Jumat, 25 Desember 2015

Yesus VS Sinterklas, Selamat Natal 2015


Dua orang rohaniwan, seorang pendeta dan seorang pastor mendatangi Yesus. Mereka complain dengan apa yang terjadi di saat Natal.
Kata pendeta, “Yesus, orang lebih menghormati Sinterklas daripada diriMu”
Pastor menambahkan, “Malahan, ada anak yang berpikir 25 Desember itu hari kelahiran Sinterklas”
Konon, Yesus tersenyum dan berkata,
“Dunia sekarang lebih mementingkan bungkusan daripada isi.

Biarlah kalau mereka lebih tertarik dengan bungkusannya daripada isinya.
Tetapi, pada akhirnya mereka akan tahu mana yang bungkusan dan mana isinya.
Kalau selama ini orang tersilaukan oleh bungkusan, bisa jadi karena banyak pemuka agama yang juga lebih suka bungkusannya, daripada isinya juga”
Yesus tersenyum dan melanjutkan karyaNya.
Kedua rohaniwan ini pergi dengan mendapatkan sebuah tantangan baru!
 
Saat ini, bukan hanya kristiani.
Semua agama, Islam, Budha, Hindu, Konghucu mengalami tantangan ‘bungkusan’ ini. Serius!
Akhirnya, “sinterklas-sinterklas” pun mulai bermunculan di mal-mal, di pasar-pasar, bahkan di rumh-rumah…
Akibatnya orang lebih tertarik dan lebih ingat dengan Sinterklas daripada esensi kisah Almasih yang penuh makna spiritual.
Hal yang sama bisa terjadi pada saat puasa Ramadhan ataupun Lebaran, orang lebih suka bicara soal makanan buka puasa ntar sore ataupun ketupat daripada makna spiritual yang mendalam dibalik Ramadhan dan 1 Syawal!
Budha menjadi semacam trend dan lifestyle dalam bentuk souvenir yang lucu dikenakan…
Hindu dikomersialisasikan, khususnya di Bali
Klenteng KongHuCu menjadi semacam tontonan…dan tempat untuk bermain sinetron
Inilah masa dimana umat beragama akhirnya menjadi korban komersialisasi dan marketing
 
Memang, kalau kita kembali kepada “bungkusan” di saat Natal.
Sinteklas memang tampak lebih “cute” daripada Yesus
Banyak kisah dan mitos yang dibangun di seputar Sinteklas, daripada Yesus
Kisah Yesus ya sudah paten, seperti yang tertulis di Alkitab
Sinterklas banyak versinya…plus ditambah ada tokoh Piet Hitam, dan lainnya
Anak-anak pun lebih suka dan terbiasa dengan tokoh Sinteklas, daripada Yesus
Sinterklas dengan iconnya yang gendut, berbaju merah dan berjanggut tebal, lebih eye catching untuk dijual, daripada Yesus!
Ketika orang berbaju Sinterklas di mal, anak-anak mungkin akan mendekati
Bayangkan…Kalau orang berbaju Yesus dan berjalan di mal, anak-anak mungkin bingung, “Itu siapa?”
 
Tapi yang jelas,
Ini bukan hanya masalah umat Kristiani.
Semua bakalan jadi masalah semua agama.
Agama dijual, dibuat marketing, dipackaging dengan unik, cute dan lucu
Memang jadi indah dan lucu,
Tapi bahaya juga menantinya..
Bahaya orang kehilangan makna akan “isi”nya…
Akankah anak-anak generasi masa depan, mengerti dan paham dengan makna Natal yang sesungguhnya…
Akankah anak-anak Muslim akan paham dengan puasa dan lebaran yang sesungguhnya…
Anak Budha, Anak Hindu, Anak KongHuCu…
Mereka jadi korban komersialisasi…korban marketing…
Disini anak belajar, agama tak lebih daripada sebuah value yang bisa diperdagangkan…untuk mengeruk keuntungan!
 
Kalau begitu siapa yang sesungguhnya yang jadi Tuhan?
Keserakahan manusia untuk kaya,
tanpa peduli apapun caranya…termasuk menjual label “agama”!
 
 
“SELAMAT NATAL BUAT YANG MERAYAKAN,
BAGI YANG TIDAK MERAYAKAN..
SELAMA MENIKMATI LIBURAN!
TUHAN MENGASIHI KITA SEMUA!”
 
Natal 2015
 
Salam Antusias!
 
Anthony Dio Martin

0 komentar:

Posting Komentar