Kamis, 27 November 2014

Cerdas Emosi Kalau Bikin Status SosMed



 Kasihan dengan Florence Sihombing! Awalnya, karna jengkel lantaran nggak bisa mengisi bensin di SPBU Lempuyangan, Yogya, si mahasiswa S2 UGM ini mulai membuat status kemarahannya. Dalam tulisan di pathnya, Florence, Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja”. Lantas ada kalimat lagi di Twitternya seperti, “Yogya sucks”, dll. Gara-gara status di media social inilah, orang-orang Yogyapun menjadi berang.
Ia pun menjadi populer bahkan dianggap menjadi orang yang paling dicari di Yogya. Orang-orangpun berbalik marah kepadanya karena sebagai mahasiswi hukum di universtas yang ternama seperti UGM, tidaklah pantas Florence membuat status yang demikian. Dan gara-gara itulah, ia pun disidang oleh Dewan Kode Etik di UGM, juga ditangkap polisi bahkan sempat dipenjarakan. Meskipun, akhirnya dibebaskan kembali.

Padahal saya mencatat juga, sebelumnya, di bulan April 2014, ada seorang ada seorang wanita bernama Dinda yang juga dihujat lantaran statusnya kepada seorang ibu hamil. Dalam akun di path-nya, si Dinda berkata, "Benciii  bgt ama ibu2 hamil yg tiba2 dateng minta duduk.. yaa gw tau lw hamill tapi pliss dong berangkat pagi.. ke stasiun yg jauh sekalian biar dapet tempat duduk gw aja ga hamil bela2in berangkat pagi demi dapet tmpat duduk.. dasar emg ga mau susaah.... ckckck nyusain org..". Akhirnya, status ini mengundang reaksi dari berbgai pengguna jejaring social. Dinda pun jadi bahan cacian dan cemoohan banyak orang.

Sebelumnya lagi, long time ago, pernah terjadi di bulan Maret 2010, ada seorang bernama Ibnu Rachal Farmansyah juga dipaksa meminta maaf kepada mayarakat Bali. Hal ini dipicu oleh statusnya di FB pada saat Nyepi yang dianggap menghina. Ia pun sampai dikomentari dan diminta pergi dari Bali. Ternyata, usut punya usut, si Ibnu Rachal Farmansyah ternyata lagi stress dan punya masalah, serta sendirian di Bali. Dalam status FB sebelumnya dia pun cerita, “Gue diomelin bos, gue berantem sama sodara gue, duit pun juga ga punya,". Gara-gara stress, iseng dan sendirian itulah ia membuat status yang menyamakan hari raya Nyepi seperti kotoran. Pantas saja, masayarkat Balipun menjadi berang atas statusnya ini. Ibnu dianggap nggak sopan!

Cerdas Emosilah Kalau Mau Berkicau!
Pertama-tama, social media kita bukanlah diary. Ingatlah, itulah adalah media social. Artinya, media yang terhubung dengan orang lain. Kalaupun Anda sedang galau, kesel, marah ataupun benci, tulislah di diary yang tidak bisa dibaca orang. Tapi, janganlah sekali-kali menuliskannya di media social. Namanya, media social maka semua orang akan bisa membacanya. Jadi, meskipun yang punya akun itu adalah diri Anda pribadi, tetapi yang akan membaca dan menganalisa isinya adalah orang lain. Jadi, cerdas-cerdaslah saat mengungkapkan isi pikiran maupun perasaan Anda. Kalau tidak mau terbaca dan tidak ingin orang lain tersinggung oleh umpatan dan kemarahan Anda, janganlah menuliskannya di media social. Sekali lagi, social media bukanlah diary yang bisa jadi curhatan apa saja.

Kedua, janganlah mengumpat atau mengungkapkan kemarahan Anda melalui media social. Alasannya, Anda nggak bisa mengklarifikasi kalau ada yang tersinggung. Kalau dalam komunikasi tatap muka langsung, ada gesture dan gaya untuk membuat apa yang kita katakana menjadi tidak terlalu menyinggung. Selain itu ada kesempatan klarifikasi kan langsung maksud kita yang mungkin tidak ingin membuat orang lain tersinggung. Lha, kalau itu di media social? Satu-satunya yang orang baca dan lihat adalah apa yang kita tulis. Dalam kondisi begini, kesalahan persepsi bisa sangat besar. Karena itu, supaya orang tidak salah persepsi, janganlah tuliskan begitu saja di stastus sosialmu.

Ketiga, belajar lakukan self censorship! Artinya apa? Cobalah untuk melakukan ujian dengan bertanya pertanyaan kritis kepada dirimu sendiri. Ajukanlah tiga pertanyaan penting ini: (1) Apakah memang perlu dituliskan? (2) Apakah berkemungkinan membuat orang dengan latar belakang berbeda SARA tersinggung dengan apa yang kamu tuliskan? (3) Apakah itu bisa membuat orang bukannya meng-APRESIASI (menghargai) tapi justru MENDEPRESIASI (anggap hina) dirimu? Nah, kalau setelah menanyakan ketiga pertanyaan ini, dan Anda menganggap tidak ada masalah, maka kemungkin apa yang dituliskan itu tidak ada masalah.

Keempat, social media juga bukan tong sampah yang bisa jadi sasaran tumpahan semua emosi jengkel dan marahmu. Jadi, tatkala marah dan kesel, sebaiknya jangan menulis di social media. Tapi, kalaupun “ngebet” untuk menuliskannya, silakan tulis tapi jangan pernah di-send. Atau, syukur-syukur bikin status soal kondisi Anda tersebut, sejam atau beberapa jam kemudian. Kemungkinan besar, emosi kita lebih reda dan rasio kita pun akan berfungsi lebih “waras” sehingga status kita pun lebih bisa diterima akal sehat.

Intinya, pada saat ketika sedang mengalami emosi nggak menyenangkan yang tinggi, jangan langsung ungkapkan di status sosialmu. Soalnya, kita tidak perlu menjadi seperti si Florence atau si Ibnu ataupun si Dinda yang akhirnya harus minta maaf, lantaran berbalik dihujat dan dicaci makin puluhan bahkan ratusan orang akibat apa yang telah kita tuliskan itu. Kata pepatah, “Look before you leap” lihatlah sebelum kamu loncat. Begitu pula dalam hal membuat status media social terapkanlah, “Think before your write” (pikirkanlah sebelum kamu tuliskan!).



Anthony Dio Martin, "Best EQ trainer Indonesia", direktur HR Excellency, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah satu radio terkemuka di Indonesia, host beberapa acara di salah satu TV kabel di Indonesia, kolomnis di berbagai harian dan majalah. Website: www.anthonydiomartin.com dan twitter: @anthony_dmartin

0 komentar:

Posting Komentar