Smart Emotion Radiotalk, Bp Anthony Dio Martin, 1 Nov 2012
Cracking The "Un-Emotionally Intelligent
Organization"
Kekecewaan terhadap
organisasi ternyata mengarah ke terbentuknya group group mantan karyawan
didalam media social. Ada group Facebook berjudulnya cukup “mengerikan”: Dengan
Penuh Kecewa, Saya Bertekad Untuk Membalas Dendam Kepada Perusahaan! Belum
lagi komentar di blog:Penuh Kecewa, 9 tahun dianggap Sampah…., tekad:
membalas dendam dan…..lawan!
Biasanya kalau hanya
menyangkut personal seseorang, paling dia mengomel. Tapi kalau sudah dalam
bentuk kelompok……something is wrong! Mereka merasa didzolimi!
Steven J. Stein menulis buku “7 Keys To An Emotionally Intelligent Organization” mengulas tentang organisasi yang cerdas amosi.
Ciri organisasi yang cerdas emosinya:
1.
Karyawannya mencintai pekerjaannya.
2.
Perusahaan memberikan kompensasi yang pantas,
sebagai penghargaan kepada karyawannya.
3.
Tidak memberi beban kerja yang berlebihan (overwork/
overutlized), atau membiarkan karyawannya menganggur (underwork/underutilized)
4.
Membangun tim yang kuat dengan tujuan
bersama dan dengan visi yang jelas
5.
Memperlakukan orang dengan respek, tidak
menghina. Mengembangkan talenta unik yang dimiliki karyawan.
6.
Pimpinannya mampu mengelola dan pantas
menjadi role model.
7.
Melakukan berbagai hal baik secara proactive,
untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik, yang memenangkan hati dan
pikiran orang-orang yang bekerja untuknya (to win the hearts and minds of
their people).
Perusahaan tidak hanya
focus pada target, omzet,tapi juga suasana lingkungan kerja. Bagaimana membuat
supaya perusahaan bisa menjadi rumah kedua buat karyawan sehingga mereka
menjadi betah.
Percaya gak, ada
beberapa perusahaan besar yang tergolong kurang cerdas secara emosional?
Diantaranya: Hewlett-Packard (HP), Hertz (perusahaan sewa mobil,
dengan banyak gelar MBA, gak tahu tapi sok tahu soal bisnis, memaksakan goal
yang tidak masuk akal), GameStop (hanya fokuc pada jualan, gak peduli
orang), Rober Half International (RHI, tarifnya mahal tapi bayaran ke
karyawan rendah, dengan beban kerja yang tinggi), dst. Ada 11 perusahaan yang
dianggap kurang bagus untuk tempat kerja, menurut majalah 24/7 Wallstreet
(August 2012 – “The 11 Worst Companies To Work For In America”)
Bagaimana ciri-ciri
perusahaan yang tidak cerdas emosinya?
Ciri-ciri Perusahaan
Yang Tidak Cerdas Emosinya (Unemotionally Intelligent ):
1.
People = Product. Orang diperlakukan seperti produk, barang, sampah (bisa dibuang
sewaktu waktu), gak boleh sakit, cuti, kerja nonstop seperti robot. Pelit,
tidak mau investasi untuk pengembangan karyawan, training. (Bahkan untuk
meninggalpun harus minta ijin dulu….kata Mbak Riri).
2.
Blackmail.
Mengancam, untuk memaksa orang bekerja. Kalau menolak perintah, akan dipecat. “Satu
orang dipecat, 1000 orang akan datang melamar pekerjaan”.
3.
No Trust.
Hampa kepercayaan, yang ada hanya rasa curiga. Terjadi konflik, baik terbuka
maupun terselubung. Omongannya tidak bisa dipegang, berubah setiap saat.
Emotional bank account nya minim kalau tidak minus.
4.
Artificial Relationship. Hubungan palsu, hanya sekedar basa basi, saling sapanya kaku,
tidak ada rasa kekeluargaan yang tulus.
5.
Menjilat dan menginjak. Menjilat keatas, menginjak ke bawah. Menyepelekan bawahan. Ini
merupakan bagian dari sistim yang diciptakan.
6.
NATO: No Appreciation, Talk Only. Hanya bisa berjanji tanpa mampu menepati. Tidak ada penghargaan
sama sekali, imbalannya tidak setimpal.
7.
Kambing Hitam dan Kambing Congek. Kambing hitam: saling lempar tanggung jawab kalau terjadi
masalah. Kambing Congek: karyawan gak boleh bertanya, harus nurut. (“Pokoknya…..!”).
Karyawan kritis disingkirkan.
Untuk membangun
perusahaan yang cerdas emosi, diperlukan pimpinan dan trainer yang mengenal dan
menguasai kecerdasan emosi. Untuk mencerdaskan emosi perusahaan, ini ada jalan
keluarnya:
Global
EQ Certification (International)
26-30 November 2012 (COO
SixSeconds, Joshua Freedman, Anthony Dio Martin)
Registrasi: 0213862521
Note: Investasinya tidak
murah, sesuai dengan kualitas sertifikasinya. Biayanya sangat tidak seberapa
dibandingkan dengan besarnya manfaat yang akan diperoleh oleh perusahaan.
Tips Menghindari
“Un-Emotionally Intelligent Organization” :
1.
Jangan hanya focus kepada angka, target tanpa menghargai
prosesnya, hubungannya (kualitatif). Perusahaan bisa kehilangan
orang orang bagus karena situasinya rapuh.
2.
Rayakan pencapaian pencapaian kecil dan
sederhana, supaya tidak monoton.
3.
Adakan survey secara berkala, tentang
kepuasan karyawan. Supaya lebih objektif, bisa gunakan pihak ketiga yang
netral.
4.
Buat Kotak Saran sebagai sarana untuk
memberi masukan. Hargai mereka yang memberi masukan, walaupun sarannya kurang
berarti.
5.
Atasan harus bisa menjadi role model.
6.
Bangun jalur komunikasi serta pertemuan informal
(ledek2an, BB Group, Email)
7.
Bangun EQ team, yang mengimplementasikan
EQ (Skunk Work - idenya Cary Charniss & Daniel Goleman dalam buku
“The Emotionally Intelligent Workplace”)
Diskusi Telpon.
Tergantung sistim atau
orangnya? (Bp Denny). ADM: Underlying value
SixSeconds: Emotion drives people, people drives performance. System,
organisasi adalah “benda”. Orang dibelakang itulah yang menentukan. Mereka yang
membentuk kondisi. Kondisi buruk akan mempengaruhi orang.
Fasilitas bagus tapi
tetap tidak puas. (Bp Sigit). ADM:
Salah satu dari 7 hal diatas adalah sudut pandang berbeda. Bagusnya beri mereka
kesempatan untuk belajar. Jangan hanya terpaku pada ukuran target, omzet, dsb,
tapi juga harus cukup memakai ukuran kualitatif seperti hubungan, suasana.
SMS/ Twitter.
IQ atau EQ? ADM: IQ butuh, tapi tidak cukup, IQ harus plus EQ.
Organisasi kecil:
keluarga (Bp Andri Kesuma). Dalam keluarga, anak bungsu biasanya underdog. Dia
perlu buktikan dengan berjuang.
Bertahan di perusahaan
kurang cerdas? ADM: 2 pertanyaan:
1. apakah dirimu masih bisa
belajar sesuatu? Masih bisa berkembang, walau kondisi parah?
2. Apakah Anda sedanga menyelesaikan
suatu proyek penting yang belum diselesaikan?
Setelah tuntas terjawab
keduanya, Anda bisa putuskan, apakah tetap bekerja atau memecat organisasimu.
Mudah marah, EQ parah? ADM: Berpikirlah selalu dengan consequential
thinking. Pikirkan apa yang akan dilakukan, apa akibatnya. Ini akan
mengurangi efek efek yang tidak diharapkan.
Keluar dari suasana
tidak kondusif. ADM: Lebih baik coba dulu
melalui kolaborasi dengan teman teman se ide, siapa tahu ada yang bisa
diperbaiki. Apa yang bisa dilakukan? Ada peserta yang setelah ikut EQ, dia
mulai menggerakkan organisasi, mengumpulkan teman teman dengan berbagai
aktifitas seperti bedah buku, dan mereka berhasil mengubah suasana kerja.
Mereka menyalakan lilin harapan. Tapi kalau badainya terlalu besar, nyala lilin
akan padam…..yuk tariiiiik!
Indonesian Family Forum.
Oleh: Bambang
Syumanjaya, Arvan Pradiansyah, Ayah Edi, Anthony Dio Martin
3 November 2012
Nafiri Convention
Center, Central Park Jakarta
Para Guru boleh ikut
gratis! (untuk orang tua, investasinya Rp 220,000, atau
Rp 55,000 per orang pakar top…….mana ada forum semurah itu untuk pakar beken
‘kan? Harga itu hanya untuk yang daftar hari ini saja.)
Untuk mendaftar, kirim
sms ke 0855 884 1515: Reg (spasi) nama.
Registrasi: 021
45853535.
Keterangan lengkap bisa
dilihat di:
Komentar
Serius
· Apapun alasannya, mantan karyawan harus mau melihat sesuatunya
dengan fair tentang mantan perusahaan tempat dia bekerja. Apakah yakin tidak
ada hal positive, pengalaman, ilmu, yang diperoleh?
· Kalau kita menuntut perlakuan yang fair, bukankah kita juga patut
memperlakukan orang lain, termasuk ex perusahaan dengan adil?
· Dengan pengalaman pahit pun tetap ada manfaatnya, misalnya melatih
adversity quotient kita, ketangguhan kita menghadapi situasi sulit (atasan
sulit, perusahaan sulit).
· Mari bayangkan bagaimana keluarga kita bisa makan dari gaji yang
diberikan perusahaan.
· Kemana hilangnya rasa syukur kita……?
· Bila kita bisa blame, kita juga harus bisa frame……(membangun,
membentuk)
0 komentar:
Posting Komentar