Saya teringat ketika dulu saya sedang sakit dan terbaring di
RS, untuk mengisi waktu, iseng-seing saya mengambil remote control untuk melihat
berbagai tayangan TV yang tersedia. Akhirnya, pilihan saya jatuh pada fi lm
Courageous yang berkisah soal peran ayah di dalam rumah. Ada suatu adegan tak
terlupakan yang amat mengharukan dalam fi lm ini. Saat itu, dikisahkan soal
seorang ayah yang menolak untuk diajak berdansa oleh anaknya yang masih kecil,
lantaran ia merasa malu. Tanpa diduga, anaknya kemudian ditabrak mati oleh
pengendara mobil yang mabuk.
Bagian paling mengharukan adalah tatkala si ayah tersebut,
dengan berlinang air mata, kembali ke tempat di mana anaknya pernah memintanya
berdansa bareng, lantas membayangkan dirinya sedang menari bersama dengan
anaknya yang telah tiada. Di situlah kita bisa melihat, betapa sepi dan tidak
menyenangkannya, jika kita harus menari sendirian.
Manajemen-pun demikian. Kita tidak bisa pula melalukannya
sendirian! Nah, Anda juga pasti pernah mendengar pepatah bahasa Inggris yang
bunyinya, 'It takes two for tango' yang kurang lebih artinya 'dibutuhkan dua
orang untuk menari Tango'. Entah mengapa yang dibicarakan hanya soal Tango,
padahal tarian bukan hanya Tango, tetapi juga ada Cha Cha, Waltz, bahkan Disco,
dan lainnya. Namun, memang menarik untuk melihat hikmah soal manajemen dengan
mengibaratkan penari Tango. Saya sendiri pun jadi teringat ketika, demi sang
istri, jadi belajar menari Tango. Dan ternyata, dari sebuah tarian Tango memang
banyak hal yang bisa kita pelajari dan terapkan di dalam dunia pekerjaan dan manajemen.
Nah, apa saja refleksi soal manajemen yang saya peroleh dari
tarian Tango tersebut?
Pertama, dan terutama adalah soal interaksi. Memang betul
sekali bahwa Anda tidak mungkin menari Tango sendirian (lha iya lah!). Tango
biasanya dilakukan dengan berpasangan. Di sinilah kitapun belajar bahwa
manajemen pun bukanlah kerja sendirian, dibutuhkan lebih dari satu bahkan
banyak orang untuk mengelola suatu organisasi yang sukses. Jadi manajemen
bukanlah pekerjaan single fighter, tetapi hasil kerja sama.
Kedua, soal interdependence. Yang jelas, gerakan dan
perilaku satu orang akan mempengaruhi yang lain. Begitulah yang terjadi tatkala
orang menari Tango. Gerakan dan posisi partner kita akan menentukan langkah dan
gerakan kita berikutnya pula. Begitu pula dalam manajemen pun, kita saling
tergantung dengan yang lain. Langkah, sikap serta proses tindakan yang
dilakukan oleh partner, akan mempengaruhi diri kita.
Ketiga, belajar following the rules (mengikuti aturan). Di
dalam Tango, ada aturan-aturan gerakan tertentu yang mau nggak mau harus
diikuti, serta menjadi standar gerakan tarian Tango. Dengan demikian, kita
tidak bisa seenaknya bergerak. Malahan, jika gerakan kita sembarangan,
salah-salah kita akan ditertawakan karena hasilnya bukan lagi tarian Tango, tetapi
Disco!
Keempat, kita jadi belajar soal empati. Dalam hal ini, jika
seseorang lebih mahir dan lebih baik dalam berdansa, maka dia harus tahu diri
dan berkorban. Dalam hal ini, dia harus menyesuaikan dengan yang lainnya,
seseorang yang bisa menari dengan baik, tidak bisa menari sendiri karena akan
menyulitkan bagi pasangannya. Karena itu, ia harus bisa menolong pasangannya
untuk mahir seperti dirinya. Begitu pula hal ini berlaku juga dalam dunia
manajemen. Namun, bukan berarti dia selalu mengalah. Tepatnya adalah berempati,
untuk mengarahkan.
Kelima, seseorang yang lebih kurang kemampuannya dalam hal
menari tetap mesti tekun berlatih agar dirinya tidak menjadi beban bagi orang
lain. Begitu pula dalam manajemen, hukum yang sama berlaku. Janganlah diri kita menjadi beban dalam
organisasi, gara-gara skill ataupun kemampuan yang terbatas.
Bicara soal filosofi
menari Tango, maka tidak heran jika ada seorang praktisi manajemen yang
telah sekitar 30 tahun berkecimpung dalam dunia manajeman dan juga seorang
penulis, namanya Dr. Henry Meyer. Dia adalah penulis buku Managing with
Emotional Intelligence: It Takes Two for Tango.
Kecerdasan Emosional
Intinya, Dr Henry Meyer banyak menyinggung soal interaksi
berbasis Kec erdasan Emosional dalam dunia man ajemen yang begitu penting bagi
kelangsungan organisasi. Tebaklah apa ilustrasi yang digunakannya? Menari
Tango juga!
Bahkan, dari buku tersebut, ada pemikiran ekstra dari Dr
Henry Meyer yang bisa kita kaitkan dengan dunia tari-tarian yang bisa jadi
pelajaran bagi kita pula. Paling tidak ada tiga hal penting yang dikatakan oleh
Dr. henry Meyer yang bisa melengkapi pemahaman kita soal keterkaitan manajemen
dengan dunia tarian.
Pertama adalah menciptakan creative conflict. Dalam hal
menari, menyamakan gerakan antara dua orang pastilah akan menciptakan konflik.
Kadang ada yang bergerak ke arah kiri dan ada yang ingin ke kanan.
Masing-masing mungkin punya alasan. Begitulah yang seringkali terjadi pula
dalam tarian.
Saya pun teringat reality show soal “So You Think You Can You Dance” yang menggambarkan kompetisi antarpasangan penari untuk menjadi pemanang. Di situlah terlihat bagaimana konfl ik kadangkala terjadi. Ada konflik yang justru akhirnya bisa menghasilkan tarian yang lebih kreatif, tetapi ada juga yang hasilnya tarian yang kacau balau, akibat konflik yang tak bisa diselesaikan.
Hey, bukanlah dalam manajemen hal yang sama juga terjadi?
Kadangkala, karena berbagai kepetingan, orang-orangpun bisa
bergerak ke arah yang berlawanan. Bagaimana kita mengelola hal ini?
Intinya, bagaimana
caranya menciptakan konflik yang sehat, bukannya saling merusak. Salah satu
cara yang bisa jadi pegangan bagi kita adalah selalu mengajukan pertanyaan
untuk menggali kesepahaman yang berujung pada solusi bukan saling menyalahkan!
Kedua, dalam tarian
kita bicara soal pentingnya good chemistry. Ini bicara soal kecocokan.
Pernahkah terbayangkan oleh Anda menari dengan orang yang sama sekali tidak
menarik dan tidak menyenangkan menurut Anda. Betapa tersiksanya? Begitu pula di
dalam dunia manajemen.
Bayangkanlah kita mengelola suatu organisasi bersama dengan
orang yang tidak kita sukai atau senangi. Bagaimanakah kondisinya? Karena itu,
dikatakan sebuah tes sederhana tentang chemistry adalah tanyakan: apakah kamu
merasa nyaman dengan kehadiran orang tertentu? Bagaimana dengan kehadiran
orang-orang tertentu di organisasi Anda. Apakah Anda sungguh merasa nyaman?
Ketiga adalah soal pay with feeling. Perhatikanlah dalam
dunia tari-tarian. Kondisinya amatlah meletihkan, perlu latihan dan kadang
berpeluh keringat. Dan itupun belum tentu langsung gerakannya berhasil. Belum
lagi kalau terjadi kesalahan dan ditegur oleh pelatihnya.
Jadi, ada banyak
pengorbanan di sini. Lantas, mengapa orang melakukannya dengan sukacita?
Alasannya, terletak pada perasaan sukacita tatakala bisa memberikan hasil
tontotan yang menyenangkan. Begitu pula dalam dunia manajemen, boleh dikatakan
memang meletihkan. Apalagi kalau mengerjakan proyek yang panjang dan tak
kunjung usai.
Namun, meski meletihkan, selama orang masih bisa menikmati
dan mempunyai perasaan gembira, maka orang akan tetap menikmati pekerjaan itu.
Karena itulah, Henry Meyer lantas menyarankan kalaupun kamu tidak bisa membayar
orang-orangmu dengan gaji yang tinggi, paling nggak buatlah mereka merasa
senang, sukacita ataupun nyaman dengan apa yang dikerjakannya saat ini. So,
shall we dance?
Anthony Dio Martin, “Best EQ trainer Indonesia”, direktur HR Excellency, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah satu radio terkemuka di Indonesia, host beberapa acara di salah satu TV kabel di Indonesia, kolomnis di berbagai harian dan majalah. Website: www.anthonydiomartin.com dan twitter: @anthony_dmartin
0 komentar:
Posting Komentar