Kasihan dengan
Florence Sihombing! Awalnya, karna jengkel lantaran nggak bisa mengisi bensin
di SPBU Lempuyangan, Yogya, si mahasiswa S2 UGM ini mulai membuat status
kemarahannya. Dalam tulisan di pathnya, Florence, “Jogja miskin, tolol, dan tak
berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja”. Lantas ada kalimat lagi di Twitternya seperti, “Yogya sucks”, dll. Gara-gara status di media social inilah, orang-orang Yogyapun
menjadi berang.
Ia pun menjadi populer bahkan dianggap menjadi orang yang
paling dicari di Yogya. Orang-orangpun berbalik marah kepadanya karena sebagai
mahasiswi hukum di universtas yang ternama seperti UGM, tidaklah pantas
Florence membuat status yang demikian. Dan gara-gara itulah, ia pun disidang
oleh Dewan Kode Etik di UGM, juga ditangkap polisi bahkan sempat dipenjarakan.
Meskipun, akhirnya dibebaskan kembali.
Padahal saya mencatat juga,
sebelumnya, di bulan April 2014, ada seorang ada seorang wanita bernama Dinda
yang juga dihujat lantaran statusnya kepada seorang ibu hamil. Dalam akun di
path-nya, si Dinda berkata, "Benciii
bgt ama ibu2 hamil yg tiba2 dateng minta duduk.. yaa gw tau lw hamill
tapi pliss dong berangkat pagi.. ke stasiun yg jauh sekalian biar dapet tempat
duduk gw aja ga hamil bela2in berangkat pagi demi dapet tmpat duduk.. dasar emg
ga mau susaah.... ckckck nyusain org..". Akhirnya, status
ini mengundang reaksi dari berbgai pengguna jejaring social. Dinda pun jadi
bahan cacian dan cemoohan banyak orang.
Sebelumnya lagi, long time ago, pernah terjadi di bulan Maret
2010, ada seorang bernama Ibnu
Rachal Farmansyah juga dipaksa meminta maaf kepada mayarakat Bali. Hal ini
dipicu oleh statusnya di FB pada saat Nyepi yang dianggap menghina. Ia pun
sampai dikomentari dan diminta pergi dari Bali. Ternyata, usut punya usut, si
Ibnu Rachal Farmansyah ternyata lagi stress dan punya masalah, serta sendirian
di Bali. Dalam status FB sebelumnya dia pun cerita, “Gue diomelin bos, gue berantem sama sodara gue, duit pun juga ga
punya,". Gara-gara stress, iseng dan sendirian itulah ia membuat
status yang menyamakan hari raya Nyepi seperti kotoran. Pantas saja, masayarkat
Balipun menjadi berang atas statusnya ini. Ibnu dianggap nggak sopan!
Cerdas Emosilah Kalau Mau Berkicau!
Pertama-tama,
social media kita bukanlah diary. Ingatlah, itulah adalah media social.
Artinya, media yang terhubung dengan orang lain. Kalaupun Anda sedang galau,
kesel, marah ataupun benci, tulislah di diary yang tidak bisa dibaca orang.
Tapi, janganlah sekali-kali menuliskannya di media social. Namanya, media
social maka semua orang akan bisa membacanya. Jadi, meskipun yang punya akun
itu adalah diri Anda pribadi, tetapi yang akan membaca dan menganalisa isinya
adalah orang lain. Jadi, cerdas-cerdaslah saat mengungkapkan isi pikiran maupun
perasaan Anda. Kalau tidak mau terbaca dan tidak ingin orang lain tersinggung
oleh umpatan dan kemarahan Anda, janganlah menuliskannya di media social.
Sekali lagi, social media bukanlah diary yang bisa jadi curhatan apa saja.
Kedua,
janganlah mengumpat atau mengungkapkan kemarahan Anda melalui media social.
Alasannya, Anda nggak bisa mengklarifikasi kalau ada yang tersinggung. Kalau
dalam komunikasi tatap muka langsung, ada gesture dan gaya untuk membuat apa
yang kita katakana menjadi tidak terlalu menyinggung. Selain itu ada kesempatan
klarifikasi kan langsung maksud kita yang mungkin tidak ingin membuat orang
lain tersinggung. Lha, kalau itu di media social? Satu-satunya yang orang baca
dan lihat adalah apa yang kita tulis. Dalam kondisi begini, kesalahan persepsi
bisa sangat besar. Karena itu, supaya orang tidak salah persepsi, janganlah
tuliskan begitu saja di stastus sosialmu.
Ketiga,
belajar lakukan self censorship!
Artinya apa? Cobalah untuk melakukan ujian dengan bertanya pertanyaan kritis
kepada dirimu sendiri. Ajukanlah tiga pertanyaan penting ini: (1) Apakah memang
perlu dituliskan? (2) Apakah berkemungkinan membuat orang dengan latar belakang
berbeda SARA tersinggung dengan apa yang kamu tuliskan? (3) Apakah itu bisa
membuat orang bukannya meng-APRESIASI (menghargai) tapi justru MENDEPRESIASI
(anggap hina) dirimu? Nah, kalau setelah menanyakan ketiga pertanyaan ini, dan Anda
menganggap tidak ada masalah, maka kemungkin apa yang dituliskan itu tidak ada
masalah.
Keempat,
social media juga bukan tong sampah yang bisa jadi sasaran tumpahan semua emosi
jengkel dan marahmu. Jadi, tatkala marah dan kesel, sebaiknya jangan menulis di
social media. Tapi, kalaupun “ngebet” untuk menuliskannya, silakan tulis tapi
jangan pernah di-send. Atau, syukur-syukur bikin status soal kondisi Anda
tersebut, sejam atau beberapa jam kemudian. Kemungkinan besar, emosi kita lebih
reda dan rasio kita pun akan berfungsi lebih “waras” sehingga status kita pun
lebih bisa diterima akal sehat.
Intinya, pada
saat ketika sedang mengalami emosi nggak menyenangkan yang tinggi, jangan
langsung ungkapkan di status sosialmu. Soalnya, kita tidak perlu menjadi
seperti si Florence atau si Ibnu ataupun si Dinda yang akhirnya harus minta
maaf, lantaran berbalik dihujat dan dicaci makin puluhan bahkan ratusan orang akibat
apa yang telah kita tuliskan itu. Kata pepatah, “Look before you leap” lihatlah sebelum kamu loncat. Begitu pula
dalam hal membuat status media social terapkanlah, “Think before your write” (pikirkanlah
sebelum kamu tuliskan!).
Anthony Dio
Martin,
"Best EQ trainer Indonesia", direktur HR Excellency, pembicara, ahli
psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah
satu radio terkemuka di Indonesia, host beberapa acara di salah satu TV kabel
di Indonesia, kolomnis di berbagai harian dan majalah. Website: www.anthonydiomartin.com dan
twitter: @anthony_dmartin
0 komentar:
Posting Komentar