Selasa, 06 September 2011

Syahrini, "Alhamdullilah Ya" dan Psikologi Meniru Artis

Tadi pagi ketika saya mengirimkan pesan ucapan apresiasi atas hasil kerja staf di kantor, jawabannya singkat “Alhamdullilah ya..!”. Saya baru tahu lho, kalimat ini sedang ngetrend. Adalah Syahrini, artis cantik asal Sukabumi, yang pertama kali mempopolerkan ungkapan “Alhamdullilah ya” ini. Belakangan, bukan hanya ungkapan, bahkan baju yang dipakai oleh Syahrini juga ditiru. Lebih hebatnya, bahkan ada yang mengusulkan untuk dipatenkan. Wah…!Nah, saya jadi tertarik mengobrolkan fenomena ini?
Kalau dilihat dari kacamata psikologi, para artis memang punya sebuah kekuatan luar biasa, yakni kekuatan untuk ditiru! Karena masyarakat melihat meraka sebagai model, maka mereka pun ditiru. Mungkin dulu kita masih ingat jaman Demi Moore setelah melejit dengan film Ghost-nya, maka rambutnya pun ditiru. Begitulah, seorang artis akan selalu menjadi model. Kondisi ini ternyata bukan hanya sekarang, bahkan sejak abad 19pun, seseorang yang terpandang dan terhormat, akan diikuti gaya hidupnya. Bahkan telah dikisahkan bagaimana cara dan gaya pakaian Beethoven maupun Chopin, pemusik terkemuka, banyak ditiru oleh para bangsawan. Itulah selebritis jaman dulu. Nah, saat ini dengan begitu banyaknya media, semakin kita terekspos dengan apa yag dilakukan oleh para selebritis, semakin masyarakat tergugah untuk meniru mereka. Ternyata, kali ini bukan hanya dari sisi fashion, tapi juga dari sisi gaya biacara.
Adam Galinsky, seorang ahli psikologi sosial kasih penjelasan yang menarik. Menurutnya, “Pemujaan sekaligus peniruan artis atau aktor adalah perilaku sosial yang lumrah. Ketika orang semakin terasing satu sama lain, maka mereka akan menengok ke para artis sebagai contoh bagi mereka. Jadi ini adalah bentuk perilaku social yang wajar”. Inti sebenarnya, perilaku masyarakat kita yang suka meniru, apalagi trend dari para artis, sebenarnya sah-sah saja. Bahkan menurut saya, bukan hanya untuk alasan sosial saja, tapi juga untuk mendapat penerimaan. Ketika kita mencari standar, perilaku artis dianggap sebagai perilaku yang bisa diterima. Makanya, mereka pun ditiru.
Persoalannya sekarang, bentuk peniruan ini bisa jadi membabi buta. Artinya, saking terpesonanya dengan sang artis, maka bisa jadi semua perilakunya pun ditiru. Entah baik (jadi..nggak semua peniruan itu jelek lho!), entah salah, semuanya pun jadi diadopsi dan diterima. Inilah bahayanya! Well, mudah-mudahan saja para artis ini mengerti bahwa semua tingkah laku, sikap dan perilaku mereka diperhatikan dan dicontoh. Dan buat kita yang hobi meniru, ada baiknya dikritisi P.A.S-nya: Positifkah? Akhlakkah? Sesuaikah? Akhirnya, mari kita meniru dengan cerdas!

0 komentar:

Posting Komentar