Puisi ini dibuat setelah saya menghadapi seorang
Ibu yang punya problem dengan anaknya yang tidak mau bersekolah. Anak ini
sebenarnya pandai tapi juga punya keingin tidak mau sekolah. Anak itu banyak
membaca tulisan-tulisan yang mengatakan, “Nggak
perlu sekolah untuk jadi orang sukses!”. Karena itulah, saya tergelitik
untuk menulis puisi ini. Saya membayangkan, kalau yang tidak mau bersekolah itu
adalah anak saya sendiri. Maka inilah komunikasi saya dengannya. Di satu sisi,
saya ingin mengatakan kepada si orang tuanya tersebut, “Berbahagialah karena anak ibu termasuk orang yang kritis!”
Sementara, banyak anak yang pergi kesekolah dan tidak pernah bertanya dan
bahkan juga tidak peduli dengan kehidupannya.
Smart Emotion RadioTalk
HR Excellency.
ELT,PLT Trainers Meet
MWS Indonesia.
with Abdul and the Coffee Theory
Seminar Kecerdasan Emosi bersama Suara Pembaruan.
Great Trainer in Action
ELT Certification Workshop.
Senin, 22 Desember 2014
Jumat, 12 Desember 2014
“KETIKA PEMAHAMAN MULAI DIPORAK-PORANDAKAN” (Trend Demistifikasi Tokoh Legenda, Superhero serta Tokoh Kitab Suci)
Ini lagi ngentrend rupanya! Holywood lagi hobi membuat film yang “mendemistifikasi”
para tokoh dan legenda!
Demistifikasi itu apa sih? Penjelasan sederhananya, demistifikasi
adalah berbagai upaya untuk menghilangkan sesuatu yang selama ini dianggap
mitos, legenda, dll.
Sebagai contoh, sejak kecil kita mengenal sosok superhero Superman,
manusa pembela kebenaran. Manusia baja yang tidak tembus peluru, bisa terbang
dan punya kemampuan melihat menembus sinar. Dalam film Superman Returns di
tahun 2006 digambarkan jalinan asmara Superman dengan Lois Lane yang ternyata
memberinya anak. Superman ternyata punya anak? Iya, itulah yang ditunjukkan di
film ini. Hasil perkawinan tanpa pernikahan, antara si alien “Superman” dengan
manusia bumi bernama Lois Lane.
Sabtu, 29 November 2014
Karyawan Berprestasi: Sumber Iri atau Inspirasi?
Johan (25) adalah karyawan sukses
di sebuah perusahaan multinasional di negeri ini. Perjalanan karirnya tergolong
cepat. Di usia mudanya itu, ia telah jadi manager. Nyaris tiap tahun ia
dipromosikan. Banyak proyek yang sukses digarapnya. Atasannya pun seringkali
meminta advis dari dirinya. Dirinya tergolong aktif. Juga banyak memberikan,
sekaligus mengeksekusi ide-ide yang cemerlang. Hampir tiap tahun ia mendapatkan
plakat, “Best Employee of the year”.
Kamis, 27 November 2014
Cerdas Emosi Kalau Bikin Status SosMed
21.42
No comments
Kasihan dengan
Florence Sihombing! Awalnya, karna jengkel lantaran nggak bisa mengisi bensin
di SPBU Lempuyangan, Yogya, si mahasiswa S2 UGM ini mulai membuat status
kemarahannya. Dalam tulisan di pathnya, Florence, “Jogja miskin, tolol, dan tak
berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja”. Lantas ada kalimat lagi di Twitternya seperti, “Yogya sucks”, dll. Gara-gara status di media social inilah, orang-orang Yogyapun
menjadi berang.
Senin, 24 November 2014
Tidur dan Kecerdasan Emosional Anda!
Di bulan Oktober 2009, dunia, khususnya di India, terkejut. Seorang
pebisnis terkemuka CEO (Chief Operating Officer) perusahaan SAP terkemuka di
India, Ranjan Das, meninggal dunia dalam usia yang sangat muda 42 tahun. Soal
meninggal, mungkin itu sudah biasa dan mungkin saja memang sudah menjadi takdirnya.
Tetapi menariknya, penyelidikan menunjukkan bahwa meninggalnya Ranjan Das ada
hubungannya dengan soal tidur. Bahkan, dalam acaranya TV terkenal India yakni “Boss
Day’s Out” yang masih bisa diakses hingga sekarang, Ranjan Das bercerita soal
dirinya yang merasa kurang tidur. Rata-rata, ia hanya tidur sekitar 4 hingga 5
jam sehari. Padahal, Ranjan Das memperhatikan pola makan dan juga soal olah
raga rutin. Dakterpun lantas, mengaitkan antara kurang tidurnya Ranjan Das
dengan kematian yang dialaminya. Nah, seberapa pentingnya tidur, bagi fisik dan
EQ (kecerdasan emosi Anda)? Mari kita simak!
Rabu, 05 November 2014
Aktifkan dan Optimalisasi GPS Sukses Anda !
“Lack of direction, not lack of time, is the
problem. We all have twenty-four hour days.” – Zig Ziglar
Beberapa
tahun terakhir ini, perkembangan teknologi sedang berkembang dengan sangat
pesatnya. Ada salah satu teknologi yang berkembang dan saat ini mulai banyak
digunakan, salah satunya di Indonesia. Teknologi itu bernama Global Positioning
System (GPS). Dengan adanya teknologi ini maka tentunya siapa pun tidak akan
tersesat di perjalanan, bahkan saat ini pun beberapa jenis handphone sudah
terdapat aplikasi GPS, dengan sebutan Navigator.
Minggu, 24 Agustus 2014
Atlit, The Real Motivator!
(Pengalaman Motivasi Persiapan
Kontingen Indonesia untuk Asian Games 2014)
“Saya percaya…
Para atlit adalah contoh motivator yang sukses!
Kalau tidak karena mereka mampu memotivasi diri mereka sendiri, tidak
mungkin mereka bisa menjalankan latihan yang kreas, diet yang ketat, jadwal
yang padat serta jatuh bangun mencetak prestasi hingga akhirnya bisa mewakili
bangsa ke tingkat internasional!
Lagipula, tidak semua atlit nasional pun bisa berkesempatan untuk
menjadi bertanding di ajang internasional.
Untuk mewakili Indonesia saja, mereka harus mengalahkan ribuan atlit
lain di Indonesia, serta menjadi pemenang. Mereka ini, sebenarnya sudah menjadi
motivator besar bagi diri mereka sendiri!”
Karena itulah, memberi motivasi bagi para atlit yang sudah menjadi
“motivator” bagi dirinya sendiri itu merupakan suatu hal yang rasanya tidak gampang.
Tepatnya tanggal 17 Agustus 2014 lalu. Hari yang biasanya diawali
dengan upacara. Tapi pada hari itu juga, ada tantangan memberikan “pembekalan motivasi”
kepada para atlit kontingen Indonesia yang pada tanggal 19 September – 4
Oktober akan bertanding di Asian Games ke-17 di Incheon, Korea.
Terus terang, ini pemberitahuan yang dadakan. Panitianya pun menyadari.
Adalah Bp Irwan Amrun, sebagai Kasubag Psikologi Olah raga yang pertama
kali approach saya dan meminta kesediaan memberikan pembekalan motivasi itu.
Ragu-ragu awalnya. Tetapi dalam hati saya muncul suara “Inilah kesempatan berkontribusi buat olah
raga Indonesia yang sedang dalam sorotan, melalui apa yang bisa saya lakukan
yakni motivasi. Alasan kedua, ini tantangan yang mengasyikan dan saya menyukai
tantangannya!”.
Maka meski waktu persiapan hanya dua hari, sayapun mengiyakan.
Di tanggal 17 Agustus 2014, maka seluruh atlitpun dikumpulkan (kecuali
yang sedang latih tanding ataupun sedang punya jadwal latihan di luar kota).
Diawali dengan upacara, lantas dilanjutkan dengan acara berkumpul di Aula
Gedung KONI Pusat. Pengarahan dimulai oleh Ketua Satlak Program Indonesia Emas
(PRIMA) Bp. Suwarno. Setelah itu, acara sesi motivasipun dimulai.
Dari sudut pandang motivasi, menciptakan motto adalah sesuatu yang
penting dan bisa menjadi “anchor” yang menyemangati. Maka, saya pun menciptakan
sebuah motto selama seminar yakni: “INDONESIA: I’LL GIVE YOU MY BEST” yang
diteriakkan 3 kali dengan mengepalkan tangan seperti karateka yang memukul batu
bata! Eh, tapi ternyata tim Program Indonesia Emas pun telah menciptakan slogan
motto yakni “INDONESIA: BISA! INDONESIA: JUARA!”. Tapi, saya pikir, semoga saja
motto baru yang saya ciptakan bisa melengkapi.
Seminar ini pun saya beri judul “THE WINNING FORMULA”. Intinya, untuk
menjadi atlit yang sukses, selain butuh skills serta kemampuan olah raga yang
memadai juga membutuhkan karakter yang kuat. Makanya, saya memperkenalkan
Formula Sukses yakni: WINNING=SUKSES=VISI+IMAJINASI+AKSI+EMOSI.
Ada berbagai contoh dan kisah para atlit yang menginspirasi yang saya
coba bawakan untuk menginspirasi peserta: kisah emosional John McEnroe vs Jimmy
Connors, kisah sukses Bruce Jenner, Sergey Bubka, pelatih Vince Lombardi, kisah
lucu atlit Eric Moussambani, kisah pemanah Howard Hill, dan masih banyak lagi.
Dan karena bicara soal motivasi atlit, saya pun bicara dari sudut keahlian
saya, soal emosi. Nah, dalam seminar 1,5 jam ini, saya menekankan perlunya
atlit mengalahkan suara monster (self talk negative) serta mengalahkan
emosi-emosi yang menghambat selama pertandingan.
Dan khusus di bagian ini, ada salah satu topik bahasan yang juga
disukai Bp.Suwarno selaku ketua Satlak “Program Indonesia Emas” (PRIMA), yakni
soal 4 tipe emosional atlit. Nah, pada kesempatan ini saya ingin sharingkan
soal 4 tipe emosional atlit ini.
4 Tipe Emosional Atlit
Bicara emosi, sebenarnya kalau kita perhatikan biasanya ada 4 tipe
emosional atlit yang menarik untuk dicermati. Makanya, saya menyebutnya menjadi
4 tipe emosional atlit, yakni: tipe batu bara, tipe uap panas, tipe kayu rapuh
dan akhirnya tipe air yang tenang.
Tipe pertama “batu bara”, adalah atlit yang
di pertandingan dia awalnya tenang. Sama seperti batu bara. Awalnya dia hitam,
dingin. Tapi sejalan dengan pertandingan, ia pun jadi panas dan emosian.
Khususnya, ketika ia mulai kalah, ia pun jadi panik. Mulailah menjadi emosinya
menjadi tak terkendali. Serena William adalah contoh yang bagus untuk hal ini.
Dunia masih mengingat kejadian dimana Serena Willaim kalah di tahun 2009 (kalah
dari Kim Clijster) serta 2011 (kalah dari Samantha Stosur). Namun kekalahan ini
diwarnai dengan kemarahan Serena Williams yang tiba-tiba meledak tak terkendali
di lapangan. Orang lain, termasuk wasitpun menjadi sasarannya! Sampai-sampai
Serena Williams pun kena denda!
Tipe kedua, uap panas. Inilah yang tipe atlit yang sejak masuk ke
lapangan sudah panas dan emosi. Sama seperti uap panas. Ia butuh untuk dikeluarkan
sesegera mungkin. Bagi si atlit, justru itulah yang dirasakan memberikan motivasi
“membunuh lawan” kepadanya. Bagi saya, tingkat emosi seperti ini bisa kita
lihat pada Mike Tyson. Tiap kali ia memasuki lapangan, ia ibaratkan uap panas yang
siap membakar musuh-musuhnya. Memang kadang ini efektif. Tapi, karena perlu
segera dikeluarkan, staminanya menjadi tidak panjang. Ketika mendapatkan musuh
yang gampang berkelit dan siap dengan rally-rally yang panjang, si uap panas
ini menjadi semakin frustrasi, dan makin tidak terkendali pemainannya.
Ujung-ujungnya merekapun kalah!
Tipe ketiga, tipe kayu rapuh. Inilah atlit yang tampak tegar diluar,
tapi rapuh di dalam. Tipe ini menggambarkan atlit yang emosinya penuh kecemasan
dan ketakutan, juga ketidak berdayaan. Inilah atlit yang sudah kalah secara
emosional sebelum bertanding. Para psikolog olah raga menyebutkan, tidak banyak
atlit besar yang lahir dari tipe ini. Mereka ini sering tidak yakin, ragu-ragu
dan bahkan minder. Menerapkan target yang tinggi pada orang seperti ini, hanya
akan menciptakan rasa cemas yang berlebihan pada atlit semacam ini.
Tipe keempat, tipe air yang tenang. Inilah tipe zen master dalam
mengelola emosi. Ia tenang, lebih tepatnya ia menyerang dan bertanding dengan
emosi yang tenang dan cerdik. Tipe inilah yang seperti digambarkan oleh Bruce
Lee, “Be water my friend, be water!”
(jadilah seperti air, sahabatku!). Bruce Lee sendiri, dalam berbagai
kesempatan menjadi contoh tipe emosional yang tenang, tapi “menghanyutkan”.
Salah satu atlit yang tergolong disini
adalah petinju Filipina yang cukup tenang emosinya tapi mematikan di ring yakni
Manny Pacquiao. Dalam pertandingan kedua, Timothy Bradley sempat mengolok-olok
dan mengejek “Pacman” Pacquiao dengan kasarnya. Namun, reaksi “Pacman” tetap tenang
bahkan bisa membuktikan kemenangan di pertandingan kedua April 2014 lalu.
Akhirnya…
Memang kalau kita perhatikan, motivasi selama 1,5 jam tidaklah terlalu
lama. Dan pertanyaanya, apakah akan bermanfaat bagi para atlit. Toh, tinggal
sebulan lagi waktu pertandingannya. Tetapi, kalau kita katakan, tetap saja
lebih baik daripada tidak diberikan bekal motivasi sama sekali.
Di luar negeri, profesi psikologi olah raga serta para motivivator olah
raga, sudah biasa. Bahkan, saya memiliki rekan trainer dan motivator di
Inggris, yang tugasnya adalah mendampingi para atlit bertanding. Ada beberapa
club yang ia temani. Memang sih tidak semua pertandingan pasti dimenangkan
dengan adanya motivator ataupun para psikolog olah raga ini. Tapi, minimal,
kalaupun mereka kalah, tidak akan membuatnya terlalu terpuruk, frustasi bahkan
tidak punya nyali untuk bertanding lagi.
Dan saya pun percaya, kesempatan yang saya lakukan bersama dengan
kontigen Indonesia untuk Asian Games ini, akan membuka kesempatan bagi para
motivator lain di Indonesia, untuk membantu dan terlibat mendukung prestasi
para atlit kita. Ayo, sama-sama kita buat Indonesia bergengsi karena olah raga
kita yang makin maju, bukan yang sebaliknya!
Selasa, 19 Agustus 2014
Psikologi Penipuan: “Mengapa Orang Bisa Mudah Ditipu?”
Saya betul-betul kaget. Dia seorang trainer. Dia berpendidikan. Orangnya
sangat kritis, cemerlang. Dia sahabatku. Tapi ketika dengan lesu dia mengatakan
bahwa dirinya tertipu hampir 7 juta, saya nyaris tidak percaya? Modul
penipuannya gimana? Temenku mulai cerita. Awalnya dia menerima email dari
seseorang yang konon berasal dari Afrika. Konon menurut email ini, orang Afrika
iu mencari orang yang bisa menyimpan uangnya. Plus cerita lengkap dengan link kejadian
di email. Dengan data cukup meyakinkan, merekapun berkomunikasi. Awalnya, temen
trainer saya ini rada sangsi. Tapi keingintahuannya ternyata menjebaknya.
Komunikasi mereka makin mendalam dan akhirnya, temen saya ini bersedia membantu
menampung uangnya. Ia pun dijanjikan uang. Tapi, inilah kesalahan
terbesarnya…si temen saya ini harus mengirimkan uang untuk membantu memberikan
jaminan bahwa uangnya bisa ditransfer ke dia. Awalnya sekitar 3 juta. Lantas,
ternyata tidak cukup. Saat itulah, si temen saya ini cerita, dia udah mulai
curiga. Tapi kan uangnya sudah ia transfernya. Ibaratnya, udah kepalang basah.
Makanya, ia pun diminta mentransfer 4 juta lagi. Ia pun terpaksa melakukannya.
Tunggu punya tunggu, uangnya yang dijanjikan tidak pernah dikirimkan kepadanya.
Malahan, setelah 7 juta, si orang itu beralasan lagi butuh duit dari dia untuk
mengeluarkan uangnya. Kali ini, dia sudah sadar bahwa dirinya ditipu
mentah-mentah! Tapi itu sudah terlambat!
Hingga sekarang pun, saya sendiri secara personal masih sering menerima email
penipuan seperti itu. Ada lha yang mengaku dirinya berasal dari lembaga PBB,
dll. Pokoknya macam-macam. Ada pula yang yang cerita kalau dia adalah janda
yang tengah mewarisi harta kekayaan serta mencari orang untuk diberikan hartanya.
Bener lho email seperti ini, masih sering saya terima. Mungkin Anda juga
demikian? Selain email ada juga bentuk penipuan yang cukup marak di mall.
Modusnya dengan menjual sesuatu barang. Awalnya ada barang yang sedang “on sale”.
Nah, kalau kita membeli satu, kita bisa mengambil undian. Lantas, dari undian
itu, setelah dibuka isinya seperti, “Selamat Anda mendapat diskon 75%”. Dengan
pura-pura nyaris tidak percaya, si petugas akan menelpon entah kepada siapa
untuk memastikan apakah itu benar atau tidak. Lantas, terjadilah percakapan
untuk membuat scenario itu tampak meyakinkan. Setelah itu, dengan
berbinar-binar si pejaga stand akan mengatakan, “Selamat! Anda betul-betul
beruntung! Jarang lho yang bisa dapat diskon 75%”. Bahkan, beberapa penjaga
toko yang lain, ikut mendatangi dan memberi selamat. Andapun didorong untuk
segera melakukan pembelian. Ujung-ujungnya, Anda sedang ditipu mereka!
Kok Bisa-Bisanya Tertipu?
Motif untuk mendapatkan keuntungan, ataupun keserakahan, adalah motif yang
membuat orang menjadi gampang tertipu. Nah, para penipu ulang biasanya akan
menggunakan “cool button” (tombol dingin) ini untuk membuat seseorang jadi
tidak berfungsi secara logis. Orang pun mulai berandai-andai dan berharap. Saat
itulah, fungsi logika dhentikan. Disini, orang lebih digerakkan oleh nafsu
untuk menang, nafsu untuk mendapatkan keuntungan dengan mudah, nafsu cepat menjadi
kaya. Dan itulah yang membuat seseorang jadi gelap mata.
Padahal, kalau kita menggunakan logika dan akal sehat, mestinya kita bisa
berpikir dengan sederhana, bahwa sesuatu yang too good to be true, harusnya perlu dicurigai. Bayangkan saja,
mengapa orang yang dari entah berantah, negeri Afrika yang begitu luas, harus
email kamu untuk minta bantuan. Anda sendiri saja, kalau punya uang sebanyak itu
akan meminta bantuan pada saudara atau orang yang Anda kenal. Kenapa mesti
minta tolong sama orang tidak Anda kenal? Ini saja patut untuk dicuigai!
Apalagi, kalau kemudian, Anda diminta harus menyetorkan uang dahulu. Artinya,
kalau orang itu tulus melakukan sesuatu, mengapa mesti ada pengorbanan dari
Anda? Termasuk kalau yang melakukan penjualan begitu murah dan too good to be true, perlu dipertayakan:
apakah karena barangnya rusak? Ataukah karena barangnya tidak laku? Ataukah itu
barang curian?
Tulisan ini tidak mengajarkan Anda untuk curiga, tetapi menanamkan
kewaspadaan. Memang bedanya tipis. Tetapi, tatkala berhadapan dengan oarng yang
tidak dikenal dan situasi yang too good
to be true, mestinya kita mengembangkan “radar kewaspadaan” kita. Jangan membiarkan
emosi keinginan menang, kaya ataupun keserakahan lantas membuat logika kita
jadi bantu. Biasanya, tatkala logika kita buntu, disitulah kita gampang menjadi
mangsa para penipu. So again, waspadalah!
Bagaimana Mencegah Diri Supaya Tidak Tertipu?
Pertama, mindsetnya adalah waspada. Ketika seseorang menawari sesuatu yang
terlalu bagus kedengarannya, berusahalah untuk waspada. Bahkan orang yang
dikenal saja bisa menipu, apalagi yang tidak dikenal sama sekali. Lebih baik
berpikir waspada, tatapi kemudian Anda salah, karena toh bisa meminta maaf.
Daripada Anda begitu percayanya, tetapi kemudian menyesal, namun sudah
terlambat!
Kedua, jangan langsung merespon dengan melakukan apa yang diminta.
Biasanya, dalam istilah kecerdasan emosional, logika kita sedang terbajak.
Jadi, ambil jeda waktu untuk memikirkan dan merenungkan apa yang ditawarkan
kepada Anda.
Tiga, bicara dan ngobrol dengan orang. Kadangkala, kalau sesuatu itu too good to be true, orang lain bisa
menasihati kita karena mereka punya sudut pandang yang berbeda. Malahan,
kadangkala orang lain bisa berpikir lebih jernih karena mereka dalam posisi
sebagai orang ketiga, yang tidak punya “kelekatan emosional” dengan situasi
itu. Malah, terkadang ada orang lain yang mungkin pernha tertipu ataupun pernah
mengalami situasi tersebut, justru bisa memberikan “peringatan” kepada kita.
Empat, kalau sempat cek latar belakang orang itu. Jadi, janganlah
terburu-buru percaya. Kalau ada kesempatan, lakukan cek baik melalui telepon,
melalui email ataupun internet. Misalkan saja, saat ini muncul juga jenis
peniupan dengan modus undian berhadiah. Tiba-tiba dikatakan Anda dapat undian
berhadiah. Cobalah cek ke perusahaan dan nomer kontak resminya, apakah betul
memang Anda mendapatkan hadiah. Jangan mengecek melalui no telpon ataupun email
yang diberikan orang yang mengatakan Anda mendapatkan hadiah, karena biasanya
mereka kongkalikong. Coba cari nomer lain yang resmi! Cek sejenak, agak
merepotkan tetapi ini akan menyelamatkan nasib Anda supaya tidak ditipu orang!
Lima, kaau perlu lakukan test sederhana. Pasti dong ada bedanya antara
orang yang jujur dengan orang yang tujuannya menipu kita. Orang yang jujur,
biasanya tidak akan keberatan untuk berkorban atau melakukan sesuatu yang kita
butuhkan karena memang niatnya untuk membantu kita. Dan kalaupu kita
menolaknya, biasanya mereka nggak akan tersinggung. Jadi, cobalah berani untuk
test mereka. Misalkan saja, kalau memang niatnya mau minta bantuan kita untuk
menyimpan uangnya, tanyakan saja apakah berani mereka yang mengirimkan Anda
uangnya. Atau, kalaupun undian berhadiah itu benar, mintalah hadiahnya dikirim
dulu ke rumah Anda. Tantanglah mereka. Biasanya mereka akan sangat marah dan
jengkel, ketika Anda bereaksi tidak percaya kepada mereka. Kalau sudah bersikap
demikian, bisanya kemungkinan besar mereka ini mau menipu Anda!
So, kesimpulannya: “Lebih baik
waspada, daripada menyesal belakangan”
***
Anthony Dio Martin
"Best
EQ trainer Indonesia", direktur HR Excellency, ahli psikologi, speaker,
penulis buku-buku best seller, host program Smart Emotion di radio SmartFM
Jakarta dan host di TV Excellent, kolomnis rubrik Spirit di harian Bisnis
Indonesia. Twitter: @anthony_dmartin dan fanpage: www.anthonydiomartin.com/go/facebook,
website: www.hrexcellency.com)
Minggu, 27 Juli 2014
Haruskah Memaafkan Di Hari Yang Fitri?
Haruskah Memaafkan Di Hari Yang
Fitri?
Pagi-pagi ini, saya
terbangun. Suasana agak sepi karena semalam terdengar begitu meriahnya suara
beduk takbiran serta petasan dan kembang api dimana-mana. Hening. Rata-rata
masih tertidur tapi sebagian mungkin sedang bersiap-siap untuk shalat Ied. Iya..ini
adalah hari Lebaran! Lantas, saya membuka BB, penuh dengan pesan ucapan Minal
Aidin plus ucapan permohonan maaf lahir dan batin. Ada yang terbaca begitu
tulus, tapi ada yang mungkin sekedar mengikuti tradisi saja.
Tulus atau tidak, hari
ini kita diajak merenung soal tradisi serta kewajiban maaf memaafkan ini. Dalam radiotalk saya yang terakhir di SmartFM
(23/7/2-14), saya membahas detil soal makna psikologis dari berpuasa dan
memaafkan. Kalau ketinggalan, dan berminat mendengarkan ataupun download isi obrolan
seru itu, ini dia linknya:
Bersyukur juga pada kesempatan
Idul Fitri ini, kita semua diberikan tuntutan yang tidak mudah…memaafkan.
Memang sih lebih gampang menngucapkan ataupun menuliskan kata-katanya, tetapi
pertanyaannya benarkah kita bisa betul-betul memaafkan.
Belajar dari pengalaman
pribadi. Saya butuh waktu beberapa tahun pula untuk sungguh melupakan dan
memaafkan salah seorang partner bisnis yang sangat melukai bisnis kami. Waktu
itu perasaan saya cukup disakiti dan saya sempat bertanya, “Saya tidak pernah menipu dan mencuranginy. I have been treating him so
wel, but why? Mengapa saya harus dibalas dengan cara seperti ini?” Tapi,
dengan berjalannya waktu saya belajar, mencoba memahami dan berempati dalam
kondisinya. Lambat laun, saya bisa memaafkannya bahkan mulai perlahan saya bisa
melupakan apa yang pernah dilakukannya itu.
4 Tipe Orang Memaafkan!
Bicara soal memaafkan,
ada tipe orang yang sulit memaafkan, dan juga sulit melupakan. Jadi tatkala
ditanya kamu maafkan aku ya? Jawabnya? “No Way! Tiada maaf buatmu”. Ini orang
yang penuh dendam.
Tapi, ada juga yang
tipenya, dia mencoba melupakan, tapi nggak memaafkan. Ngomongnya sih memaafkan.
Kalau di SMS dan email, termasuk bertatap muka, kalimatnya sih “Saya maafin
kamu!”. Tetapi dari hati terdalamnya, rasa sakit hati itu masih muncul. Dan setiap
kali terungkit, makan rasa sakit hati itu akan muncul lagi.
Dan soal tipe ketiga,
saya pun teringat kisah ini. Ada sebuah obrolan manarik antara suami dan istri,
suatu ketika seorang istri bicara dngan suaminya. "Pak-pak, ingat nggak kesalahan papi sepuluh tahun
lalu? Suaminya bertanya,"Lho,bukannya
kamu udah maapin. Iya, sih. Mami cuma mau ingatin, sepuluh tahun lalu papi pernah
salah!". Nah, menurut Anda, udah maapin atau belum ya?
Nah, yang
susah adalah yang tipe terakhir, memaafkan dan melupakan. Mungkin karena perintah
agama, kita belajar untuk memaafkan. Mungkin maaf kitapun tulus. Tetapi untuk
bisa betul-betul melupakan, bukanlah suatu hal mudah. Lagipula, kecenderungan
pikiran kita adalah terus-menerus memutar kembali „film“ kesalahan atau
kejahatan yang pernah dilakukan orang itu di kepala kita.
Jadi, dengan
mengacu pada keempat tipe itu, tatkala kita mengatakan MEMAAFKAN, di tipe
manakah kita? Jangan-jangan kita hanya di tipe yang cuma sekedar ngomong tetapi
tidak pernah bisa memaafkan secara sungguh-sungguh!
Bagaimana
Cara Pikir Orang Yang bisa Memaafkan?
Fred
Luskin dalam bukuya yang menarik, “Forgive for Good” mengajarkan kepada kita
mindset orang yang betul-betul bisa memaafkan sampai tuntas. Saya sendiri
sampai sekarang masih berusaha belajar bagaimana memaafkan secara penuh. Tapi
ini pembelajaran kemaangan mental yang kita butuhkan. Berikut ini adalah kesimpulan
penting dari mindset orang-orang yang akhirnya mampu memaafkan. Ayo, kita
belajar dari mereka di hari yang Fitri ini.
Tiga
mindset penting mereka bisa memaafkan sampai tuntas. Apakah itu?
Pertama,
Mereka dapat memberikan suatu penjelasan
rasional tertentu terhadap sikap orang lain yang telah membuat diri mereka
tersinggung. Meskipun kedengarannya hanya sebuah “excuse” tapi mencoba
memahami, dan mencoba melihat niat orang dibalik kesalahan yang dilakukan,
ternyata membantu. Memang, menurut Fred Luskin, bukan berarti orang yang
memaafkan itu selalu setuju dengan tindakan orang yang bersalah itu, tetapi
mereka mencoba untuk menerima bahwa orang bisa bisa berbuat salah, karena cara
berpikirnya yang keliru dan terbatas…mungkin juga karena kekurangan dan
pengalaman mereka yang dulunya bermasalah. Jadi, mereka mencoba memahaminya.
Dua,
mereka tahu bahwa menyimpan rasa marah
dan dan dendam justru merusak orang yang menyimpannnnya (kesehatan). Fred
Luskin mewawancarai dan menyimpulkan secara kesehatan, orang yang menyimpan
dendam ternyata lebih sering sakit dan bermasalah secara kesehatan. Bahkan, ada
beberapa penyakit hingga dalam bentuk fisik seperti kanker yang penyebabnya
terkait dengan dendam berkepanjangan.
Ketiga,
merekapun percaya bahwa kemarahan dan rasa benci menyimpan enegri negatif
yang menolak dan membuat berbagai berkat dan anugrah Tuhan tidak bisa hadir.
Ini penjelasan yang agak spiritual. Intinya, mereka yang memaafkan percaya
bahwa mereka sendiri tidak lepas dari dosan dan salah, jadi mereka pun berusaha
memaafkan. Mereka percaya, dengan mau memaafkan, maka merekapun di maafkan
Tuhan. Dan dengan demikian, mereka percaya pula, berkat yang melimpah dari
Tuhan, tidak tertahan oleh hambatan pikiran mereka yang tidak mau memaafkan.
Dan menurut saya, ketiga pikiran itu menarik untuk kita cerna dan benchmark,
atau kita tiru.
Tapi saya sendiri meyakini satu hal penting. Bahwa jalan kehidupan
yang masih akan lewati, jangan sampai dibuat terseret-seret gara-gara terus
membawa beban “batu-batu” masalah berupa kesalahan dan kebencian kita kepada
masa lalu ataupun orang yang pernah melukai kita. Apalagi kalau orang itu telah
tidak ada dan orang itu mungkin entah pergi kemana. Sementara, orang itu
mungkin telah hidup bersuka cita dan bersenang-senang atau sudah entah kemana,
lantas mengapa kita terus menyiksa diri kita?
So, haruskah kita belajar memaafkan di hari yang Fitri ini?
Jawabnya…harus. Dan ini moment yang bagus, dimana kita diingatkan kembali!
Selamat Idul Fitri!
Salam
Antusias,
Anthony Dio
Martin
Facebookku:
www.anthonydiomartin.com/go/facebook
Twitterku:
anthony_dmartin
Websiteku:
www.anthonydiomartin.com
Sabtu, 26 Juli 2014
BUKU MOCIL, MOTIVASI KECIL YANG MENYENTIL! (Tips Menulis Buku Motivasi Versimu)
BUKU
MOCIL, MOTIVASI KECIL YANG MENYENTIL!
(Tips
Menulis Buku Motivasi Versimu)
“GAGAL? Siapa yang tidak pernah gagal? Tetapi, kegagalan adalah ibarat anak tangga yang akan membawa kita kepada kesuksesan kita. Asalkan saja, kita tidak gampang menyerah atau gampang berhenti. Lihatlah maksa dari kata GAGAL itu sendiri. Tahu kamu artinya GAGAL? GAGAL = GA GAMPANG LELAH! Artinya, gagal nggak boleh membuat kita lelah adan kemudian menyerah!”
Itulah salah satu inspirasi yang
ditulis oleh seorang sahabat saya di Bandung, Launa Rissadia. Pendek, singkat
dan menyentak. Tapi ya tulisannya
sendiri nggak persis begitu itu. Lebih panjang dikit. Tapi yang jelas setiap
artikel panjangnya hanya sekitar 7 hingga 12 kalimat saja. So, pendek dan
ringkas kan?
Nah, ceritanya beberapa minggu lalu,
sebenarnya tepatnya sudah sebulan, Launa mengirimkan bukunya sebagai kenang-kenangan
untukku. Karena berbagai kesibukan, saya baru membacanya beberapa hari ini.
Simple, sederhana tetapi menarik untuk dibaca.
Sebagai seorang pengumpul buku dan hobinya
senang menulis, Launa, begitulah disebutkan dalam biografinya, cukup kreatif
memunculkan buku motivasi kecil ini. Mengapa? Saya merasa buku motivasi kecil
(meski, ukurannya nggak kecil lho), bisa menginspirasi Anda untuk belajar bagaimana
membuat buku motivasi dan inspirasi versi dirimu sendiri.
Belajar
dari MoCil, Bagaimana Tips Membuat Buku Motivasi Versimu?
Pertama, buku ini merupakan kumpulan
artikel dan tulisan yang pendek-pendek. Ini ide yang brilian. Saya sering
banget menerima di BB saya, kumpulan inspirasi yang dibuat setiap hari. Atau,
mungkin Anda termasuk yang hobi bikin blog , bikin status yang agak panjang di
FB. Nah, kumpulan tulisan inspirasi itu bisa lho dikumpukan untuk menjadi sebuah buku. Malahan, saya punya seorang
peserta workshop “Great Trainer in Action” di Bandung yang punya hobi menarik.
Ia cerita kalau dirinya hobi mengamati apapun yang terjadi. Lantas, apa yang
diamatinya ia tulis ke BBnya. Jadi di BB-nya penuh dengan tulisan pendek hasil
perenungannya. Saya mencoba membaca salah satunya, ternyata isinya sangat
menyentuh. Maka, saya pun mendorongnya menjadikan buku motivasi.
Kedua, buku motivasi tidak perlu
panjang-panjang. Malahan semakin pendek, semakin berisi dan kita pun dilatih
untuk berpikir semakin ringkas. Sebenarnya, thanks to Twitter! Kalau dirimu
ingin menulis di Twitter, hanya boleh 140 karakter. Saya sempat berjuang setengah
mati untuk menulis di twitter lho. Soalnya saya punya kecenderungan menulis
panjang. Nah, dengan adanya twitter, kita dilatih untuk memikirkan dengan padat
apa yang mau kita sampaikan. Dan kembali ke buku kecil karya sahabat saya Launa
Rissadia ini, juga memberikan inspirasi untuk menulis dengan ringkas, pendek
dan “bernas” apa yang mau kita sampaikan. Bahasa gampangnya, nggak
bertele-tele.
Ketiga, bagaimana menerbitkannya? Buku
MoCil karya Launa Rissadia ini memang diterbitkan melalui TrimKom Publishing
House di Bandung. Jadi, kalau beruntung, buku motivasi versi kecilmu bisa aja diterbitkan
oleh penerbit yang tertarik. Tapi, kalaupun nggak ada, yang mau menerbitkan,
jangan berkecil hati! Sekarang ini sudah
banyak model self publishing, atau sekarang
ini pun, sudah banyak program yang bisa membuat ebook versimu. Bahkan hamu bisa
mendesain versi covermu jadi kelihatan bagus. Saya sendiri punya beberapa buku
yang sekarang ini, saya terbitkan sendiri. Ada pula yang hanya saya bagikan
dalam versi ebook. Misalkan yang saya
terbitkan melalui versi ebook ini:
Intinya, sekali lagi belajar dari buku MoCil,
Motivasi Kecil ini, semoga menginspirasi kita juga bahwa ternyata tidak perlu
dari para motivator besar, mungkin Anda pun punya banyak inspirasi hidup yang
bisa Anda bagikan serta jadi berkat buat orang lain. Thanks Launa Rissadia
untuk buku dan inspirasinya memuat buku MoCil ini!
Antusiaslah
mewujudkan mimpimu!
Anthony
Dio Martin
*tweet:
@anthony_dmartin
*fanpage:
www.anthonydiomartin.com/go/facebook
Kamis, 24 Juli 2014
BARANG LANGKAKAH: “CANTIK DAN PINTER” ITU?
BARANG
LANGKAKAH:
“CANTIK DAN PINTER” ITU?
Belakangan ini, dunia maya heboh dengan
postingan soal atlet voli asal Kazakhstan, Sabina Altynbekova. Ia mendadak menjadi buah bibir di dunia internet
sepanjang pekan ini. Paras cantiknya Sabina jadi perbincangan di berbagai media
social. Hal ini dipicu setelah salah satu user 9gag.com (situs guyonan)
memposting foto-foto aksinya di lapangan. Menurut berita, paras ayu Sabina
terpantau para pecinta voli setelah tampil di kejuaraan voli Asia di China
Taipei, Asian Women Volleyball U-19 Championship ke-17, yang digelar pada 16-24
Juli 2014 lalu. Kini, kalau Anda mengetik namanya di mesin pencari, dengan
mudahnya Anda melihat berbagai posenya Sabina Altynbekova di lapangan maupun
di luar lapangan. Wuih! Memang cantik parasnya!
Di salah satu group yang berisi
kawan-kawan sekolah, foto Sabina pun menjadi perbincangan. Dan gara-gara
itulah, saya jadi ikut-ikutan berkomentar.
“Psikologi Labelling”
Apa yang jadi perbincangan menarik adalah soal cantik dan pintar. Dalam hal ini, Sabina memang punya paras yang cantik. Tetapi, yang membuatnya langka adalah aksinya di lapangan voli. Tampaknya kita sedang bermain dengan stereotipe. Kayak label yang biasa kita berikan sama cewek atau cowok.
Misalkan
gini, cowok nggak boleh ke dapur (padahal kenyataannya, banyak chef justru
cowok). Atau, cewek biasanya lebih identik dengan model, bintang film atau
penyanyi. Bukan di dunia olah raga.
Nah,
dengan paras seperti Sabina, orang mungkin lebih mengkategorikan sebagai
bintang film atau penyanyi, tapi bukan sebagai olah ragawan. Karna itu, mungkin
kita jadi berpikir, “Kenapa dengan paras kayak begitu nggak jadi bintang film
atau model ya?”
Ngomong-ngomong,
saya kok jadi yakin, kalau setelah begitu terkenal namanya di dunia maya,
sebentar lagi akan ada yang menawarinya jadi bintang iklan atau jadi model.
Mungkin tak lama lagi kita akan melihatnya jadi bintang model.
Tapi,
kembali ke soal labeling yang sering kita berikan. Kadang ada plus dan
minusnya. Plusnya, kita mengarahkan seseorang sesuai dengan sex role-nya. Ada
pekerjaan tertentu yang sudah dikategorikan sesuai dengan jenis kelaminnya. Itu
memang mempermudah. Tapi, di sisi lain, sebenarnya ini juga, jadi amat
membatasi. Saya masih ingat tatkala, masuk ke sebuah taxi dan disupiri oleh
seorang wanita di Ibukota ini beberapa tahun silam. Saya sempat kaget. Soalnya,
(saya mungkin ketinggalan sola ini), sungguh nggak expect akan melihat seorang
supir taxi yang cewek. Tapi, ternyata malahan, setelah saya rasanya, supir wanita justru lebih berhati-hati tatkala
menjadi supir.
Label Bagi Wanita Cantik
Saya pun
teringat waktu pelajaran psikologi sosial, ada pelajaran soal gender. Ternyata
hasil penelitian menunjukkan jadi wanita cantik itu juga membawa malapetaka
juga. Mereka umumnya kena dampak stereotype. Salah satu stereotype yang kental
di dunai barat adalah “Blonde is stupid”. Jadi cewek-cewek yang blonde, yang
banyak merias diri, biasanya otaknya pas-pasan alias bodoh. Jadi, seringkali,
wanita cantik itu identik dengan bodoh, nggak bisa ngapain-ngapain. Malahan
ketika sukses, orang seringkali mencibir, “Ya jelas aja sukses, pake modal
tampang aja sih!”. Jadi, menjadi cantik, pintar apalagi sukses, biasanya terasa
agak menentang “standar” yang diciptakan masayarakat.
Padahal
kan sebenarnya sah-sah saja, ketika kecantikan diikuti dengan sesuatu yang
mulia. Kita masih anggap langka, tatkala seorang wanita cantik jadi politisi,
atau wanita cantik jadi ilmuwan atau wanita cantik jadi olahragawan. Dalam hal
ini, sebenarnya pantaslah kita berdecak kagum untuk Sabina dengan mengatakan, “Hebat ya. Udah cakep, tapi pinter voli”.
Dan syukur-syukur komentar ini, bisa dipakai untuk memotivasi rekan-rekan
wanita yang parasnya cantik, “Ayo dong
jangan cuma bergantung pada modal paras yang cantik. Tapi buktikan bahwa otak
serta kemampuan kalian juga sama bagusnya!”.
So,
bagaimana pendapatmu tatkala orang bilang “Banyak
orang cantik, tapi bodoh”? Setujukah?
Antusias
mewujudkan mimpimu!
Anthony
Dio Martin
*tweet:
@anthony_dmartin
*fanpage:
www.anthonydiomartin.com/go/facebook
Langganan:
Postingan (Atom)