Berbisnis
dengan Mulia!
Terus
terang, berbisnis dengan mulia itu sulitnya setengah mati.
Saya
ingin membagikan kisah ini.
Baru-baru
ini, ada sebuah tawaran menarik terkait degan bisnis kami. Bisnis di dunia
pelatihan. Intinya, kalau kami bersedia mengajar di instansi tersebut, maka
kami akan mendapat berangkatan-angkatan. Ini artinya bisnisnya akan banyak
sekali! Bisa tahunan kami mengajar di sana, tidak perlu susah-susah lagi jualan
dan hanya mengajar disana. Hanya saja, pihak dari instansi itu meminta satu
syarat, syaratnya adalah kami harus memberikan uang sogokan sekitar 30 persen
agar kamilah yang lantas dipilih.
Saya
bukanlah orang yang sangat-sangat suci. Buktinya? Saya “ternyata” masih sempat
harus memikirkan secara mendalam ketika mendapatkan tawaran ini. Bahkan, saya
harus merembuk dengan tim internalku soal tawaran ini. Bayangkan? Kalau kita
mau, maka artinya kita akan bisa mendapatkan jaminan berkali-kali melakukan
pelatihan sepanjang tahun. Malahan, bisa jadi akan ke tahun-tahun berikutnya.
Terus terang ini sangat-sangat menggoda.
Tapi,
jawaban dari timku luar biasa.
“NO.
THANKS!”
Itulah
yang sekaligus membuatku selalu bangga dengan integritas dan prinsip-prinsip
timku! Sangat-sangat bangga, hingga sekarang!
Mereka
mengatakan sebaiknya ditolak saja.
Dua
alasan yang mereka kemukakan.
Satu,
melanggar prinsip. Jika kita mulai memberi-beri komisi, hal ini mencoreng muka
sendiri karena menjalankan bisnis dengan cara yang sebenarnya tidak pantas.
Alasan kedua, biarlah kita memang dipilih karena kualitas pelatihan kita yang
baik, bukan karena kita adalah perusahaan yang suka kasih komisi. Sebenarnya,
ada alasan ketiga juga sih,
“Toh
bisnis kita masih berjalan dengan baik. Training kita masih banyak. Dan tidak perlu melanggar
prinsip-prinsip seperti itu demi mendapatkan bisnis!”
Nah,
tim seperti itulah yang saya miliki! Saya bangga tapi juga kadang bingung,
MENJALANKAN
BISNIS DEGAN MULIA DI JAMAN SEKARANG, BUKANLAH PERKARA YANG MUDAH!
Terus terang ini bukan yang pertama kalinya.
Ada kisah sebelumnya.
Saya pernah ditawari untuk mengajar di
sebuah perusahaan. Sama juga. Cuma kali ini lebih parah. Penawarannya adalah 20
persen dan 80 persen. Jangan salah lho! 20% buat si trainer tetapi 80% bagi
pihak oknum-oknum di perusahaan itu. Menurut mereka, angka 80% itu mereka
minta, sebab banyak yang harus dikasih jatah. Tapi, mereka setuju kalau dari
harga normalku, di mark up saja 80%-nya. Jadi saya tidak akan rugi apapun sebenarnya.
Bahkan, kalau saya bersedia maka saya pasti tidak perlu jualan lagi selama TIGA
TAHUN! Ini betul-betul menggoda.
Tapi
itu sudah kisah masa lalu, karena saya menolaknya!
Waktu
itu alasan saya sangat logis dan sangat praktis.
Bukan
karena persentase yang tidak adil! Sama sekali bukan! (Toh kalau mau saya tetap
mendapatkan angka yang saya inginkan)
Juga
bukan karena alasan idealisme saya. Saya bukanlah orang suci yang tanpa cacat
cela dalam belajar menegakkan prinsip. Terus terang, hingga kinipun saya pun
masih harus banyak belajar soal memegang prinsip dalam hidupku. Tapi, alasan
saya sangat praktis dan logis.
Alasannya…
Kalau
saya terbiasa menjalankan bisnis dengan cara mencari untung melalui komisi atau
memberikan suap, maka akibatnya saya akan terbiasa. Lantas, daripada berupaya
mengembangkan produk, servis yang kami miliki, malahan otak kami sibuk diracuni
dengan bagaimana cara kami mendapatkan lembaga dan perusahaan yang orangnya
bisa dikasih suap. Lama-kelamaan otot bisnis kami melemah. Lebih buruknya,
kemampuan kami untuk memberikan jasa training yang lebih baik, yang lebih
berkualitaspun jadi melemah. Karena, tiap hari kami jadi sibuk mencari dimana
ada perusahaan ataupun organisasi yang bisa dikasih sogokan. Bukannya,
bagaimana mengembangkan produk dan servis kami.
Itulah
ALASAN UTAMA-nya, maka kutolak.
Sebelumnya
saya memohon maaf atas tulisan ini.
Saya
tahu, banyak pebisnis yang mungkin akan menertawakan tulisan ini. Mungkin juga
mencibir.
Saya
pun tidak sok suci serta menghakimi mereka yang terpaksa harus memberikan
komisi sehingga bisa memperoleh bisnisnya. Masalahnya, ini menyangkut bisnis
yang kadangkala, terpaksa untuk dilakoni. Saya mengerti sekali sisi ini.
Jangan
salah.Tulisan ini bukan untuk menghakimi moral siapapun.
Tapi,
tujuan tulisan ini hanyalah untuk mengingatkan bahwa jika punya pilihan yang
baik, cobalah memilih bisnis yang dimana kita tidak perlu mengorbankan
prinsip-prinsip yang baik.
Jangan
berbisnis dimana kita harus diipaksa menjual diri kita.
Jangan
berbisnis dimana kita diharuskan untuk melacurkan diri kita (dalam arti fisik
dan kiasan)
Jangan
berbisnis dimana kita harus menggadaikan prinsip-prinsip kita.
Bukan
karena nantinya neraka akan menanti kita. Bukan itu!
Sebab,
saya bukan seorang ulama.
Tetapi,
kalau kita sudah terbiasa berbisnis degan cara-cara seperti itu. Seperti yang
telah saya katakan di atas…..Maka akibatnya, otot berbisnis kita yang
sesungguhnya jadi tidak terlatih. Otak dan pikiran kita jadi sibuk mencari-cari
cara berbisnis seperti itu terus-menerus. Mencari cara dimana ada perusahaan
yang orangnya gampang diberi sogokan. Pikiran Andapun sibuk mencari bagaimana
caranya memberi sogokan yang tidak ketahuan, yang membuat Anda dipilih. Pikiran
Ada pun jadi sibuk: sogokan berapa ya? Bagusnya kasih berapa ya? Apa sogokan
yang paling bagus kukasiin ya? Gimana caranya kenal orang yang membuat
keputusan membeli itu dan gimana bisa menyogok orang itu? Nah, lama kelamaan
pikiran bisnis kita pun jadi tidak berkembang diganti oleh kesibukan
mencari-cari celah seperti itu. Ingatlah…
SEBAB
KEMANA KITA MEMFOKUSKAN NIAT KITA, KESANALAH PIKIRAN KITA SETIAP HARI AKAN
DIARAHKAN!
Padahal,
lihat juga kedepannya…
Yang
namanya “orang kunci” yang Anda berikan sogokan itu mungkin akan diganti.
Bahkan, mungkin akhirnya ditangkap oleh KPK, gara-gara korupsi. Manajemennya
pun akan berubah. Lantas, apakah gara-gara itu bisnis Anda juga harus terhenti
lantaran orang kunci Anda sudah tidak ada?
Kalau
bisnis Anda memang hanya mengandalkan orang kunci, maka “iya” bisnis Anda akan
terhenti.
Tapi,
kalau Anda mengandalkan produk serta servis Anda. Mungkin akan terganggu
sejenak lantaran Anda harus membangun keyakinan lagi orang ini terhadap produk
dan servis Anda. Namun, Anda tidak perlu terlalu cemas karena Anda tahu masih
banyak perusahaan, organsiasi, klien, customer yang mau membutuhkan barang dan
jasa Anda.
Dan
di era pemberantasan korupsi seperti sekarang, memelihara mentalitas
menjalankan bisnis berdasarkan hasil sogokan, bukanlah cara yang mudah lagi.
Kelak, perusahaan, instansi dan lembaga akan makin ketat. Mereka juga makin
berhati-hati. Jadi, kalau masih terus mengandalkan cara-cara sogokan untuk
mendapatkan bisnis. Andapun mulai harus berhati-hati karena masanya akan lewat.
Nah, mulai sekarang pikirkanlah nasib
bisnis Anda dengan cara yang lebih produktif dan kreatif.
Oya, satu hal lagi…
Dengan cara ini pula, saya jadi amat
menghargai klien-klien kami yang sudah lampau
maupun
yang masih akan kita garap….
Cobalah Anda tengok daftar klien-klien
kami sekarang.
Ternyata
banyak juga perusahaan yang betul-betul memiliki orang-orang yang bersih. Yang
memilih vendornya bukan karena memberikan sogokan, tetapi karena merasa bahwa
vendornya akan memberikan yang mereka inginkan, secara berkualitas!
Dan
saya yakin…
Sebenarnya
di luar daftar ini…
Ada
masih bayak perusahaan yang bersih dan penuh integritas dalam menjalankan
bisnis mereka. Dan itulah yang membuat mereka bertahan lama!
Salam
Antusias!
Anthony
“ADM” Dio Martin
0 komentar:
Posting Komentar