Uang adalah hamba yang baik tetapi tuan yang jahat. Itulah salah satu pepatah yang kita seringkali dengar. Dan baru-baru ini, saya berkesempatan untuk membaca kisah kehidupan mantan orang terkaya di Indonesia jaman penjajahan Belanda, seorang yang digelari Raja Gula Asia Tenggara yakni Oei Tiong Ham. Bayangkan, saking kayanya, rumahnya sendiri sekitar luasnya 9,2 hektar di daerah Semarang dengan sekitar 50 pelayan yang siap melayaninya. Dan ia sendiri mampu mengimpor mobil sementara orang Belanda saat itupun, tidak ada yang mampu membeli mobil-mobil mewah. Uang yang diwariskan ketika ia meninggal di tahun 1924 pun luar biaya yakni lebih dari 28 juta dollar AS! Itupun hanya uang, belum lagi terhitung aset tidak berjalannya. Namun, sayangnya ternyata uang itupun banyak meninggalkan masalah karena perebutan warisan dan ketidakbahagiaan terhadap pembagian warisannya. Dalam riwayatnya yang cukup tragis itulah, saya belajar bagaimana uang mampu membeli kebahagiaan tetapi bagaimana uangpun menjadi sumber malapetaka.
Bercermin dari
kisah tragisnya kehidupan Oei Tiong Ham
itulah, maka seyogyanya kita membicarakan soal 4 level kemampuan
seseorang dalam mendayagunakan uang semasa hidupnya. Inilah 4 level yang
seringkali disebut sebagai Money Mastery.
4 Level Money Mastery
Level pertama
dalam mendayagunakan uang adalah USE MONEY (gunakan uang). Di level yang paling
bawah ini, kita sama sekali tidak mampu menghasilkan uang. Kita hanya menjadi
subjek dan bergantung pada orang lain untuk menggunakan uang. Inilah
tahapan-tahapan awal dalam perkembangan kehidupan kita, dimana kita harus
mengulurkan tangan, bergantung pada orang lain (bisa jadi orang tua, kenalan,
atau famili) untuk mendapatkan uang yang kita butuhkan dalam kehidupan kita.
Orang lainlah yang memungkinkan kita membeli barang-barang keperluan kita.
Selanjutnya,
dari level pertama, kita mulai bergerak ke level berikutnya yakni GENERATE
MONEY (hasilkan uang). Di level inilah, kita mulai mandiri soal uang. Di level
inilah, kita mulai tidak bergantung pada orang lain untuk mendapatkan uang bagi
kita. Umumnya, kita mampu mencukupi kebutuhan kita sendiri dalam hal
menyediakan barang-barang yang kita perlukan. Disini, Anda punya tabungan
sendiri. Punya kekayaan pribadi bahkan bisa memberikannya sesekali kepada orang
lain yang membutuhkan orang lain.
Dari level
kedua, kita bergerak ke level ketiga yakni ENJOY MONEY (nikmati uang). Di
bagian inilah, Anda bukan hanya bisa menghasilkan tetapi Anda juga bisa
menikmati uang yang Anda peroleh. Di level ini Anda merasa bahwa saatnya bagi
Anda untuk menikmati apa yang telah Anda upayakan dengan susah payah.
Selanjutnya,
level terakhir dari Money Mastery adalah SHARE MONEY (berbagi uang). Di level
ini, Anda bukan hanya bisa menghasilkan, bisa menikmati tetapi Anda juga mampu
menggunakan uang Anda menjadi sumber berkat bagi orang lain. Tidalah mudah
untuk sampai kepada level ini oleh karena di level ini, Anda harus merelakan
uang Anda diberikan kepada orang lain tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan
balasan apapun.
Mengkritisi 4 Level Money Mastery
Berbicara soal
empat level money mastery di atas, mari cermati beberapa realita. Kenyataan
pertama menunjukkan banyak orang yang seumur hidupnya, tidak mampu menghasilkan
uang sehingga terus-menerus hanya berada di level satu. Manusia seperti ini,
seumur hidupnya menggantungkan pada orang lain untuk mendapatkan uang yang
dibutuhkannya. Tentu saja ada problem disini. Iya kalau orang yang
memberikannya masih ingin terus memberikan kepadanya. Bagaimana kalau suatu
ketika, orang yang selama ini memberikan memutuskan untuk menyetop pemberian
tersebut. Maka, orang yang menggantungkan pada orang lain tersebut akan
mengalami masalah. Itulah sebabnya, jauh lebih baik disarankan jika seseorang
menjadi mandiri soal uang dalam hidupnya, atau dengan kata lain, bergerak ke
level kedua. Saya pun jadi teringat kisah seorang ibu rumah tangga yang
terpaksa mandiri, ia pun berkisah tentang hidupnya "Sama sekali tidak terbayangkan bahwa saya harus mandiri. Saya
hanya menggantungkan pada suami saya untuk biaya sehari-hari. Suatu ketika,
suami saya kena stroke dan menjadi invalid (lumpuh) sehingga terpaksalah saya
yang harus mencari uang".
Namun, setelah
mampu di level kedua, banyak juga para pencari uang yang hanya berhenti di
level kedua ini. Mereka susah payah mencari dan mendapatkan uang tetapi sangat
pelit membelanjakannya. Mereka mencari dan mengumpulkan uang tetapi sama sekali
tidak pernah bisa menikmatinya. Bahkan, kalaupun diajak menikmati, mereka harus
menikmatinya dengan perasaan sakit (pain).
Saya teringat kisah seorang pemulung dan gelandangan yang ketika meninggal
dan digeledah kamarnya, ternyata berhasil menabung hingga mencapai ratusan juta
rupiah. Sayangnya, gelandangan ini tidak pernah bisa menikmati apa yang
dilakukannya. Begitu pula banyak orang di sekita kita yang demikian. Mereka
terlau sibuk mengumpulkan dan mencari uang hingga tragisnya, justru orang
lainlah yang menikmati jerih payahnya. Celakanya, mereka sendiri merasa sakit
dan tersiksa jika harus menggunakan sedikit saja dari uangnya. Merekapun
menjadi sangat pelit dengan diri mereka.
Dalam
kenyataannya, ada pula yang mengerti dan mampu sampai di level ketiga yakni
menikmati jerih payahnya. Hanya saja, tantangannya orang ini bisa menjadi
sangat royal bagi diri ataupun orang terdekatnya tetapi menjadi pelit bagi
orang lain. Terkadang, tragisnya kita melihat ada boss yang jor-joran hidupnya
serta foya-foya tetapi pembantu dan karyawannya dibiarkan menjadi sangat
melarat hidupnya. Filosofi hidup mereka di level ini bisa jadi, "Saya kan sudah capek-capek mencari duit. Boleh dong
saya nikmati. Kenapa mesti dibagi-bagi? Saya kan mendapatkannya dengan susah
payah? Kalau mereka mau, mereka juga mesti kerja keras dong!". Orang-orang
ini mungkin menikmati sejenak keringat mereka, tetapi mereka pun menjadi
was-was dan takut kalau suatu ketika harta mereka akan lenyap. Terkadang, orang
lain pun banyak yang mencibir bahkan bersikap sinis pada kekayaan mereka.
Level keempat,
yang agak langka adalah tatkala seseorang yang mampu menghasilkan uang, dapat
menikmati jerih payahnya dengan bahagia sekaligus bisa membagikan uangnya untuk
memberkati orang lain yang kekurangan. Di level ini, orang lain bisa ikut
merasa bersyukur atas kekayaan orang tersebut. Orang inipun tidak pelit
berbagi. Menariknya, justru ketika orang ini menjadi pemurah dan berbagi,
terkadang banyak berkat justru melimpah dan datang kepadanya.
Di akhir
tulisan ini, pertanyaan saya sangat sederhana sekali: sampai dimanakah level
money mastery Anda?
0 komentar:
Posting Komentar