan menyentak. Tapi  ya tulisannya sendiri nggak persis begitu itu. Lebih panjang dikit. Tapi yang jelas setiap artikel panjangnya hanya sekitar 7 hingga 12 kalimat saja. So, pendek dan ringkas kan?
 
Nah, ceritanya beberapa minggu lalu, sebenarnya tepatnya sudah sebulan, Launa mengirimkan bukunya sebagai kenang-kenangan untukku. Karena berbagai kesibukan, saya baru membacanya beberapa hari ini. Simple, sederhana tetapi menarik untuk dibaca.
 
Sebagai seorang pengumpul buku dan hobinya senang menulis, Launa, begitulah disebutkan dalam biografinya, cukup kreatif memunculkan buku motivasi kecil ini. Mengapa? Saya merasa buku motivasi kecil (meski, ukurannya nggak kecil lho), bisa menginspirasi Anda untuk belajar bagaimana membuat buku motivasi dan inspirasi versi dirimu sendiri.
 
 
Belajar dari MoCil, Bagaimana Tips Membuat Buku Motivasi Versimu?

Pertama, buku ini merupakan kumpulan artikel dan tulisan yang pendek-pendek. Ini ide yang brilian. Saya sering banget menerima di BB saya, kumpulan inspirasi yang dibuat setiap hari. Atau, mungkin Anda termasuk yang hobi bikin blog , bikin status yang agak panjang di FB. Nah, kumpulan tulisan inspirasi itu bisa lho dikumpukan untuk menjadi  sebuah buku. Malahan, saya punya seorang peserta workshop “Great Trainer in Action” di Bandung yang punya hobi menarik. Ia cerita kalau dirinya hobi mengamati apapun yang terjadi. Lantas, apa yang diamatinya ia tulis ke BBnya. Jadi di BB-nya penuh dengan tulisan pendek hasil perenungannya. Saya mencoba membaca salah satunya, ternyata isinya sangat menyentuh. Maka, saya pun mendorongnya menjadikan buku motivasi.

Kedua, buku motivasi tidak perlu panjang-panjang. Malahan semakin pendek, semakin berisi dan kita pun dilatih untuk berpikir semakin ringkas. Sebenarnya, thanks to Twitter! Kalau dirimu ingin menulis di Twitter, hanya boleh 140 karakter. Saya sempat berjuang setengah mati untuk menulis di twitter lho. Soalnya saya punya kecenderungan menulis panjang. Nah, dengan adanya twitter, kita dilatih untuk memikirkan dengan padat apa yang mau kita sampaikan. Dan kembali ke buku kecil karya sahabat saya Launa Rissadia ini, juga memberikan inspirasi untuk menulis dengan ringkas, pendek dan “bernas” apa yang mau kita sampaikan. Bahasa gampangnya, nggak bertele-tele.

Ketiga, bagaimana menerbitkannya? Buku MoCil karya Launa Rissadia ini memang diterbitkan melalui TrimKom Publishing House di Bandung. Jadi, kalau beruntung, buku motivasi versi kecilmu bisa aja diterbitkan oleh penerbit yang tertarik. Tapi, kalaupun nggak ada, yang mau menerbitkan, jangan berkecil hati!  Sekarang ini sudah banyak model self publishing, atau sekarang ini pun, sudah banyak program yang bisa membuat ebook versimu. Bahkan hamu bisa mendesain versi covermu jadi kelihatan bagus. Saya sendiri punya beberapa buku yang sekarang ini, saya terbitkan sendiri. Ada pula yang hanya saya bagikan dalam versi ebook.  Misalkan yang saya terbitkan melalui versi ebook ini:
 


 
Intinya, sekali lagi belajar dari buku MoCil, Motivasi Kecil ini, semoga menginspirasi kita juga bahwa ternyata tidak perlu dari para motivator besar, mungkin Anda pun punya banyak inspirasi hidup yang bisa Anda bagikan serta jadi berkat buat orang lain. Thanks Launa Rissadia untuk buku dan inspirasinya memuat buku MoCil ini!

 

Antusiaslah mewujudkan mimpimu!

 
Anthony Dio Martin

*tweet: @anthony_dmartin

Kamis, 24 Juli 2014

BARANG LANGKAKAH: “CANTIK DAN PINTER” ITU?

BARANG LANGKAKAH:
“CANTIK DAN PINTER” ITU?
 
Belakangan ini, dunia maya heboh dengan postingan soal atlet voli asal Kazakhstan, Sabina Altynbekova.  Ia mendadak menjadi buah bibir di dunia internet sepanjang pekan ini. Paras cantiknya Sabina jadi perbincangan di berbagai media social. Hal ini dipicu setelah salah satu user 9gag.com (situs guyonan) memposting foto-foto aksinya di lapangan. Menurut berita, paras ayu Sabina terpantau para pecinta voli setelah tampil di kejuaraan voli Asia di China Taipei, Asian Women Volleyball U-19 Championship ke-17, yang digelar pada 16-24 Juli 2014 lalu. Kini, kalau Anda mengetik namanya di mesin pencari, dengan mudahnya Anda melihat berbagai posenya  Sabina Altynbekova di lapangan maupun di luar lapangan. Wuih! Memang cantik parasnya!
 
Di salah satu group yang berisi kawan-kawan sekolah, foto Sabina pun menjadi perbincangan. Dan gara-gara itulah, saya jadi ikut-ikutan berkomentar.
 
“Psikologi Labelling”
Apa yang jadi perbincangan menarik adalah soal cantik dan pintar. Dalam hal ini, Sabina memang punya paras yang cantik. Tetapi, yang membuatnya langka adalah aksinya di lapangan voli. Tampaknya kita sedang bermain dengan stereotipe. Kayak label yang biasa kita berikan sama cewek atau cowok.
 
Misalkan gini, cowok nggak boleh ke dapur (padahal kenyataannya, banyak chef justru cowok). Atau, cewek biasanya lebih identik dengan model, bintang film atau penyanyi. Bukan di dunia olah raga.
 
Nah, dengan paras seperti Sabina, orang mungkin lebih mengkategorikan sebagai bintang film atau penyanyi, tapi bukan sebagai olah ragawan. Karna itu, mungkin kita jadi berpikir, “Kenapa dengan paras kayak begitu nggak jadi bintang film atau model ya?”
 
Ngomong-ngomong, saya kok jadi yakin, kalau setelah begitu terkenal namanya di dunia maya, sebentar lagi akan ada yang menawarinya jadi bintang iklan atau jadi model. Mungkin tak lama lagi kita akan melihatnya jadi bintang model.
 
Tapi, kembali ke soal labeling yang sering kita berikan. Kadang ada plus dan minusnya. Plusnya, kita mengarahkan seseorang sesuai dengan sex role-nya. Ada pekerjaan tertentu yang sudah dikategorikan sesuai dengan jenis kelaminnya. Itu memang mempermudah. Tapi, di sisi lain, sebenarnya ini juga, jadi amat membatasi. Saya masih ingat tatkala, masuk ke sebuah taxi dan disupiri oleh seorang wanita di Ibukota ini beberapa tahun silam. Saya sempat kaget. Soalnya, (saya mungkin ketinggalan sola ini), sungguh nggak expect akan melihat seorang supir taxi yang cewek. Tapi, ternyata malahan, setelah saya rasanya,  supir wanita justru lebih berhati-hati tatkala menjadi supir.
 
Label Bagi Wanita Cantik
Saya pun teringat waktu pelajaran psikologi sosial, ada pelajaran soal gender. Ternyata hasil penelitian menunjukkan jadi wanita cantik itu juga membawa malapetaka juga. Mereka umumnya kena dampak stereotype. Salah satu stereotype yang kental di dunai barat adalah “Blonde is stupid”. Jadi cewek-cewek yang blonde, yang banyak merias diri, biasanya otaknya pas-pasan alias bodoh. Jadi, seringkali, wanita cantik itu identik dengan bodoh, nggak bisa ngapain-ngapain. Malahan ketika sukses, orang seringkali mencibir, “Ya jelas aja sukses, pake modal tampang aja sih!”. Jadi, menjadi cantik, pintar apalagi sukses, biasanya terasa agak menentang “standar” yang diciptakan masayarakat.
 
Padahal kan sebenarnya sah-sah saja, ketika kecantikan diikuti dengan sesuatu yang mulia. Kita masih anggap langka, tatkala seorang wanita cantik jadi politisi, atau wanita cantik jadi ilmuwan atau wanita cantik jadi olahragawan. Dalam hal ini, sebenarnya pantaslah kita berdecak kagum untuk Sabina dengan mengatakan, “Hebat ya. Udah cakep, tapi pinter voli”. Dan syukur-syukur komentar ini, bisa dipakai untuk memotivasi rekan-rekan wanita yang parasnya cantik, “Ayo dong jangan cuma bergantung pada modal paras yang cantik. Tapi buktikan bahwa otak serta kemampuan kalian juga sama bagusnya!”.  
 
So, bagaimana pendapatmu tatkala orang bilang “Banyak orang cantik, tapi bodoh”? Setujukah?
 
 
Antusias mewujudkan mimpimu!
 
Anthony Dio Martin
 
*tweet: @anthony_dmartin
*fanpage: www.anthonydiomartin.com/go/facebook