Rekan-rekan. Isu soal beras plastic begitu santer
terdengar. Dimulai dari laporan soal temuan tentang adanya beras plastic di
Bekasi. Lantas, kondisi itupun dimuat di Instgram.Beritanya pun kemudian
menyebar kemana-mana. Hingga level bupati, gubernur sampai Menteripun turun
tangan. Uji labpun dilakukan. Pertama oleh Sucofindo, yang menyatakan adanya
bahan plastic. Lalu, diuji ulang oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)
yang justr meyatakan tidak adanya unsure plastic. Berita inipun kemudian
menjadi simpang siur. Adakah berasnya? Kalau beras aja dipalsukan, gimana
makanan lainnya? Tapi, belakangan ini, berita soal beras plastikpun mulai
ditepis karena dikatakan bahwa justru membuat beras plastic itu jauh lebih
mahal. Beritanyapun seoalh-olah mulai lenyap.
Namun, jauh sebelumnya
dan saat inipun masih berlangsung, praktek-praktek bisnis yang jahat di sekiatr
kita. Baru-baru ini saya menyaksikan tayangan soal lilin yang digoreng bersama
dengan donat. Bayangkan, donat yang disuplai ke sekolah-sekolah dan digemari
anak-anak ternyata bisa menjadi awet lantaran ada lilinnya. Dan ditunjukkan
dengan jelas bagaimana beberapa batang lilin dimasukkan, dgoreng dulu sampai
lumer lalu adonan donatpun digoreng didalamnya. Begitu pula, kita pun ernah
menyaksikan bagaimana krupuk yang banyak dikonsumsi ternyata banyak yang
digireng dengan plastic agar renyah dan tahan lama. Astaga, bagaimana kita
masuk sehat? Bagaimana nggak penyakitan, sakit-sakitan kalau kita mengkonsumsi
makanan kayak ini?
Celakanya, kalau para
pedanganganya ditanya dalam tayangan tersebut, mereka selalu cerita kalau apa
yang dilakukan selalu didasarkan pada motif ekonomi. Kisah mereka awalnya
bagus. Misalkan saja, “Dulunya saya ini jujur, donatnya bener-bener dibuat
dengan tepung yang bagus” Eh malah makin lama makin rugi karena banyam yang
rusak. Nah sekarang, dengan memasukkan lilin, donatny jadi awet dan keuntungan
saya dua kali lipat. Yang menarik, salah satu reporter bertanya kepadanya,
“Kalau seandainya keluarga Ibu, apakah mereka boleh makan?” Dengan segera si
Ibu dalam tayangan itupun menjawab, “Ya kalau keluarga nggak boleh makan dong,
ini kan buat dimakan orang lain”.
Nah, distulah saya sering
merasa sedih! Bener serius lho, sedih banget! Bayangkan, orang lain yang rugi,
sakit ataupun mati, nggak jadi masalah asalkan saya nggak apa-apa. Biar orang
lain yang mati atau rugi, yang penting saya nggak apa-apa. Sungguh pemikiran
yang egois dan juga…jahat!
Pertama-tama,
sebenarnya dari sisi Kecerdasan Spiritual. Tentu saja, apa yang dilakukan
dengan mencelakakan orang seperti ini sangatlah jahat. Membiarkan orang ain
menderita, sengsara ataupun mengalami bahaya dengan apa yang dilakukannya.
Memang, saya bukanlah Tuhan yang bisa menghakimi orang. Tetapi, dari logika
kita manusia, tentulah sangat jahat kalau keuntungan yang kita raih, lantas
harus dengan cara membuat orang lain celaka. Sebenarnya, sah-sah saja kalau
alasannya pingin untung, tetapi tidak perlu sampai harus mencelakakan orang
lain dan membuat orang lain dalam bahaya. Belum lagi beberapa agama bicara soal
karma. Dalam hal ini, si penjual yang berbuat curang pun harus memikirkan
keuntungan yang diperolehnya mungkin tidak akan halal dan mungin saja, akan
lenyap dengan cepat lantaran keluarganya jadi sakit, mnederita dan mengalami
masalah. Orang-orangpun mengakitkan bencana ini akibat karma yang jahat. Tapi
yang jelas, tindakan seperti ini tidak bisa dibenarkan dari sisi agama, dari
sisi kecerdasan spiritual.
Kedua, dari sisi empati.
Tentunya dibutuhkan kemampuan yang luar biasa untuk membunuh rasa empati itu
demi keuntungan. Kalau diperhatikan, sebenarnya si penjual ini tahu bahwa
makanan ini jadi berbahaya dan tidak boleh dimakan oleh keluarganya. Tetapi,
mengapa ia tidak memikirkan bahwa makana ini akan dimakan oleh orang yang
mungkin punya sanak keluarga yang menantinya. Makanan ini akan dimakan oleh
anak-anak yang ada orang tuanya. Bayangkan bagaimana perasaan orang tua yang
anaknya diracun seperti itu. Seandainya mereka bisa menempatkan diri pada
posisi mereka. Tapi ya namanya juga pedagang, tatkala mereka melakukann
pastinya hati nuarni dan empati mereka bunuh sehingga tega untuk melakukannya.
Dan akhirnya, bisnis
sepertiini tentu saja bukan bisnis yang bisa bertahan lama. Jika ketahuan,
mereka akan ditutup mungkin juga ditangkap. Di sisi lain, satu dua kali bisa
lolos tetapi lama kelamaan, hal-hal jahat seperti pastilah akan terbongkar
suatu ketika dan tatkala itu terjadi, kehidupan merekapun jadi ancaman. Jadi
dengan kata lain, melakukan bisnis dengan curang seperti itu ibaratnya sama
dengan sedang mengalli kuburan sendiri!
Demikianlah dari saya,
Anthony Dio Martin dari HR Excellency. Ingatlah, SUKSES hanya sekitar 20 persen
karena !Q Anda tetapi lebih dari 80 persen dipengaruhi oleh EQ Anda. Salam
jumpa lagi dan Salam Antusias!
0 komentar:
Posting Komentar