Senin, 22 Desember 2014

“BERSEKOLAHLAH, KALAU KAMU MEMANG JANTAN!”



Puisi ini dibuat setelah saya menghadapi seorang Ibu yang punya problem dengan anaknya yang tidak mau bersekolah. Anak ini sebenarnya pandai tapi juga punya keingin tidak mau sekolah. Anak itu banyak membaca tulisan-tulisan yang mengatakan, “Nggak perlu sekolah untuk jadi orang sukses!”. Karena itulah, saya tergelitik untuk menulis puisi ini. Saya membayangkan, kalau yang tidak mau bersekolah itu adalah anak saya sendiri. Maka inilah komunikasi saya dengannya. Di satu sisi, saya ingin mengatakan kepada si orang tuanya tersebut, “Berbahagialah karena anak ibu termasuk orang yang kritis!” Sementara, banyak anak yang pergi kesekolah dan tidak pernah bertanya dan bahkan juga tidak peduli dengan kehidupannya.
Ini adalah anak yang punya kesadaran diri, punya jiwa kepemimpinan diri dan daya kritis yang berguna. Andaikan kita punya banyak anak seperti ini, yang tinggal kita arahkan. Kepada orang tua yang menghadapi dilemma yang sama, saya persembahkan puisi ini. Oya, mohon maaf sebelumnya jika judul puisi ini kedengarannya seperti bias gender. Betul-betul ketika  menulis saya mengimajinasikan sedang berkomunikasi dengan anak saya yang kebetulan dua-duanya laki-laki!  Buat yang anaknya perempuan, silakan menyesuaikan….


 “BERSEKOLAHLAH,  KALAU KAMU MEMANG JANTAN!”

Anakku,
Kamu bertanya, “Mengapa aku perlu sekolah, Ayah?”
“Toh banyak orang sukses tidak membutuhkan sekolah, dan mereka berhasil!”
Terus terang pertanyaanmu membuatku kagum dengan kepintaranmu, dengan daya kritismu dan juga semangat mudamu….

Anakku,
Memang, sekolah tidak menjadi jaminan…
Memang, sekolah tidak pula memberi sertifikat “Orang Sukses” ataupun “Orang Hebat” seperti yang kamu cita-citakan

Salahnya ayah juga, dan juga berbagai informasi yang mulai kelewatan
“Ngapain sekolah pintar-pintar. Toh banyak yang sekolah sukses tapi tidak sukses hidupnya!”
Itu memang benar sih….
Juga termasuk orang-orang seperti ayah, para motivator, dan juga para inspirator
Yang terus mengatakan,
“Nggak perlu sekolah pintar-pintarlah!”

Ijinkanlah ayah meluruskannya,
ijinkanlah Ayah berbagi pengalaman dan juga ide Ayah padamu…

Pernahkah kamu bertanya kepada para pekerja kasar, paa tukang yang bekerja apa saja,
Mengapa mereka seperti itu?
Mereka akan berkata, “Karena tak punya ijazah sekolah yang tinggi”

Anakku,
Saat ini, sekolah menjadi syarat kerja.
Sama seperti KTP menjadi syarat mendapatkan SIM.
Nggak peduli, waktu dapat KTP apakah kamu betul-betul sudah matang, masih kenanak-kanakan, ataukah masih tidur sama orang tua…
Tapi saat kamu sudaj punya KTP, kamu danggap sudah dewasa
Begitu juga saat kamu punya ijaza SMA, S-1 ataupun S-2, ada berbagai “kemudahan” dan “peluang” yang juga disediakan bagimu….oleh masyarakat
Suka atau tidak suka, begitulah kenyataannya…
Jadi dengan ijazah sekolahmu, memberikan peluang besar bagi hidupmu
Bukankah kamu paham,
“Dalam hidup ini lebih baik punya banyak pilihan, daripada hidup dengan pilihan yang terbatas!”
Nah, sekolah memberikanmu lebih banyak pilihan

Anakku,
Sebenarnya bukan ijazah sekolah yang kita butuhkan…
Ayah tidak mengharapkan ranking, atau juara
Apalagi, kamu mendapatkan juara itu tidak dengan sukacita
Tetapi, dibalik nilai rapor dan ijazah itulah…
Ada pembelajaran kehidupan yang sedang kamu buktikan…

Kamu harus melewati tantangan pelajaran, kamu harus bangun pagi-pagi,
Kamu harus bersekolah bahkan bermain bersama-sama dengan yang mungkin nyebelin kamu
Kamu harus berjuang melewati guru yang membosankan, guru yang galak, juga guru yang punya banyak luka batin tatkala menjadi guru, selain tentunya kamu juga akan punya guru…
Yang akan memberikan pengaruh positifnya untuk dikenang seumur hidupmu…
Kamu juga harus membuat strategi bagaimana caranya kamu tidak ketinggalan kelas,
Kamu harus berusaha supaya punya teman
Kamu juga harus mengatasi supaya tidak dibully, supaya tidak disingkirkan dalam pergaulan
Bahkan, kalau kamu beruntung kamu bisa diminta jadi pimpinan mereka
Sesekali kamu bisa unjuk kebolehanmu
Kamu juga mendapatkan laboratorium kehidupan yang penting,…
Siapa yang disukai, siapa yang tidak disukai, siapa yang ditaksir dan siapa yang digossipin
Kamupun harus berjuang melewati jam-jam yang tidak menyenangkan, mengatasi rasa kantukmu
Belajar mempersiapkan diri sebelum ulangan, sebelum ujian
Itulah yang lebih terpenting,…

Ayah tidak terlalu menuntut angkamu yang selalu harus sepuluh…
Tetapi Ayah hanya inginkan “Apakah kamu sudah berusaha maksimal untuk nilaimu itu”

Anakku,
Kelak kehidupan juga akan seperti begitu
Ketika kamu bekerja, ketika kamu berusaha ataupun kelak mempunyai usaha
Kamu akan punya target, kamu juga harus bersosialisasi,
Menghadapi jam-jam yang menyebalkan, mempersiapkan diri
Kadang harus unjuk kebolehan serta memimpin orang

Karena itu
Ketika ada kesempatan sekolah, lewatilah itu dan yang terpenting…belajarlah nikmatilah
Kelak kamu akan mengenangnya
Masa susah, masa gembira dan juga masa-masa yang mungkin menyebalkan rasa

Banyak orang sukses,
Tidak berkesempatan sekolah karena memang tidak punya peluang,
Karena miskin dan berasal dari keluarga yang tidak berada
Mereka tak bersekolah karena kondisi
Tapi kini kondisimu lebih baik,
Para orang sukses ini pasti mendukungmu untuk tetap bersekolah dengan baik
Bukan karena mengejar nilainya, tetapi karena mengejar nilai-nilai kehidupan dibalik bersekolah

Anakku,
Tidak sah buat dirimu untuk mengatakan berskolah itu tidak penting, tatkala kamu belum menyelesaikan sekolah sama sekali
Kamu berhak mencela dan menganggap sekolah itu tak berguna,
Jika kamu bersekolah dan sukses, dan kemudian mengatakan ternyata tidak perlu sekolah, sah saja buatmu untuk menghina sekolah…tapi percayalah kamu tidak akan menghinanya karena kamu tahu sejelek-jeleknya sekolahmu…ia memberikan banya pelajaran kepadmu…
Tapi, selama kamu belum berhasil, pertimbangkanlah

Sekali lagi anakku,
Sekolah memang bukan syarat mutlak, tapi kamu membutuhkannya
Sekolah memang bukan yang terpenting, tapi yang terpenting adalah akhlak dan karaktermu
Tapi ahklah dan karaktermu akan banyak diuji melalui sekolahmu

“Mengapa ada yang tak bersekolah, dan tidak sukses?” tanyamu lagi
Ayah mengerti daya kritismu, ayah mengerti semangatmu untuk membuktikan kamu bisa sukses tanpa sekolah…
Tapi sebelum kamu nekat mencoba membuktikannya
Ayahpun bertanya,
“Tahukah kamu statistik mereka yang tidak bersekolah dan tidak berhasil”

Anakku,
Kamu harus bisa membedakan…
Tidak mau bersolah karena malas dan tidak suka dengan PR dan kebosanannya
Ataukah tidak mau sekolah karena kamu punya ide “hebat” yang ingin segera kamu wujudkan
Seperti seorang Bill Gates yang tidak sabar lagi untuk mewujudkan idenya, sebelum tamat dari Harvard
Anakku, kadang itu beda tipis…
Ada yang tidak mau bersekolah karena malas tapi menggunakan alasan, “Ngapain sekolah, tanpa sekolah bisa sukses kok!”

Anakku,
Kalau kamu memang bukan pengecut, tunjukkan kamu bisa bersekolah
Tunjukkan kamu bisa melewatinya
Tunjukkan kamu bisa melewati “game” kehidupan yang dipersiapkan di balik gerbang sekolah
Itulah game kehidupanmu
Ada score yang mesti kamu wujudkan,
Ada aturan yang mesti kamu ikuti,
Ada kompetitornya yang juga berusaha mencari angka, kamu pun berjuang lebih baik setiap hari
Dan setiap stage, kamu pun ditunjukkan scoremu…
Itulah permianan kehidupan yang mesti kamu jalani….

Dan kelak setelah bersekolah,
Tunjukkanlah bahwa kamu bisa lebih sukses dari apa yang diajarkan oleh guru-gurumu
Kelak, kamu bisa kembali ke sekolah dan dengan bolehlah dengan sombong berkata kepada gurumu bahwa
“Pak/Bu, ternyata sekolah ini tidak cukup. Saya bisa sukses karena banyak hal yang lebih dari sekolah yang harus saya pelajari sendiri!”
Meskipun sang guru mungkin akan merasa kamu kurang ajar…tapi dalam hati mereka akan bangga
Karna kamu lulus sekolah, dan lulus dalam kehidupan ini!

Jadi anakku, kalau kamu memang jantan…bersekolahlah dulu!


(Anthony Dio Martin)


0 komentar:

Posting Komentar