Sabtu, 21 September 2013

Berbisnis dengan Mulia!

Berbisnis dengan Mulia!


Terus terang, berbisnis dengan mulia itu sulitnya setengah mati.
Saya ingin membagikan kisah ini.
Baru-baru ini, ada sebuah tawaran menarik terkait degan bisnis kami. Bisnis di dunia pelatihan. Intinya, kalau kami bersedia mengajar di instansi tersebut, maka kami akan mendapat berangkatan-angkatan. Ini artinya bisnisnya akan banyak sekali! Bisa tahunan kami mengajar di sana, tidak perlu susah-susah lagi jualan dan hanya mengajar disana. Hanya saja, pihak dari instansi itu meminta satu syarat, syaratnya adalah kami harus memberikan uang sogokan sekitar 30 persen agar kamilah yang lantas dipilih.
Saya bukanlah orang yang sangat-sangat suci. Buktinya? Saya “ternyata” masih sempat harus memikirkan secara mendalam ketika mendapatkan tawaran ini. Bahkan, saya harus merembuk dengan tim internalku soal tawaran ini. Bayangkan? Kalau kita mau, maka artinya kita akan bisa mendapatkan jaminan berkali-kali melakukan pelatihan sepanjang tahun. Malahan, bisa jadi akan ke tahun-tahun berikutnya. Terus terang ini sangat-sangat menggoda.
Tapi, jawaban dari timku luar biasa.
“NO. THANKS!”
Itulah yang sekaligus membuatku selalu bangga dengan integritas dan prinsip-prinsip timku! Sangat-sangat bangga, hingga sekarang!
Mereka mengatakan sebaiknya ditolak saja.
Dua alasan yang mereka kemukakan.
Satu, melanggar prinsip. Jika kita mulai memberi-beri komisi, hal ini mencoreng muka sendiri karena menjalankan bisnis dengan cara yang sebenarnya tidak pantas. Alasan kedua, biarlah kita memang dipilih karena kualitas pelatihan kita yang baik, bukan karena kita adalah perusahaan yang suka kasih komisi. Sebenarnya, ada alasan ketiga juga sih,
“Toh bisnis kita masih berjalan dengan baik. Training  kita masih banyak. Dan tidak perlu melanggar prinsip-prinsip seperti itu demi mendapatkan bisnis!”
Nah, tim seperti itulah yang saya miliki! Saya bangga tapi juga kadang bingung,
MENJALANKAN BISNIS DEGAN MULIA DI JAMAN SEKARANG, BUKANLAH PERKARA YANG MUDAH!
          Terus terang ini bukan yang pertama kalinya.
          Ada kisah sebelumnya.
          Saya pernah ditawari untuk mengajar di sebuah perusahaan. Sama juga. Cuma kali ini lebih parah. Penawarannya adalah 20 persen dan 80 persen. Jangan salah lho! 20% buat si trainer tetapi 80% bagi pihak oknum-oknum di perusahaan itu. Menurut mereka, angka 80% itu mereka minta, sebab banyak yang harus dikasih jatah. Tapi, mereka setuju kalau dari harga normalku, di mark up saja 80%-nya. Jadi saya tidak akan rugi apapun sebenarnya. Bahkan, kalau saya bersedia maka saya pasti tidak perlu jualan lagi selama TIGA TAHUN! Ini betul-betul menggoda.
Tapi itu sudah kisah masa lalu, karena saya menolaknya!
Waktu itu alasan saya sangat logis dan sangat praktis.
Bukan karena persentase yang tidak adil! Sama sekali bukan! (Toh kalau mau saya tetap mendapatkan angka yang saya inginkan)
Juga bukan karena alasan idealisme saya. Saya bukanlah orang suci yang tanpa cacat cela dalam belajar menegakkan prinsip. Terus terang, hingga kinipun saya pun masih harus banyak belajar soal memegang prinsip dalam hidupku. Tapi, alasan saya sangat praktis dan logis.
Alasannya…
Kalau saya terbiasa menjalankan bisnis dengan cara mencari untung melalui komisi atau memberikan suap, maka akibatnya saya akan terbiasa. Lantas, daripada berupaya mengembangkan produk, servis yang kami miliki, malahan otak kami sibuk diracuni dengan bagaimana cara kami mendapatkan lembaga dan perusahaan yang orangnya bisa dikasih suap. Lama-kelamaan otot bisnis kami melemah. Lebih buruknya, kemampuan kami untuk memberikan jasa training yang lebih baik, yang lebih berkualitaspun jadi melemah. Karena, tiap hari kami jadi sibuk mencari dimana ada perusahaan ataupun organisasi yang bisa dikasih sogokan. Bukannya, bagaimana mengembangkan produk dan servis kami.
Itulah ALASAN UTAMA-nya, maka kutolak.
Sebelumnya saya memohon maaf atas tulisan ini.
Saya tahu, banyak pebisnis yang mungkin akan menertawakan tulisan ini. Mungkin juga mencibir.
Saya pun tidak sok suci serta menghakimi mereka yang terpaksa harus memberikan komisi sehingga bisa memperoleh bisnisnya. Masalahnya, ini menyangkut bisnis yang kadangkala, terpaksa untuk dilakoni. Saya mengerti sekali sisi ini.
Jangan salah.Tulisan ini bukan untuk menghakimi moral siapapun.
Tapi, tujuan tulisan ini hanyalah untuk mengingatkan bahwa jika punya pilihan yang baik, cobalah memilih bisnis yang dimana kita tidak perlu mengorbankan prinsip-prinsip yang baik.
Jangan berbisnis dimana kita harus diipaksa menjual diri kita.
Jangan berbisnis dimana kita diharuskan untuk melacurkan diri kita (dalam arti fisik dan kiasan)
Jangan berbisnis dimana kita harus menggadaikan prinsip-prinsip kita.
Bukan karena nantinya neraka akan menanti kita. Bukan itu!
Sebab, saya bukan seorang ulama.
Tetapi, kalau kita sudah terbiasa berbisnis degan cara-cara seperti itu. Seperti yang telah saya katakan di atas…..Maka akibatnya, otot berbisnis kita yang sesungguhnya jadi tidak terlatih. Otak dan pikiran kita jadi sibuk mencari-cari cara berbisnis seperti itu terus-menerus. Mencari cara dimana ada perusahaan yang orangnya gampang diberi sogokan. Pikiran Andapun sibuk mencari bagaimana caranya memberi sogokan yang tidak ketahuan, yang membuat Anda dipilih. Pikiran Ada pun jadi sibuk: sogokan berapa ya? Bagusnya kasih berapa ya? Apa sogokan yang paling bagus kukasiin ya? Gimana caranya kenal orang yang membuat keputusan membeli itu dan gimana bisa menyogok orang itu? Nah, lama kelamaan pikiran bisnis kita pun jadi tidak berkembang diganti oleh kesibukan mencari-cari celah seperti itu. Ingatlah…
SEBAB KEMANA KITA MEMFOKUSKAN NIAT KITA, KESANALAH PIKIRAN KITA SETIAP HARI AKAN DIARAHKAN!
Padahal, lihat juga kedepannya…
Yang namanya “orang kunci” yang Anda berikan sogokan itu mungkin akan diganti. Bahkan, mungkin akhirnya ditangkap oleh KPK, gara-gara korupsi. Manajemennya pun akan berubah. Lantas, apakah gara-gara itu bisnis Anda juga harus terhenti lantaran orang kunci Anda sudah tidak ada?
Kalau bisnis Anda memang hanya mengandalkan orang kunci, maka “iya” bisnis Anda akan terhenti.
Tapi, kalau Anda mengandalkan produk serta servis Anda. Mungkin akan terganggu sejenak lantaran Anda harus membangun keyakinan lagi orang ini terhadap produk dan servis Anda. Namun, Anda tidak perlu terlalu cemas karena Anda tahu masih banyak perusahaan, organsiasi, klien, customer yang mau membutuhkan barang dan jasa Anda.
Dan di era pemberantasan korupsi seperti sekarang, memelihara mentalitas menjalankan bisnis berdasarkan hasil sogokan, bukanlah cara yang mudah lagi. Kelak, perusahaan, instansi dan lembaga akan makin ketat. Mereka juga makin berhati-hati. Jadi, kalau masih terus mengandalkan cara-cara sogokan untuk mendapatkan bisnis. Andapun mulai harus berhati-hati karena masanya akan lewat.
          Nah, mulai sekarang pikirkanlah nasib bisnis Anda dengan cara yang lebih produktif dan kreatif.
          Oya, satu hal lagi…
          Dengan cara ini pula, saya jadi amat menghargai klien-klien kami yang sudah lampau
maupun yang masih akan kita garap….
          Cobalah Anda tengok daftar klien-klien kami sekarang.
Ternyata banyak juga perusahaan yang betul-betul memiliki orang-orang yang bersih. Yang memilih vendornya bukan karena memberikan sogokan, tetapi karena merasa bahwa vendornya akan memberikan yang mereka inginkan, secara berkualitas!
Dan saya yakin…
Sebenarnya di luar daftar ini…
Ada masih bayak perusahaan yang bersih dan penuh integritas dalam menjalankan bisnis mereka. Dan itulah yang membuat mereka bertahan lama!


Salam Antusias!

Anthony “ADM” Dio Martin

0 komentar:

Posting Komentar