Senin, 15 Juni 2015

Beras Plastik dan Bisnis-Bisnis Lain Yang Tidak Cerdas Emosi



Rekan-rekan. Isu soal beras plastic begitu santer terdengar. Dimulai dari laporan soal temuan tentang adanya beras plastic di Bekasi. Lantas, kondisi itupun dimuat di Instgram.Beritanya pun kemudian menyebar kemana-mana. Hingga level bupati, gubernur sampai Menteripun turun tangan. Uji labpun dilakukan. Pertama oleh Sucofindo, yang menyatakan adanya bahan plastic. Lalu, diuji ulang oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) yang justr meyatakan tidak adanya unsure plastic. Berita inipun kemudian menjadi simpang siur. Adakah berasnya? Kalau beras aja dipalsukan, gimana makanan lainnya? Tapi, belakangan ini, berita soal beras plastikpun mulai ditepis karena dikatakan bahwa justru membuat beras plastic itu jauh lebih mahal. Beritanyapun seoalh-olah mulai lenyap.


Namun, jauh sebelumnya dan saat inipun masih berlangsung, praktek-praktek bisnis yang jahat di sekiatr kita. Baru-baru ini saya menyaksikan tayangan soal lilin yang digoreng bersama dengan donat. Bayangkan, donat yang disuplai ke sekolah-sekolah dan digemari anak-anak ternyata bisa menjadi awet lantaran ada lilinnya. Dan ditunjukkan dengan jelas bagaimana beberapa batang lilin dimasukkan, dgoreng dulu sampai lumer lalu adonan donatpun digoreng didalamnya. Begitu pula, kita pun ernah menyaksikan bagaimana krupuk yang banyak dikonsumsi ternyata banyak yang digireng dengan plastic agar renyah dan tahan lama. Astaga, bagaimana kita masuk sehat? Bagaimana nggak penyakitan, sakit-sakitan kalau kita mengkonsumsi makanan kayak ini?

Celakanya, kalau para pedanganganya ditanya dalam tayangan tersebut, mereka selalu cerita kalau apa yang dilakukan selalu didasarkan pada motif ekonomi. Kisah mereka awalnya bagus. Misalkan saja, “Dulunya saya ini jujur, donatnya bener-bener dibuat dengan tepung yang bagus” Eh malah makin lama makin rugi karena banyam yang rusak. Nah sekarang, dengan memasukkan lilin, donatny jadi awet dan keuntungan saya dua kali lipat. Yang menarik, salah satu reporter bertanya kepadanya, “Kalau seandainya keluarga Ibu, apakah mereka boleh makan?” Dengan segera si Ibu dalam tayangan itupun menjawab, “Ya kalau keluarga nggak boleh makan dong, ini kan buat dimakan orang lain”.

Nah, distulah saya sering merasa sedih! Bener serius lho, sedih banget! Bayangkan, orang lain yang rugi, sakit ataupun mati, nggak jadi masalah asalkan saya nggak apa-apa. Biar orang lain yang mati atau rugi, yang penting saya nggak apa-apa. Sungguh pemikiran yang egois dan juga…jahat!

Pertama-tama, sebenarnya dari sisi Kecerdasan Spiritual. Tentu saja, apa yang dilakukan dengan mencelakakan orang seperti ini sangatlah jahat. Membiarkan orang ain menderita, sengsara ataupun mengalami bahaya dengan apa yang dilakukannya. Memang, saya bukanlah Tuhan yang bisa menghakimi orang. Tetapi, dari logika kita manusia, tentulah sangat jahat kalau keuntungan yang kita raih, lantas harus dengan cara membuat orang lain celaka. Sebenarnya, sah-sah saja kalau alasannya pingin untung, tetapi tidak perlu sampai harus mencelakakan orang lain dan membuat orang lain dalam bahaya. Belum lagi beberapa agama bicara soal karma. Dalam hal ini, si penjual yang berbuat curang pun harus memikirkan keuntungan yang diperolehnya mungkin tidak akan halal dan mungin saja, akan lenyap dengan cepat lantaran keluarganya jadi sakit, mnederita dan mengalami masalah. Orang-orangpun mengakitkan bencana ini akibat karma yang jahat. Tapi yang jelas, tindakan seperti ini tidak bisa dibenarkan dari sisi agama, dari sisi kecerdasan spiritual.

Kedua, dari sisi empati. Tentunya dibutuhkan kemampuan yang luar biasa untuk membunuh rasa empati itu demi keuntungan. Kalau diperhatikan, sebenarnya si penjual ini tahu bahwa makanan ini jadi berbahaya dan tidak boleh dimakan oleh keluarganya. Tetapi, mengapa ia tidak memikirkan bahwa makana ini akan dimakan oleh orang yang mungkin punya sanak keluarga yang menantinya. Makanan ini akan dimakan oleh anak-anak yang ada orang tuanya. Bayangkan bagaimana perasaan orang tua yang anaknya diracun seperti itu. Seandainya mereka bisa menempatkan diri pada posisi mereka. Tapi ya namanya juga pedagang, tatkala mereka melakukann pastinya hati nuarni dan empati mereka bunuh sehingga tega untuk melakukannya.

Dan akhirnya, bisnis sepertiini tentu saja bukan bisnis yang bisa bertahan lama. Jika ketahuan, mereka akan ditutup mungkin juga ditangkap. Di sisi lain, satu dua kali bisa lolos tetapi lama kelamaan, hal-hal jahat seperti pastilah akan terbongkar suatu ketika dan tatkala itu terjadi, kehidupan merekapun jadi ancaman. Jadi dengan kata lain, melakukan bisnis dengan curang seperti itu ibaratnya sama dengan sedang mengalli kuburan sendiri!




Demikianlah dari saya, Anthony Dio Martin dari HR Excellency. Ingatlah, SUKSES hanya sekitar 20 persen karena !Q Anda tetapi lebih dari 80 persen dipengaruhi oleh EQ Anda. Salam jumpa lagi dan Salam Antusias!



0 komentar:

Posting Komentar