Kamis, 15 Maret 2012

TOXIC LEARNER


“ARE YOU TOXIC LEARNER?”
Smart Emotion, Bp Anthony Dio Martin, 15 Maret 2012
(Terima kasih kepada Pak Eka Wartana, penulis buku Mindweb, yang telah meringkaskan radiotalk ini!)



Gara gara buku Toxic Employee, Pak Martin disebut Bapak “Toxic”…..

Topik minggu depan: Toxic Relations.

Toxic Learner: Orang yang sangat sulit menyesuaikan diri dalam belajar. Mereka bukanlah orang yang bodoh. Dia tahu dan mampu tapi tidak mau.(Dia bisa, tapi juga berbisa alias beracun…?!?)

Kenapa mesti berdiri, kenapa mesti gerak gerak segala….?”, “ Ini sumbernya darimana?”. Ini contoh komentar toxic leaner. Biasanya mereka adalah orang2 yang mempunyai luka batin, atau orang yang disingkirkan oleh atasannya. Mereka sering merasa dirinya lebih tahu, lebih pintar dari orang lain. Problem dalam dirinya dimanifestasikan dengan membuat orang lain susah.



Ciri ciri Toxic Learner:  

1.     ASS:  Apatis, Sinis, Skeptis. Apatis: masa bodoh dan menganggap remeh apa yang dipelajari. Sinis: cenderung negative: “Gak mungkinlah, percuma”. Skeptis: ragu2, “Berubah sih berubah, yang diatas mau berubah gak?”

2.     Melabel: Dia belajar untuk melabel orang lain. “Teman saya, atasan saya ada yang seperti itu…”

3.     Full Glass Person. Merasa sudah tahu apa yang dipelajari. Sebetulnya dia tidak mengerti. Padahal selalu ada hal hal baru, yang bisa dipelajari. Ada yang ikut training cuma mau lihat seperti apa Pak Martin mengajar. Kisah Guru bijak: Pangeran bertamu ke seorang Guru. Guru mengajaknya minum teh, menuangkannya ke gelas  sampai meluber. “Stop, Guru, sudah penuh”, ujar Pangeran.”Begitu juga dengan Pangeran, kalau cangkir sudah penuh, untuk apa diisi lagi. Percuma kalau datang tapi merasa sudah penuh ilmunya” ujar Sang Guru.

4.     Parable of Boiled Frog. Peter Senge memperkenalkannya eksperimen katak rebus.  . Kalau katak dimasukkan kedalam air mendidih, dia akan melompat keluar. Kalau ditaruh di air dingin, katak akan tenang. Kemudian air dipanaskan bertahap, katak masih didalam air, berenang renang. Panas dinaikkan terus, katak tetap didalam air, sampai akhirnya menjadi sweeke, katak rebus. Organisasi maupun orang merasa berada di comfort zone, sehingga tidak perlu berubah, atau belajar dari orang lain. Dia merasa sudah berada pada posisi tinggi. Itu juga sebabnya kenapa banyak organisasi tidak berubah.

5.     Meremehkan Belajar.”Gak perlu teori lah”. Teori dibuat berdasarkan pengalaman, ketika dipraktekkan teori itu akan bermanfaat. Memang ada teori yang tidak praktis.

6.     Under-estimate. Menganggap orang lain tidak bisa, dia lebih mengerti. Ketika anda tidak bisa menghargai orang lain, anda masih mempuyai kekurangan: tidak bisa menghargai.



Tips Toxic Learner:

1.     Jangan cepat melabel. Mentang2 sudah tahu tentang toxic learner…..

2.     Jangan2 anda yang toxic, sok tahu, tidak mau mendengarkan orang lain. Trainer bukan berarti lebih tahu. Harus menjadi Trainer yang humble. Teliti dan introspeksilah, jangan jangan….

3.     Ketahuilah motif orang untuk belajar. Orang mungkin mempunyai UEN, Unmet Emotional Needs, kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi. Belajar bagaimana mempelajari bahasa yang tidak tersampaikan (ini diajarkan dalam trainng Pak Martin: EQM), bagaimana melihat motif orang yang belajar.

Ada 3 motif orang belajar

a.     Mastery Motive. Motif untuk menguasai apa yang dipelajari.

b.     Ego Involvement. Mempunyai tujuan lain, seperti mendapatkan sertifikat, dll.

c.      Social Motive. Ingin mendapat teman, untuk bergaul, untuk fun.

Kita harus bisa membaca UEN seseorang. Semakin peka kemampuan membaca UEN, akan semakin membantu kita. Ketidakpekaan bisa menciptakan toxic learner.

4.     Belajar mendekati, membicarakannya. Ganti gaya supaya peserta tidak bosan, misalnya  dari duduk ke berdiri, ganti metode.

5.     Terimalah apa adanya. “Kita bisa membawa kuda ke kolam tapi kita tidak bisa memaksanya meminum air….”



EQM (Emotional Quality Management)

26-28 Maret 2012

Registrasi: 021 351 8505



Diskusi Telpon/ SMS.

Orang tipe thinking, tidak perasa? (Bu Aida…hallo Bu, apakabar?). Sebagai orang thinking, sering tidak bisa terima kalau orang buang “sampah”. Benar atau tidak. Cara mengatasinya? ADM: Mungkin saja orang itu punya masalah, misalnya karirnya gak naik naik. Suka tidak suka mereka akan mencari tempat tumpahan “sampah”nya. Menghadapi orang seperti itu kita perlu mencari hal hal yang belum kita pahami tentang orang itu. Tidak ada orang sulit, yang ada hanya orang yang belum kita pahami. Persoalannya, orang “thinking” bukan berarti tidak bisa berempati. Mungkin orang itu punya masa lalu yang kurang bagus. Berpikirlah secara nalar, orang ini sedang tidak fit. Belajar untuk cerdas secara emosional, juga cerdas menghadapi masalah seperti itu. Ini memerlukan latihan.

Toxic Learner(Employee) bisa jadi Leader?(Bp Sodik). ADM: Bisa aja. Ketika menjadi Manager, karirnya akan mandeg karena sudah merasa cukup pintar dan tidak pernah belajar.



Dalam satu kelas EQM, Pak Anthony Dio Martin pernah punya pengalaman, dimana ada satu peserta yang sejak awal reaksinya sangat tidak menyenangkan. Hari kedua, masih sama. “Gak setuju EQ penting, terlalu menggantungkan diri pada emosi”. Setelah diajak ngobrol, ternyata ketahuan latar belakang kehidupannya yang kumpul kebo dengan bule, terlibat narkoba ketika belajar diluar negeri. Ibunya tidak setuju, sampai akhirnya meninggal. Saat itu dia tidak bisa pulang karena sedang ada ujian. Akhirnya dia pulang dan bertobat. Dia bekerja di satu diperusahaan padahal dia anak orang kaya dan anak tunggal lagi (ada yang mau melamarnya…? ;-)).  Baru bekerja 3-4 bulan disuruh ikut EQM. “Saya sangat mengandalkan diri saya”. Esoknya sikapnya berubah total dan mengikuti training dengan serius. Tadinya dia disarankan tidak usah hadir lagi oleh Pak Martin, kalau memang tidak berminat.



 Training Tidak Berhubungan Dengan Pekerjaan. ADM: Kalau memang dianggap tidak penting, bicarakan dengan HRD. Tapi kita selalu bisa melihat segala sesuatunya dari sisi terangnya (bright side). Terkadang kita bisa belajar sesuatu dari yang diberikan oleh trainer. Pasti ada hal hal yang bisa kita pakai untuk interaksi dengan orang lain, untuk ngobrol ngobrol. .

Mau Berubah, Organisasi Tidak Mau. ADM: Kalau berjuang seendiri tentunya tidak mudah. Dekati orang lain yang kira kira sepaham, termasuk orang yang ‘abu abu’ (netral). Buat komunitas. Bisa melalui hobi misalnya olahraga, main pingpong, sambil memasukkan pemikiran kita. Kemudian berkumpul untuk mengusahakan perubahan didalam organisasi.

0 komentar:

Posting Komentar