Selasa, 24 Maret 2015

Manajemen Ala Penari Tango!


Saya teringat ketika dulu saya sedang sakit dan terbaring di RS, untuk mengisi waktu, iseng-seing saya mengambil remote control untuk melihat berbagai tayangan TV yang tersedia. Akhirnya, pilihan saya jatuh pada fi lm Courageous yang berkisah soal peran ayah di dalam rumah. Ada suatu adegan tak terlupakan yang amat mengharukan dalam fi lm ini. Saat itu, dikisahkan soal seorang ayah yang menolak untuk diajak berdansa oleh anaknya yang masih kecil, lantaran ia merasa malu. Tanpa diduga, anaknya kemudian ditabrak mati oleh pengendara mobil yang mabuk.

Bagian paling mengharukan adalah tatkala si ayah tersebut, dengan berlinang air mata, kembali ke tempat di mana anaknya pernah memintanya berdansa bareng, lantas membayangkan dirinya sedang menari bersama dengan anaknya yang telah tiada. Di situlah kita bisa melihat, betapa sepi dan tidak menyenangkannya, jika kita harus menari sendirian. 

Manajemen-pun demikian. Kita tidak bisa pula melalukannya sendirian! Nah, Anda juga pasti pernah mendengar pepatah bahasa Inggris yang bunyinya, 'It takes two for tango' yang kurang lebih artinya 'dibutuhkan dua orang untuk menari Tango'. Entah mengapa yang dibicarakan hanya soal Tango, padahal tarian bukan hanya Tango, tetapi juga ada Cha Cha, Waltz, bahkan Disco, dan lainnya. Namun, memang menarik untuk melihat hikmah soal manajemen dengan mengibaratkan penari Tango. Saya sendiri pun jadi teringat ketika, demi sang istri, jadi belajar menari Tango. Dan ternyata, dari sebuah tarian Tango memang banyak hal yang bisa kita pelajari dan terapkan di dalam dunia pekerjaan dan manajemen. 

Nah, apa saja refleksi soal manajemen yang saya peroleh dari tarian Tango tersebut?
Pertama, dan terutama adalah soal interaksi. Memang betul sekali bahwa Anda tidak mungkin menari Tango sendirian (lha iya lah!). Tango biasanya dilakukan dengan berpasangan. Di sinilah kitapun belajar bahwa manajemen pun bukanlah kerja sendirian, dibutuhkan lebih dari satu bahkan banyak orang untuk mengelola suatu organisasi yang sukses. Jadi manajemen bukanlah pekerjaan single fighter, tetapi hasil kerja sama. 

Kedua, soal interdependence. Yang jelas, gerakan dan perilaku satu orang akan mempengaruhi yang lain. Begitulah yang terjadi tatkala orang menari Tango. Gerakan dan posisi partner kita akan menentukan langkah dan gerakan kita berikutnya pula. Begitu pula dalam manajemen pun, kita saling tergantung dengan yang lain. Langkah, sikap serta proses tindakan yang dilakukan oleh partner, akan mempengaruhi diri kita. 

Ketiga, belajar following the rules (mengikuti aturan). Di dalam Tango, ada aturan-aturan gerakan tertentu yang mau nggak mau harus diikuti, serta menjadi standar gerakan tarian Tango. Dengan demikian, kita tidak bisa seenaknya bergerak. Malahan, jika gerakan kita sembarangan, salah-salah kita akan ditertawakan karena hasilnya bukan lagi tarian Tango, tetapi Disco! 

Keempat, kita jadi belajar soal empati. Dalam hal ini, jika seseorang lebih mahir dan lebih baik dalam berdansa, maka dia harus tahu diri dan berkorban. Dalam hal ini, dia harus menyesuaikan dengan yang lainnya, seseorang yang bisa menari dengan baik, tidak bisa menari sendiri karena akan menyulitkan bagi pasangannya. Karena itu, ia harus bisa menolong pasangannya untuk mahir seperti dirinya. Begitu pula hal ini berlaku juga dalam dunia manajemen. Namun, bukan berarti dia selalu mengalah. Tepatnya adalah berempati, untuk mengarahkan. 

Kelima, seseorang yang lebih kurang kemampuannya dalam hal menari tetap mesti tekun berlatih agar dirinya tidak menjadi beban bagi orang lain. Begitu pula dalam manajemen, hukum yang sama berlaku.  Janganlah diri kita menjadi beban dalam organisasi, gara-gara skill ataupun kemampuan yang terbatas. 

Bicara soal filosofi  menari Tango, maka tidak heran jika ada seorang praktisi manajemen yang telah sekitar 30 tahun berkecimpung dalam dunia manajeman dan juga seorang penulis, namanya Dr. Henry Meyer. Dia adalah penulis buku Managing with Emotional Intelligence: It Takes Two for Tango. 


Kecerdasan Emosional 

Intinya, Dr Henry Meyer banyak menyinggung soal interaksi berbasis Kec erdasan Emosional dalam dunia man ajemen yang begitu penting bagi kelangsungan organisasi. Tebaklah apa ilustrasi yang digunakannya? Menari Tango juga!
Bahkan, dari buku tersebut, ada pemikiran ekstra dari Dr Henry Meyer yang bisa kita kaitkan dengan dunia tari-tarian yang bisa jadi pelajaran bagi kita pula. Paling tidak ada tiga hal penting yang dikatakan oleh Dr. henry Meyer yang bisa melengkapi pemahaman kita soal keterkaitan manajemen dengan dunia tarian. 

Pertama adalah menciptakan creative conflict. Dalam hal menari, menyamakan gerakan antara dua orang pastilah akan menciptakan konflik. Kadang ada yang bergerak ke arah kiri dan ada yang ingin ke kanan. Masing-masing mungkin punya alasan. Begitulah yang seringkali terjadi pula dalam tarian.

Saya pun teringat reality show soal “So You Think You Can You Dance” yang menggambarkan kompetisi antarpasangan penari untuk menjadi pemanang. Di situlah terlihat bagaimana konfl ik kadangkala terjadi. Ada konflik yang justru akhirnya bisa menghasilkan tarian yang lebih kreatif, tetapi ada juga yang hasilnya tarian yang kacau balau, akibat konflik yang tak bisa diselesaikan.
Hey, bukanlah dalam manajemen hal yang sama juga terjadi? 

Kadangkala, karena berbagai kepetingan, orang-orangpun bisa bergerak ke arah yang berlawanan. Bagaimana kita mengelola hal ini?

Intinya, bagaimana caranya menciptakan konflik yang sehat, bukannya saling merusak. Salah satu cara yang bisa jadi pegangan bagi kita adalah selalu mengajukan pertanyaan untuk menggali kesepahaman yang berujung pada solusi bukan saling menyalahkan!

Kedua, dalam tarian kita bicara soal pentingnya good chemistry. Ini bicara soal kecocokan. Pernahkah terbayangkan oleh Anda menari dengan orang yang sama sekali tidak menarik dan tidak menyenangkan menurut Anda. Betapa tersiksanya? Begitu pula di dalam dunia manajemen.
Bayangkanlah kita mengelola suatu organisasi bersama dengan orang yang tidak kita sukai atau senangi. Bagaimanakah kondisinya? Karena itu, dikatakan sebuah tes sederhana tentang chemistry adalah tanyakan: apakah kamu merasa nyaman dengan kehadiran orang tertentu? Bagaimana dengan kehadiran orang-orang tertentu di organisasi Anda. Apakah Anda sungguh merasa nyaman?

Ketiga adalah soal pay with feeling. Perhatikanlah dalam dunia tari-tarian. Kondisinya amatlah meletihkan, perlu latihan dan kadang berpeluh keringat. Dan itupun belum tentu langsung gerakannya berhasil. Belum lagi kalau terjadi kesalahan dan ditegur oleh pelatihnya.

Jadi, ada banyak pengorbanan di sini. Lantas, mengapa orang melakukannya dengan sukacita? Alasannya, terletak pada perasaan sukacita tatakala bisa memberikan hasil tontotan yang menyenangkan. Begitu pula dalam dunia manajemen, boleh dikatakan memang meletihkan. Apalagi kalau mengerjakan proyek yang panjang dan tak kunjung usai. 

Namun, meski meletihkan, selama orang masih bisa menikmati dan mempunyai perasaan gembira, maka orang akan tetap menikmati pekerjaan itu. Karena itulah, Henry Meyer lantas menyarankan kalaupun kamu tidak bisa membayar orang-orangmu dengan gaji yang tinggi, paling nggak buatlah mereka merasa senang, sukacita ataupun nyaman dengan apa yang dikerjakannya saat ini. So, shall we dance?


Anthony Dio Martin, “Best EQ trainer Indonesia”, direktur HR Excellency, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah satu radio terkemuka di Indonesia, host beberapa acara di salah satu TV kabel di Indonesia, kolomnis di berbagai harian dan majalah. Website: www.anthonydiomartin.com dan twitter: @anthony_dmartin

0 komentar:

Posting Komentar